1. Pengertian (Definisi) Ruptur perineum adalah suatu kondisi robeknya perineum yang terjadi pada persalinan pervaginam.
2. Anamnesis Adanya perdarahan pervaginam.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Robekan pada perineum,
2. Perdarahan yang bersifat arterial atau yang bersifat merembes,
3. Pemeriksaan colok dubur, untuk menilai derajat robekan perineum
4. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada
5. Kriteria Diagnosis Klasifikasi ruptur perineum dibagi menjadi 4 derajat:
1. Derajat I
Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum. Biasa tidak perlu dilakukan penjahitan.
2. Derajat II
Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak melibatkan kerusakan otot sfingter ani.
3. Derajat III
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter anidengan pembagian sebagai berikut:
IIIa. Robekan < 50% sfingter ani eksterna
IIIb. Robekan > 50% sfingter ani ekterna
IIIc. Robekan juga meliputi sfingter ani interna
4. Derajat IV
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rektum
6. Diagnosis Kerja Ruptur perineum tingkat 1-2
7. Diagnosis Banding
Tidak ada
8. Penatalaksanaan Dilakukan tatalaksana sesuai dengan derajat robekan perineum
1. Tatalaksana nonmedikamentosa
A. Menghindari atau mengurangi dengan menjaga jangan sampai dasarpanggul didahului oleh kepala janin dengan cepat.
B. Kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.
2. Tatalaksana medikamentosa
A. Penatalaksanaan farmakologis
Dosis tunggal sefalosporin golongan II atau III dapat diberikan intravena sebelum perbaikan dilakukan (untuk ruptur perineum yang berat).
B. Manajemen rupture perineum dengan melakukan penjahitan robekan.
9. Edukasi Kriteria tindakan pada Fasilitas Pelayanan tingkat pertama hanya untuk Luka Perineum Tingkat 1 dan 2. Untuk luka perineum tingkat 3 dan 4 dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder.
10. Kriteria Rujukan Pasien dirujuk ke dokter spesialis kulit dan kelamin jika pemberian salep kortison tidak memberikan respon.
11. Prognosis Prognosis pada umumnya bonam.
12. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
No comments:
Post a Comment