PANDUAN PRAKTIK KLINIS SIFILIS


1. Pengertian (Definisi) Sifilis (Penyakit raja singa, lues veneria, lues) adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Treponema pallidum dan bersifat sistemik.


2. Anamnesis 1. Sifilis Primer  : Pasien mengeluhkan bercak pada kulit yang tidak nyeri

2. Sifili sekunder : bercak bruntusan, menjadi kemerahan dan menjadi luka. Pasien juga mengeluh demam, mudah lelah, pembesaran kelenjar getah bening, nyeri tenggorokan, dan bercak seperti kutil pada area mulut dan genital. 

3. Sifilis lanjut : Pasien mengeluhkan benjolan lunak (Gumma) yang didalamnya ada jaringan nekrosis.

4. Pasien biasanya memiliki riwayat :

a. Berganti-ganti pasangan seksual.

b. Homoseksual dan Pekerja Seks Komersial (PSK).

c. Ibu dengan penderita sifilis

d. Hubungan seksual dengan penderita tanpa proteksi (kondom).


3. Pemeriksaan Fisik A. Stadium I (sifilis primer) 

1. Diawali dengan papul lentikuler yang permukaannya segera erosi dan menjadi ulkus berbentuk bulat dan soliter, dindingnya tak bergaung dan berdasarkan eritem dan bersih, di atasnya hanya serum.Ulkus khas indolen dan teraba indurasi yang disebut dengan ulkus durum. Ulkus durum merupakan afek primer sifilis yang akan sembuh sendiri dalam 3-10 minggu. 

Tempat predileksi 

1. Genitalia ekterna, pada pria pada sulkus koronarius, wanita di labia minor dan mayor. 

2. Ekstragenital: lidah, tonsil dan anus. 

Seminggu setelah afek primer, terdapat pembesaran kelenjar getah bening (KGB) regional yang soliter, indolen, tidak lunak, besarnya lentikular, tidak supuratif dan tidak terdapat periadenitis di ingunalis medialis.  Ulkus durum dan pembesaran KGB disebut dengan kompleks primer. Bila sifilis tidak memiliki afek primer, disebut sebagai syphilis d’embiee.


B. Stadium II (sifilis sekunder) 

S II terjadi setelah 6-8 minggu sejak S I terjadi. Stadium ini merupakan great imitator. Kelainan dapat menyerang mukosa, KGB, mata, hepar, tulang dan saraf.  Kelainan dapat berbentuk eksudatif yang sangat menular maupun kering (kurang menular).  Perbedaan dengan penyakit lainnya yaitu lesi tidak gatal dan terdapat limfadenitis generalisata.

Bentuk lesi pada S II yaitu: 

a. Roseola sifilitika: eritema makular, berbintik-bintik, atau berbercak-bercak, warna tembaga dengan bentuk bulat atau lonjong. Jika terbentuk di kepala, dapat menimbulkan kerontokan rambut, bersifat difus dan tidak khas, disebut alopesia difusa. Bila S II lanjut pada rambut, kerontokan tampak setempat, membentuk bercak-bercak yang disebut alopesia areolaris.  Lesi menghilang dalam beberapa hari/minggu, bila residif akan berkelompok dan bertahan lebih lama. Bekas lesi akan menghilang atau meninggalkan hipopigmentasi (leukoderma sifilitikum).

b. Papul  : Bentuk ini paling sering terlihat pada S II, kadang bersama-sama dengan roseola. Papul berbentuk lentikular, likenoid, atau folikular, serta dapat berskuama (papulo-skuamosa) seperti psoriasis (psoriasiformis) dan dapat meninggalkan bercak leukoderma sifilitikum. 

C. Pada S II dini, papul generalisata dan S II lanjut menjadi setempat dan tersusun secara tertentu (susunan arsinar atau sirsinar yang disebut dengan korona venerik, susunan polikistik dan korimbiformis). 

Tempat predileksi papul: sudut mulut, ketiak, di bawah mammae, dan alat genital.  Bentuk papul lainnya adalah kondiloma lata berupa papul lentikular, permukaan datar, sebagian berkonfluensi, dapat erosif dan eksudatif yang sangat menular akibat gesekan kulit.  

1. Tempat predileksi kondiloma lata: lipat paha, skrotum, vulva, perianal, di bawah mammae dan antar jari kaki.

2. Pustul  : Bentuk ini jarang didapati, dan sering diikuti demam intermiten. Kelainan ini disebut sifilis variseliformis. 

