PANDUAN PRAKTIK KLINIS TETANUS


1. Pengertian (Definisi) Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin. Penyakit ini ditandai dengan spasme tonik persisten, disertai serangan yang jelas dan keras.

2. Anamnesis Keluhan Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus, sampai kejang yang hebat. Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:

1. Tetanus lokal Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.

2. Tetanus sefalik Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.

3. Tetanus umum/generalisata Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.

4. Tetanus neonatorum Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable, diikuti oleh kekakuan dan spasme.

Faktor Risiko: -

3. Pemeriksaan Fisik Dapat ditemukan: kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat.

1. Pada tetanus lokal ditemukan kekakuan dan spasme yang menetap.

2. Pada tetanus sefalik ditemukan trismus, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial.

3. Pada tetanus umum/generalisata adanya: trismus, kekakuan leher, kekakuan dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan 277 ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.

4. Pada tetanus neonatorum ditemukan kekakuan dan spasme dan posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki.


4. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik.

5. Kriteria Diagnosis Diagnosis Klinis 

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi

Tingkat keparahan tetanus:

Kriteria Pattel Joag

1. Kriteria 1: rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot tulang belakang

2. Kriteria 2: Spasme, tanpa mempertimbangkan frekuensi maupun derajat keparahan

3. Kriteria 3: Masa inkubasi ≤ 7hari

4. Kriteria 4: waktu onset ≤48 jam

5. Kriteria 5: Peningkatan temperatur; rektal 100ºF (> 400 C), atau aksila 99ºF ( 37,6 ºC ).


Grading

1. Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria, biasanya Kriteria 1 atau 2 (tidak ada kematian)

2. Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria, biasanya Kriteria 1 dan 2. Biasanya masa inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari 48 jam (kematian 10%)

3. Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria, biasanya masa inkubasi kurang dari 7 hari atau onset kurang dari 48 jam (kematian 32%)

4. Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat minimal 4 Kriteria (kematian 60%)

5. Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk puerpurium dan tetanus neonatorum (kematian 84%). 

Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s :

1. Grade 1 (ringan) Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.

2. Grade 2 (sedang) Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.

6. Diagnosis Kerja Tetanus


7. Diagnosis Banding Meningoensefalitis, Poliomielitis, Rabies, Lesi orofaringeal, Tonsilitis berat, Peritonitis, Tetani (timbul karena hipokalsemia dan hipofasfatemia di mana kadar kalsium dan fosfat dalam serum rendah), keracunan Strychnine, reaksi fenotiazine.

8. Penatalaksanaan 1. Manajemen luka Pasien tetanus yang diduga menjadi port de entry masuknya kuman C. tetani harus mendapatkan perawatan luka. Luka dapat menjadi luka yang rentan mengalami tetanus atau luka yang tidak rentan tetanus dengan kriteria sebagai berikut:


 

2. Rekomendasi manajemen luka traumatic

a. Semua luka harus dibersihkan dan jika perlu dilakukan debridemen.

b. Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu didapatkan.

c. TT harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan.

d. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka tetanus imunoglobulin (TIg) harus diberikan. Keparahan luka bukan faktor penentu pemberian TIg

3. Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi.

4. Diet cukup kalori dan protein 3500-4500 kalori per hari dengan 100-150 gr protein. Bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde atau parenteral. 

5. Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu. 

6. Obat-obatan yang diberikan berupa antikejang, antibiotic dan lainnya diberikan saat pasien di rawat inap di Rumah Sakit

7. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

8. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit

9. Edukasi Konseling dan Edukasi Peran keluarga pada pasien dengan risiko terjadinya tetanus adalah memotivasi untuk dilakukan vaksinasi dan penyuntikan ATS.

10. Kriteria Rujukan 1. Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan pertama. 

2. Terjadi komplikasi, seperti distres sistem pernapasan.

3. Rujukan ditujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis neurologi.

11. Prognosis Tetanus dapat menimbulkan kematian dan gangguan fungsi tubuh, namun apabila diobati dengan cepat dan tepat, pasien dapat sembuh dengan baik. Tetanus biasanya tidak terjadi berulang, kecuali terinfeksi kembali oleh C. tetani.

12. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.


No comments:

Post a Comment