PANDUAN PRAKTIK KLINIS FILARIASIS

1. Pengertian (Definisi) Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa

pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. 

Penyakit kaki gajah disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu: Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.


2. Anamnesis 1. Pasien mengeluh demam berulang ulang selama 3-5 hari. demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat.

2. Selain itu, pasien juga mengeluh pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadentitis) yang tampak kemerahan, panas, dan sakit.


3. Pemeriksaan Fisik Gejala kronis filariasis berupa: 

1. Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti) yang disebabkan oleh adanya cacing dewasa pada sistem limfatik dan oleh reaksi hiperresponsif berupa occult filariasis.

2. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (retrograde lymphangitis).

3. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.

4. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (Early Imphodema).


1. Masa prepaten, yaitu masa antara masuknya larva infektif hingga terjadinya mikrofilaremia berkisar antara 37 bulan. Hanya sebagian saja dari penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik ini pun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimptomatik amikrofilaremik dan asimptomatik mikrofilaremik.

2. Masa inkubasi, masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya gejala klinis berkisar antara 8 – 16 bulan.

3. Gejala klinik akut merupakan limfadenitis dan limfangitis disertai panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut dapat amikrofilaremik maupun mikrofilaremik.

4. Gejala menahun, terjadi 10 – 15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan adenolimfangitis masih dapat terjadi. Gejala menahun ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya.


4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah tepi terdapat leukositosis dengan eosinophilia sampai 10-30% dengan pemeriksaan sediaan darah jari yang diambil mulai pukul 20.00 waktu setempat.


5. Kriteria Diagnosis 1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang identifikasi mikrofilaria. 

2. Didaerah endemis, bila ditemukan adanya limfedema di daerah ekstremitas disertai dengan kelainan genital laki-laki pada penderita dengan usia lebih dari 15 tahun, bila tidak ada sebab lain seperti trauma atau gagal jantung kongestif kemungkinan filariasis sangat tinggi.


6. Diagnosis Kerja Filariasis 


7. Diagnosis Banding 1. Infeksi bakteri, tromboflebitis atau trauma dapat mengacaukan adenolimfadenitis filariasis akut

2. Tuberkulosis, lepra, sarkoidosis dan penyakit sistemik granulomatous lainnya.


8. Penatalaksanaan 1. Obat anti filaria adalah Diethyl carbamazine citrate (DEC) (obat ini bermanfaat apabila diberikan pada fase akut yaitu ketika pasien mengalami limfangitis).

2. DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa. Ivermektin merupakan antimikrofilaria yang kuat, tetapi tidak memiliki efek makrofilarisida.

3. Dosis DEC 6 mg/kgBB, 3 dosis/hari setelah makan, selama 12 hari, pada Tropical Pulmonary Eosinophylia (TPE) pengobatan diberikan selama tiga minggu.

4. Pemberian antibiotik dan/atau antijamur akan mengurangi serangan berulang, sehingga mencegah terjadinya limfedema kronis.

9. Antihistamin dan kortikosteroid diperlukan untuk mengatasi efek samping pengobatan. Analgetik dapat diberikan bila diperlukan.

10. Pengobatan operatif, kadang-kadang hidrokel kronik memerlukan tindakan operatif, demikian pula pada chyluria yang tidak membaik dengan terapi konservatif.


9. Edukasi Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit filariasis terutama dampak akibat penyakit dan cara penularannya. Pasien dan keluarga juga harus memahami pencegahan dan pengendalian penyakit menular ini melalui:

a. Pemberantasan nyamuk dewasa

b. Pemberantasan jentik nyamuk

c. Mencegah gigitan nyamuk

10. Kriteria Rujukan Pasien dirujuk bila dibutuhkan pengobatan operatif atau bila gejala tidak membaik dengan pengobatan konservatif.


11. Prognosis Prognosis pada umumnya tidak mengancam jiwa. Quo ad fungsionam adalah dubia ad bonam, sedangkan quo ad sanationam adalah malam


12. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.



No comments:

Post a Comment