3. Konfluensi papul, pustul dan krusta mirip dengan impetigo atau disebut juga sifilis impetiginosa. Kelainan dapat membentuk berbagai ulkus yang ditutupi krusta yang disebut dengan ektima sifilitikum. Bila krusta tebal disebut rupia sifilitikum dan bila ulkus meluas ke perifer membentuk kulit kerang disebut sifilis ostrasea. Sifilis II pada mukosa (enantem) terutama pada mulut dan tenggorok.  S II pada kuku disebut dengan onikia sifilitikum yaitu terdapat perubahan warna kuku menjadi putih dan kabur, kuku rapuh disertai adanya alur transversal dan longitudinal. Bagian distal kuku menjadi hiperkeratotik sehingga kuku terangkat. Bila terjadi kronis, akan membentuk paronikia sifilitikum.

4. Sifilis II pada alat lain yaitu pembesaran KGB, uveitis anterior dan koroidoretinitis pada mata, hepatitis pada hepar, periostitis atau kerusakan korteks pada tulang, atau sistem saraf (neurosifilis).

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rapid test sifilis

5. Kriteria Diagnosis 1. Sifilis kongenital

a. Dini (prekoks): bentuk ini menular, berupa bula bergerombol, simetris di tangan dan kaki atau di badan. Bentuk ini terjadi sebelum 2 tahun dan disebut juga pemfigus sifilitika. Bentuk lain adalah papulo-skuamosa. Wajah bayi tampak seperti orang tua, berat badan turun dan kulit keriput. Keluhan di organ lainnya dapat terjadi.

b. Lanjut (tarda): bentuk ini tidak menular, terjadi sesudah 2 tahun dengan bentuk guma di berbagai organ.

c. Stigmata: bentuk ini berupa deformitas dan jaringan parut.

d. Pada lesi dini ditemukan:

1) Pada wajah: hidung membentuk saddle nose (depresi pada jembatan hidung) dan bulldog jaw (maksila lebih kecil daripada mandibula).

2) Pada gigi membentuk gigi Hutchinson (pada gigi insisi permanen berupa sisi gigi konveks dan bagian menggigit konkaf). Gigi molar pertama permulaannya berbintil-bintil (mulberry molar).

3) Jaringan parut pada sudut mulut yang disebut regades.

4) Kelainan permanen lainnya di fundus okuli akibat koroidoretinitis dan pada kuku akibat onikia

e. Pada lesi lanjut ditemukan Kornea keruh, perforasi palatum dan septum nasi, serta sikatriks kulit seperti kertas perkamen, osteoporosis gumatosa, atrofi optikus dan trias Hutchinson yaitu keratitis interstisial, gigi Hutchinson, dan tuli N. VIII.

2. Sifilis akuisita

a. Klinis

Terdiri dari 2 stadium:

1) Stadium I (S I) dalam 2-4 minggu sejak infeksi.

2) Stadium II (S II) dalam 6-8 minggu sejak S I.

3) Stadium III (S III) terjadi setelah 1 tahun sejak infeksi.

b. Epidemiologis

1) Stadium dini menular (dalam 1 tahun sejak infeksi), terdiri dari S I, S II, stadium rekuren dan stadium laten dini.

2) Stadium tidak menular (setelah 1 tahun sejak infeksi), terdiri dari stadium laten lanjut dan S III.

6. Diagnosis Kerja Diagnosis kerja ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada beberapa kasus, terkadang diperlukan pemeriksaan laboratorium. 


7. Diagnosis Banding Diagnosis banding bergantung pada stadium apa pasien tersebut terdiagnosis.

1. Stadium 1: Herpes simpleks, Ulkus piogenik, Skabies, Balanitis, Limfogranuloma venereum, Karsinoma sel skuamosa, Penyakit Behcet, Ulkus mole

2. Stadium II: Erupsi alergi obat, Morbili, Pitiriasis rosea, Psoriasis, Dermatitis seboroik, Kondiloma akuminata, Alopesia aerata

3. Stadium III: Tuberkulosis, Frambusia, Mikosis profunda. 

8. Penatalaksanaan 1. Sifilis yang sedang dalam inkubasi dapat diobati dengan regimen penisilin atau dapat menggunakan Ampisilin, Amoksisilin, atau Seftriakson mungkin juga efektif.

2. Pengobatan profilaksis harus diberikan pada pasangan pasien, namun sebaiknya diberikan sejak 3 bulan sebelumnya, tanpa memandang serologi.


9. Edukasi 1. Pasien diberikan pemahaman tentang penyakit, penularan serta penatalaksanaan di tingkat rujukan.

2. Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama penyakit belum tuntas diobati. 


10. Kriteria Rujukan Semua stadium dan klasifikasi sifilis harus dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki dokter spesialis kulit dan kelamin. 


11. Prognosis

Dubia ad bonam


12. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.


No comments:

Post a Comment