PANDUAN PRAKTIK KLINIS EPISKLERITIS

 1. Pengertian (Definisi) Episkleritis merupakan reaksi radang pada episklera, yaitu jaringan ikat vaskular yang terletak di antara konjungtiva dan permukaan sklera. Penyakit ini termasuk dalam kelompok “mata merah dengan penglihatan normal”.

2. Anamnesis 1. Mata merah merupakan gejala utama atau satu-satunya 

2. Tidak ada gangguan dalam ketajaman penglihatan 

3. Keluhan penyerta lain, misalnya: rasa kering, nyeri, mengganjal, atau berair. Keluhan-keluhan tersebut bersifat ringan dan tidak mengganggu aktifitas sehari-hari. Bila keluhan dirasakan amat parah, maka perlu dipikirkan diagnosis lain 

4. Keluhan biasanya mengenai satu mata dan dapat berulang pada mata yang sama atau bergantian 

5. Keluhan biasanya bersifat akut, namun dapat pula berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan

6. Dapat ditemukan gejala-gejala terkait penyakit dasar, di antaranya: tuberkulosis, reumatoid artritis, SLE, alergi (misal: eritema nodosum), atau dermatitis kontak

3. Pemeriksaan Fisik Episkleritis terbagi menjadi dua tipe, yaitu nodular dan simpel. Secara umum, tanda dari episkleritis adalah:

1. Kemerahan hanya melibatkan satu bagian dari area episklera. Pada penyinaran dengan senter, tampak warna pink seperti daging salmon, sedangkan pada skleritis warnanya lebih gelap dan keunguan. 

2. Kemerahan pada episkleritis disebabkan oleh kongesti pleksus episklera superfisial dan konjungtival, yang letaknya di atas dan terpisah dari lapisan sklera dan pleksus episklera profunda di dalamnya. Dengan demikian, pada episkleritis, penetesan Fenil Efedrin 2,5% akan mengecilkan kongesti dan mengurangi kemerahan; sesuatu yang tidak terjadi pada skleritis. 

3. Pada episkleritis nodular, ditemukan nodul kemerahan berbatas tegas di bawah konjungtiva. Nodul dapat digerakkan. Bila nodul ditekan dengan kapas atau melalui kelopak mata yang dipejamkan di atasnya, akan timbul rasa sakit yang menjalar ke sekitar mata. 

4. Hasil pemeriksaan visus dalam batas normal. 

5. Dapat ditemukan mata yang berair, dengan sekret yang jernih dan encer. Bila sekret tebal, kental, dan berair, perlu dipikirkan diagnosis lain.  

6. Pemeriksaan status generalis harus dilakukan untuk memastikan tandatanda penyakit sistemik yang mungkin mendasari timbulnya episkleritis, seperti tuberkulosis, reumatoid artritis, SLE, eritema nodosum, dermatitis kontak. Kelainan sistemik umumnya lebih sering menimbulkan episkleritis nodular daripada simpel. 


 

4. Pemeriksaan Penunjang Cara membedakan episkleritis dengan skleritis adalah dengan melakukan tes Fenil Efrin 2,5% (tetes mata), yang merupakan vasokonstriktor. Pada episkleritis, penetesan Fenil Efrin 2,5% akan mengecilkan kongesti dan mengurangi kemerahan (blanching / memucat); sedangkan pada skleritis kemerahan menetap.  

Tes ini tidak dapat dilakukan di Puskesmas .............. 

5. Kriteria Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis sebagaimana dijelaskan dalam bagian sebelumnya

6. Diagnosis Kerja Episkleritis


7. Diagnosis Banding 1. Konjungtivitis

2. Skleritis

8. Penatalaksanaan 1. Non-medikamentosa

a. Bila terdapat riwayat yang jelas mengenai paparan zat eksogen, misalnya alergen atau iritan, maka perlu dilakukan avoidance untuk mengurangi progresifitas gejala dan mencegah rekurensi. 

b. Bila terdapat gejala sensitifitas terhadap cahaya, penggunaan kacamata hitam dapat membantu.

2. Medikamentosa 

a. Episkleritis simpel biasanya tidak membutuhkan pengobatan khusus. 

b. Gejala ringan hingga sedang dapat diatasi dengan tetes air mata buatan. 

c. Gejala berat atau yang memanjang dan episkleritis nodular dapat diatasi dengan tetes mata kortikosteroid,  

d. Episkleritis nodular yang tidak membaik dengan obat topikal, dapat diberikan anti-inflamasi non-steroid (NSAID), misalnya Ibuprofen

9. Edukasi Dokter perlu memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya, serta memberikan reassurance dan informasi yang relevan, di antaranya tentang natur penyakit yang ringan, umumnya selflimited, dan hal-hal yang pasien dapat lakukan untuk menyembuhkan penyakitnya.

10. Kriteria Rujukan -

11. Prognosis 1. Ad vitam  : Bonam 

2. Ad functionam : Bonam 

3. Ad sanationam : Dubia ad bonam

12. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.



No comments:

Post a Comment