PANDUAN PRAKTIK KLINIS DERMATITIS NUMULARIS

1. Pengertian (Definisi) Dermatitis Numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata uang (koin) atau lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing/madidans).


2. Anamnesis 1. Pasien biasanya mengeluh terdapat bercak merah yang basah pada predileksi tertentu dan sangat gatal.  Keluhan hilang timbul dan sering kambuh

2. Pasien biasanya memiliki faktor risiko antara lain : 

a. Pria, usia 55-65 tahun (pada wanita 15-25 tahun),

b. Riwayat trauma fisis dan kimiawi (fenomena Kobner: gambaran lesi yang mirip dengan lesi utama),

c. Riwayat dermatitis kontak alergi, 

d. Riwayat dermatitis atopik pada kasus dermatitis numularis anak, 

e. Stress emosional,

f. Kerap mengonsumsi minuman yang mengandung alkohol,

g. Lingkungan dengan kelembaban rendah, 

h. Riwayat infeksi kulit sebelumnya

3. Pemeriksaan Fisik 1. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3 – 1 cm), berbentuk uang logam, eritematosa, sedikit edema, dan berbatas tegas. 

2. Tanda eksudasi karena vesikel mudah pecah, kemudian mengering menjadi krusta kekuningan. 

3. Jumlah lesi dapat satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral, atau simetris, dengan ukuran yang bervariasi. 

4. Tempat predileksi terutama di tungkai bawah, badan, lengan, termasuk punggung tangan. 


5. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan  anamnesis dan pemeriksaan fisik. 


6. Diagnosis Kerja Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik


7. Diagnosis Banding

Dermatitis kontak, Dermatitis atopi, Neurodermatitis sirkumskripta, Dermatomikosis


8. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang khusus untuk kasus ini 


9. Penatalaksanaan 1. Terapi topikal dengan kortikosteroid topikal: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid krim 0,025%) selama maksimal 2 minggu. 

2. Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%). 

3. Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal atau sistemik bila lesi meluas. 

4. Oral sistemik 

a. Antihistamin sedatif: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama maksimal 2 minggu atau setirizin 1 x 10 mg per hari selama maksimal 2 minggu. 

b. Antihistamin non sedatif: loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu. 

5. Jika ada infeksi bakteri dapat diberikan antibiotik topikal atau antibiotik sistemik bila lesi luas 


10. Edukasi 1. Pasien disarankan untuk menghindari faktor yang mungkin memprovokasi seperti stres dan fokus infeksi di organ lain.

2. Memberikan edukasi bahwa kelainan bersifat kronis dan berulang sehingga penting untuk pemberian obat topikal rumatan.

3. Mencegah terjadinya infeksi sebagai faktor risiko terjadinya relaps.


11. Kriteria Rujukan 1. Apabila kelainan tidak membaik dengan pengobatan topical standar.

2. Apabila diduga terdapat faktor penyulit lain, misalnya fokus infeksi pada organ lain, maka konsultasi danatau disertai rujukan kepada dokter spesialis terkait (contoh: gigi mulut, THT, obgyn, dan lain-lain) untuk penatalaksanaan fokus infeksi tersebut. 


12. Prognosis Prognosis pada umumnya bonam apabila kelainan ringan tanpa penyulit, dapat sembuh tanpa komplikasi, namun bila kelainan berat dan dengan penyulit prognosis menjadi dubia ad bonam


13. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.


No comments:

Post a Comment