1. Pengertian (Definisi) Vaginal discharge atau keluarnya duh tubuh dari vagina secara fisiologis yang mengalami perubahan sesuai dengan siklus menstruasi berupa cairan kental dan lengket pada seluruh siklus namun lebih cair dan bening ketika terjadi ovulasi. Masih dalam batas normal bila duh tubuh vagina lebih banyak terjadi pada saat stres, kehamilan atau aktivitas seksual. Vaginal discharge bersifat patologis bila terjadi perubahan-perubahan pada warna, konsistensi, volume, dan baunya
2. Anamnesis Biasanya terjadi pada daerah genitalia wanita yang berusia di atas 12 tahun, ditandai dengan adanya perubahan pada duh tubuh disertai salah satu atau lebih gejala rasa gatal, nyeri, disuria, nyeri panggul, perdarahan antar menstruasi atau perdarahan paska-koitus.
Faktor Risiko
Terdapat riwayat koitus dengan pasangan yang dicurigai menularkan penyakit menular seksual.
3. Pemeriksaan Fisik Penyebab discharge terbagi menjadi masalah infeksi dan non infeksi. Masalah non infeksi dapat karena benda asing, peradangan akibat alergi atau iritasi, tumor, vaginitis atropik, atau prolaps uteri, sedangkan masalah infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus seperti berikut ini:
1. Kandidiasis vaginitis, disebabkan oleh Candida albicans, duh tubuh tidak berbau, pH <4,5 , terdapat eritema vagina dan eritema satelit di luar vagina
2. Vaginosis bakterial (pertumbuhan bakteri anaerob, biasanya Gardnerella vaginalis), memperlihatkan adanya duh putih atau abu-abu yang melekat di sepanjang dinding vagina dan vulva, berbau amis dengan pH >4,5.
3. Servisitis yang disebabkan oleh chlamydia, dengan gejala inflamasi serviks yang mudah berdarah dan disertai duh mukopurulen
4. Trichomoniasis, seringkali asimtomatik, kalau bergejala, tampak duh kuning kehijauan, duh berbuih, bau amis dan pH >4,5.
5. Pelvic inflammatory disease (PID) yang disebabkan oleh chlamydia, ditandai dengan nyeri abdomen bawah, dengan atau tanpa demam. Servisitis bisa ditandai dengan kekakuan adneksa dan serviks pada nyeri angkat palpasi bimanual.
6. Liken planus
7. Gonore
8. Infeksi menular seksual lainnya
9. Atau adanya benda asing (misalnya tampon atau kondom yang terlupa diangkat)
Periksa klinis dengan seksama untuk menyingkirkan adanya kelainan patologis yang lebih serius.
4. Pemeriksaan Penunjang Swab vagina atas (high vaginal swab) tidak terlalu berarti untuk diperiksa dan tidak dapat dilakukan di Puskesmas ..........., kecuali pada keadaan keraguan menegakkan diagnosis, gejala kambuh, pengobatan gagal, atau pada saat kehamilan, postpartum, postaborsi dan postinstrumentation.
5. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan spekulum, palpasi bimanual, uji pH duh vagina dan swab (bila diperlukan).
6. Diagnosis Kerja Fluor Albus / Vaginal Discharge Non Gonore
7. Diagnosis Banding -
8. Penatalaksanaan Pasien dengan riwayat risiko rendah penyakit menular seksual dapat diobati sesuai dengan gejala dan arah diagnosisnya.
Vaginosis bakterial:
1. Metronidazol atau Klindamisin secara oral atau per vaginam.
2. Tidak perlu pemeriksaan silang dengan pasangan pria.
3. Bila sedang hamil atau menyusui gunakan metronidazol 400 mg 2x sehari untuk 5-7 hari atau pervaginam. Tidak direkomendasikan untuk minum 2 gram peroral.
4. Tidak dibutuhkan peningkatan dosis kontrasepsi hormonal bila menggunakan antibiotik yang tidak menginduksi enzim hati.
5. Pasien yang menggunakan IUD tembaga dan mengalami vaginosis bakterial dianjurkan untuk mengganti metode kontrasepsinya.
Vaginitis kandidiosis terbagi atas:
1. Infeksi tanpa komplikasi
2. Infeksi parah
3. Infeksi kambuhan
4. Dengan kehamilan
5. Dengan diabetes atau immunocompromise
Penatalaksanaan vulvovaginal kandidiosis:
1. Dapat diberikan azol antifungal oral atau pervaginam
2. Tidak perlu pemeriksaan pasangan
3. Pasien dengan vulvovaginal kandidiosis yang berulang dianjurkan untuk memperoleh pengobatan paling lama 6 bulan.
4. Pada saat kehamilan, hindari obat anti-fungi oral, dan gunakan imidazol topikal hingga 7 hari.
5. Hati-hati pada pasien pengguna kondom atau kontrasepsi lateks lainnya, bahwa penggunaan antifungi lokal dapat merusak lateks
6. Pasien pengguna kontrasepsi pil kombinasi yang mengalami vulvovaginal kandidiosis berulang, dipertimbangkan untuk menggunakan metoda kontrasepsi lainnya
Chlamydia:
Dapat diberikan Amoksisilin 500mg 3x sehari untuk 7 hari atau Eritromisin 500 mg 4x sehari untuk 7 hari.
Trikomonas vaginalis:
1. Obat minum nitromidazol (contoh metronidazol) efektif untuk mengobati trikomonas vaginalis
2. Pasangan seksual pasien trikomonas vaginalis harus diperiksa dan diobati bersama dengan pasien
3. Pasien HIV positif dengan trikomonas vaginalis lebih baik dengan regimen oral penatalaksanaan beberapa hari dibanding dosis tunggal
4. Kejadian trikomonas vaginalis seringkali berulang, namun perlu dipertimbangkan pula adanya resistensi obat
9. Edukasi 1. Pasien diberikan pemahaman tentang penyakit, penularan serta penatalaksanaan di tingkat rujukan.
2. Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama penyakit belum tuntas diobati.
10. Kriteria Rujukan Pasien dirujuk apabila:
1. Tidak terdapat fasilitas pemeriksaan untuk pasangan
2. Dibutuhkan pemeriksaan kultur kuman gonore
3. Adanya arah kegagalan pengobatan
11. Prognosis Prognosis pada umumnya dubia ad bonam. Faktor-faktor yang menentukan prognosis, antara lain:
1. Prognosis lebih buruk apabila adanya gejala radang panggul.
2. Prognosis lebih baik apabila mampu memelihara kebersihan diri (hindari penggunaan antiseptik vagina yang malah membuat iritasi dinding vagina).
12. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
No comments:
Post a Comment