PANDUAN PRAKTIK KLINIS HIDRADENITIS SUPURATIF



1. Pengertian (Definisi) Hidradenitis supuratif atau disebut juga akne inversa adalah peradangan kronis dan supuratif pada kelenjar apokrin. Penyakit ini terdapat pada usia pubertas sampai usia dewasa muda. Prevalensi keseluruhan adalah sekitar 1%. Penyebab hidradenitis supuratif antara lain : Streptococcusviridans, Staphylococcus aureus, bakteri anaerob (Peptostreptococcus spesies, Bacteroides melaninogenicus, dan Bacteroides corrodens), Coryneformbacteria, dan batang Gram-negatif.


2. Anamnesis 1. Keluhan awal yang dirasakan pasien adalah gatal, eritema, dan hiperhidrosis lokal. Karena keluhan dominan adalah gatal, maka pasien biasanya tidak mencari pengobatan dan tanpa pengobatan penyakit ini dapat berkembang dan pasien merasakan nyeri di lesi. 

2. Faktor Risiko  pasien antara lain : 

a. Merokok, 

b. obesitas, 

c. Banyak berkeringat, 

d. Pemakaian deodorant, 

e. Menggunting rambut ketiak

3. Pemeriksaan Fisik 1. Ruam berupa nodus dengan tanda-tanda peradangan akut, kemudian dapat melunak menjadi abses, dan memecah membentuk fistula dan disebut hidradenitis supuratif. 

2. Pada yang menahun dapat terbentuk abses, fistel, dan sinus yang multipel. 


4. Kriteria Diagnosis Ada dua sistem klasifikasi untuk menentukan keparahan hidradenitis supuratif, yaitu dengan sistem klasifikasi Hurley dan Sartorius. 

1. Hurley mengklasifikasikan pasien menjadi tiga kelompok berdasarkan adanya dan luasnyajaringan parutdan sinus. 

a. TahapI : lesi soliter atau multipel, ditandai dengan pembentukan abses tanpa saluran sinus atau jaringan parut. 

b. Tahap II : lesi single atau multipel dengan abses berulang, ditandai dengan pembentukan saluran sinus dan jaringan parut. 

c. TahapIII : tahap yang palingparah, beberapa saluran saling berhubungan dan abses melibatkan seluruh daerah anatomi (misalnya ketiak atau pangkal paha). 

2. Skor Sartorius. 

Skor didapatkan dengan menghitung jumlah lesi kulit dan tingkat keterlibatan di setiap lokasi anatomi. Lesi yang lebih parah seperti fistula diberikan skor yang lebih tinggi dari pada lesi ringan seperti abses. Skor dari semua lokasi anatomi ditambahkan untuk mendapatkan skor total 


5. Diagnosis Kerja Hidradenitis supuratif


6. Diagnosis Banding Furunkel, karbunkel, kista epidermoid atau kista dermoid, Erisipelas, Granuloma inguinal, Lymphogranuloma venereum, Skrofuloderma. 


7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah lengkap. 


8. Penatalaksanaan 1. Pengobatan oral: 

a. Antibiotik sistemik misalnya 

1. Kombinasi rifampisin 600 mg sehari (dalam dosis tunggal atau dosis terbagi) dan klindamisin 300 mg dua kali sehari menunjukkan hasil pengobatan yang menjanjikan. 

2. Dapson dengan dosis 50- 150mg/hari sebagai monoterapi, eritromisin atau tetrasiklin 250-500 mg 4x sehari, doksisilin 100 mg 2x sehari selama 7-14 hari. 

b. Kortikosteroid sistemik : Kortikosteroid sistemik misalnya triamsinolon, prednisolon atau prednison 

2. Jika telah terbentuk abses, dilakukan insisi. 


9. Edukasi Edukasi dilakukan terhadap pasien, yaitu berupa: 

a. Mengurangi berat badan untuk pasien obesitas. 

b. Berhenti merokok. 

c. Tidak mencukur di kulit yang berjerawat karena mencukur dapat mengiritasi kulit. 

d. Menjaga kebersihan kulit 

e. Mengenakan pakaian yang longgar untuk mengurangi gesekan 

f. Mandi dengan menggunakan sabun dan antiseptik atau antiperspirant 


10. Kriteria Rujukan Pasien dirujuk apabila penyakit tidak sembuh dengan pengobatan oral atau lesi kambuh setelah dilakukan insisi dan drainase


11. Prognosis Prognosis umumnya bonam, tingkat keparahan penyakit bervariasi dari satu pasien dengan pasien lainnya


12. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.



No comments:

Post a Comment