PANDUAN PRAKTIK KLINIS DERMATITIS KONTAK IRITAN

1. Pengertian (Definisi) Dermatisis kontak iritan (DKI) adalah reaksi peradangan kulit nonimunologik. Kerusakan kulit terjadi secara langsung tanpa didahului oleh proses sensitisasi.


2. Anamnesis 1. Pasien mengeluhkan perasaan gatal dan timbulnya bercak kemerahan pada daerah yang terkena kontak bahan iritan. Kadang-kadang diikuti oleh rasa pedih, panas, dan terbakar. 

2.  Pasien memiliki faktor risiko antara lain : 

a. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan iritan 

b. Riwayat kontak dengan bahan iritan pada waktu tertentu 

c. Pasien bekerja sebagai tukang cuci, juru masak, kuli bangunan, montir, penata rambut 

d. Riwayat dermatitis atopik 

3. Pemeriksaan Fisik Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya, tergantung pada kondisi akut atau kronis

1. Pada DKI akut Lesi berupa: eritema, edema, bula, kadang disertai nekrosis. Tepi kelainan kulit berbatas tegas dan pada umumnya asimetris.

2. Pada DKI akut lambat :  terlihat eritema, dan pada sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis. 

3. Pada DKI akumulatif/ DKI Kronis :  Kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus-menerus dengan deterjen. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur). Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita 

4. Pada reaksi Iritan :  kelainan kulit monomorfik (efloresensi tunggal) dapat berupa eritema, skuama, vesikel, pustul, dan erosi. 

5. Pada DKI Traumatik :  Gejala seperti dermatitis numularis (lesi akut dan basah). 

6. Pada DKI non Eritematosa : ditandai dengan perubahan fungsi sawar stratum korneum, hanya ditandai oleh skuamasi ringan tanpa disertai kelainan klinis lain. 

7. Pada DKI Subyektif : Tidak terlihat adanya lesi, namun pasien mengeluhkan rasa panas dan gatal. 


4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik


5. Diagnosis Kerja Diagnosis kerja ditegakkan jika pada anamnesis ditemukan gejala subyektif berupa gatal, panas, perih dan pada gejala obyektif ditemukan lesi yang diduga kuat bersumber dari bahan-bahan yang bersifat iritan. 


6. Diagnosis Banding Dermatitis Kontak Alergi 


7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan dalam kasus ini. 


8. Penatalaksanaan 1. Keluhan dapat diatasi dengan pemberian farmakoterapi, berupa: 

a. Topikal (2 kali sehari) 

i. Pada kasus DKI kumulatif dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason valerat krim 0,1% atau mometason furoat krim 0,1%). 

ii. Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal. 

b. Oral sistemik 

i. Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu 


9. Edukasi a. Konseling untuk menghindari bahan iritan di rumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga. 

b. Edukasi untuk menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot. 

c. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja 

d. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan bahan yang bersifat iritan, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan ffisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab, serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak iritan saat bekerja.


10. Kriteria Rujukan 1. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test

2. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan standar dan sudah menghindari kontak.


11. Prognosis Prognosis pada umumnya bonam. Pada kasus DKI akut dan bias menghindari kontak, prognosisnya adalah bonam (sembuh tanpa komplikasi). Pada kasus kumulatif dan tidak bisa menghindari kontak, prognosisnya adalah dubia


12. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.



No comments:

Post a Comment