PANDUAN PRAKTIK KLINIS DERMATITIS KONTAK ALERGIKA

1. Pengertian (Definisi) Dermatisis kontak alergik (DKA) adalah reaksi peradangan kulit imunologik karena reaksi hipersensitivitas. Kerusakan kulit terjadi didahului oleh proses sensitisasi berupa alergen (fase sensitisasi) yang umumnya berlangsung 2-3 minggu. Bila terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa, periode hingga terjadinya gejala klinis umumnya 24-48 jam (fase elisitasi). Alergen paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da. DKA terjadi dipengaruhi oleh adanya sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. 

2. Anamnesis Keluhan kelainan kulit berupa gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Keluhan dapat disertai timbulnya bercak kemerahan. Hal yang penting ditanyakan adalah riwayat kontak dengan bahan-bahan yang berhubungan dengan riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetik, bahan-bahan yang dapat menimbulkan alergi, serta riwayat alergi di keluarga 


Faktor Risiko

1. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan alergen.

2. Riwayat kontak dengan bahan alergen pada waktu tertentu.

3. Riwayat dermatitis atopik atau riwayat atopi pada diri dan keluarga 

3. Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis

Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya tergantung pada kondisi akut atau kronis. Lokasi dan pola kelainan kulit penting diketahui untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebabnya, seperti di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan seterusnya. 


Faktor Predisposisi

Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat alergen. 

4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. 

5. Diagnosis Kerja Dermatitis Kontak Alergika

6. Diagnosis Banding Dermatitis kontak iritan

7. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan  


8. Penatalaksanaan 1. Keluhan diberikan farmakoterapi berupa:

a. Topikal (2 kali sehari)

Hidrokortison cream 

Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%).

Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal.

b. Oral sistemik

Cetirizin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu. 

Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.

2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-bahan yang bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak alergen saat bekerja. 

9. Edukasi 1. Konseling untuk menghindari bahan alergen di rumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

2. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot.

3. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja.

10. Kriteria Rujukan 1. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test.

2. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu setelah pengobatan standar dan sudah menghindari kontak. 

11. Prognosis Prognosis pada umumnya bonam, sedangkan quo ad sanationam adalah dubia ad malam (bila sulit menghindari kontak dan dapat menjadi kronis).

12. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.



No comments:

Post a Comment