1. Pengertian (Definisi) Penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat yang ditularkan melalui saluran pernapasan atas dan kontak kulit pasien selama lebih dari 1 bulan secara terus-menerus.
2. Anamnesis a. Pasien mengeluh bercak kulit berwarna merah atau putih berbentuk plakat, terutama di wajah dan telinga. Bercak kurang/mati rasa, tidak gatal.
b. Lepuh pada kulit tidak dirasakan nyeri.
c. Kelainan kulit yang menunjukkan keterlibatan saraf tepi.
d. Pasien biasanya memiliki latar belakang/faktor risiko sosial ekonomi rendah, kontak dengan anggota keluarga yang telah terdiagnosis serupa,pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah, dan tinggal di daerah endemis lepra.
3. Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis
1. Tanda-tanda pada kulit
a. Ditemukan bercak, bintil (nodul), bercak berbentuk plakat dengan kulit mengkilat atau kering bersisik.
b. Kulit tidak berkeringat dan berambut.
c. Terdapat baal pada lesi kulit, hilang sensasi nyeri dan suhu, vitiligo.
2. Tanda-tanda pada saraf
a. Penebalan nervus perifer,
b. Nyeri tekan dan atau spontan pada saraf,
c. Kesemutan,
d. Tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota gerak, kelemahan anggota gerak dan atau wajah,
e. Adanya deformitas,
f. Ulkus yang sulit sembuh.
4. Pemeriksaan Penunjang Kerokan kulit ditemukan kuman BTA
5. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan apabila terdapat satu dari tanda-tanda utama atau kardinal (cardinal signs), yaitu:
1. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa
1. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf
2. Adanya basil tahan asam (BTA) dalam kerokan jaringan kulit (slit skin smear)
Sebagian besar pasien lepra didiagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis.
6. Diagnosis Kerja Diagnosis Lepra ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
7. Diagnosis Banding A. Bercak eritema
1. Psoriasis
2. Tinea circinata
3. Dermatitis seboroik
B. Bercak putih
1. Vitiligo
2. Pitiriasis versikolor
3. Pitiriasis alba
C. Nodul
1. Neurofibromatosis
2. Sarkoma Kaposi
3. Veruka vulgaris
8. Penatalaksanaan 1. Terapi pada pasien PB:
a. Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg) dan 1 tablet Dapson/DDS 100 mg.
b. Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet Dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan.
c. Pasien minum obat selama 6-9 bulan (± 6 blister).
d. Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin 450 mg, dan DDS 50 mg.
2. Terapi pada Pasien MB:
a. Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg), 3 tablet Lampren (klofazimin) @ 100 mg (300 mg) dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg.
b. Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet lampren 50 mg dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan.
c. Pasien minum obat selama 12-18 bulan (± 12 blister).
d. Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin 450 mg, Lampren 150 mg dan DDS 50 mg untuk dosis bulanannya, sedangkan dosis harian untuk Lampren 50 mg diselang 1 hari.
3. Dosis MDT pada anak <10 tahun dapat disesuaikan dengan berat badan:
a. Rifampisin: 10-15 mg/kgBB
b. Dapson: 1-2 mg/kgBB
c. Lampren: 1 mg/kgBB
4. Obat tambahan lain untuk mengurangi keluhan/efek samping obat leprae : Vitamin B1, Vitamin B6, Vitamin B12.
5. Untuk pasien yang alergi dapson, dapat diganti dengan lampren, untuk MB dengan alergi, terapinya hanya 2 macam obat (dikurangi DDS).
9. Edukasi 1. Pasien diberitahu tentang kondisi penyakitnya dan wajib mengonsumsi obat sesuai dengan dosis dan waktu yang telah ditetapkan oleh petugas.
2. Menjaga kebersihan diri dan pola makan yang baik dan teratur.
3. Pasien harus melakukan kontrol rutin selama pengobatan dilakukan, jika ada keluhan terkait kondisi penyakit dan efek samping obat, harus segera dilaporkan.
4. Keluarga pasien wajib membantu dalam pemantauan minum obat pasien dan membantu memastikan bahwa obat dikonsumsi setiap hari sesuai dengan aturan.
10. Kriteria Rujukan
1. Jika ditemukan tanda-tanda efek samping berat dan tidak mampu ditangani oleh faskes primer.
2. Reaksi kusta dengan kondisi:
a. ENL melepuh, pecah (ulserasi), suhu tubuh tinggi, neuritis.
b. Reaksi tipe 1 disertai dengan bercak ulserasi atau neuritis.
c. Reaksi yang disertai komplikasi penyakit lain yang berat, misalnya hepatitis, DM, hipertensi, dan tukak lambung berat.
11. Prognosis Prognosis untuk vitam umumnya bonam, namun dubia ad malam pada fungsi ekstremitas, karena dapat terjadi mutilasi, demikian pula untuk kejadian berulangnya.
12. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
No comments:
Post a Comment