Pelayanan Kesehatan Usia Dewasa
Selain pelayanan yang memiliki prinsip yang sama antara usia dewasa dan lanjut usia di bagian sebelumnya, terdapat pelayanan yang khusus ditujukan bagi usia dewasa yang masih produktif, yaitu:
Pelayanan Usia Dewasa Sasaran
Masalah Kesehatan Pelayanan Kesehatan Unit Pemberi Pelayanan Puskesmas (Kecamatan) Pustu (Desa/ Kelurahan) Posyandu (Dusun/RT/RW) Kunjungan Rumah (Rumah/ Masyarakat) Gangguan mental emosional dan depresi pada usia dewasa,, Masalah Kesehatan Reproduksi Pelayanan Kesehatan reproduksi bagi Calon pengantin •
KIE Kesehatan reproduksi •
Pemeriksaan Kesehatan minimal pemeriksaan anemia
dan
status gizi • Konseling •
Tatalaksana sesuai
temuan medis Skrining layak hamil (1x/ tahun) •
Pemeriksaan kesehatan catin dan pasangan usia subur •
Tatalaksana sesuai
temuan medis •
Perencanaan kehamilan sehat Skrining layak hamil Skrining layak hamil (kuesioner aplikasi) - Skrining status imunisasi tetanus bagi usia dewasa •
Edukasi dan layanan imunisasi tetanus Edukasi dan layanan imunisasi tetanus Edukasi dan layanan imunisasi tetanus Edukasi dan layanan imunisasi tetanus Pelayanan KB Pil, suntik, kondom, implant, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan Metode Operasi Pria (MOP)* Pil, suntik, kondom, implant dan AKDR Pil, suntik, kondom Edukasi dan mobilisasi Pelayanan penyakit akibat kerja •
Penegakkan diagnosis • Tata laksana • Rujukan
a. Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi calon pengantin (Catin)
1) Sasaran: Seluruh calon pengantin (catin) laki-laki dan perempuan
2) Frekuensi: 1x sebelum pernikahan, dilaksanakan di Puskesmas
oleh tenaga kesehatan.
3) Metode: Pada saat melakukan pendaftaran catin sudah diminta untuk mengunduh Aplikasi Kescatin dan melakukan skrining layak hamil secara mandiri menggunakan aplikasi tersebut.
4) Selanjutnya Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan reproduksi bagi catin sebagai berikut:
a) Komunikasi, informasi, edukasi (KIE) kesehatan reproduksi calon pengantin (bagi yang belum mendapatkan bimbingan perkawinan)
b) Pemeriksaan kesehatan bagi calon pengantin
c) Pemeriksaan kesehatan minimal bagi catin meliputi: anamnesa; pemeriksaan fisik secara umum termasuk status gizi (penentuan IMT dan pemeriksaan Lingkar Lengan Atas (LiLA) bagi catin perempuan) skrining anemia, skrining kesehatan jiwa. Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan atas indikasi seperti Talasemia, TBC, HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dll).
d) Skrining status imunisasi T pada WUS, WUS perlu mendapatkan imunisasi yang mengandung tetanus toxoid untuk mencegah dan melindungi diri terhadap penyakit tetanus. Setiap WUS diharapkan mencapai status imunisasi T5. Skrining status imunisasi T dengan melihat riwayat imunisasi Tetanus yang didapat pada saat bayi, baduta, anak usia sekolah. Skrining dan pemberian imunisasi Tetanus mengacu pada Pedoman Tetanus bagi WUS dan Ibu Hamil.
e) Intervensi lanjut: Pemberian surat keterangan telah melakukan pemeriksaan kesehatan, konseling dan tatalaksana sesuai dengan hasil temuan medis.
b. Skrining Layak Hamil bagi Pasangan Usia Subur (PUS)
1) Sasaran: Untuk usia dewasa yang sudah menikah (PUS)
2) Tempat pelaksanaan skrining: Skrining layak hamil berupa pemeriksaan kesehatan terbatas Pasangan Usia Subur (PUS) di Pustu, dan pemeriksaan kesehatan secara lengkap di Puskesmas oleh tenaga Kesehatan. Pelaksanaan dan tindak lanjut skrining layak hamil dapat dilaksanakan secara terpadu dengan program lain, seperti: program gizi, penyakit menular (TBC, HIV, Sifilis dan Hepatitis B dll), penyakit tidak menular (Hipertensi, Diabetes Melitus, Talasemia dll), dan pelayanan kejiwaan.
3) Metode: Skrining layak hamil dapat dilakukan secara mandiri oleh pasangan usia subur maupun dibantu oleh kader saat kegiatan Posyandu, sehingga dapat diketahui status kesehatannya apakah dapat menjalani kehamilan secara sehat atau layak untuk menjalani kehamilan. Skrining dilaksanakan menggunakan aplikasi kescatin yang hasilnya kemudian diverifikasi dan ditindak lanjuti oleh petugas kesehatan atau manual dengan menggunakan formulir skrining layak hamil.
4) Interpretasi hasil: Skrining dilakukan untuk mengetahui kelayakan kondisi kesehatan Pasangan Usia Subur (PUS) sehingga dapat merencanakan kehamilan sehat. Bagi yang tidak layak hamil atau berisiko dipastikan untuk menggunakan kontrasepsi untuk menghindari kehamilan tidak diinginkan dan kehamilan risiko tinggi, disamping dilakukan tatalaksana terkait masalah kesehatannya.
5) Pasangan Usia Subur (PUS) memiliki kondisi ideal untuk hamil dengan kriteria:
a) Usia 20-35 tahun
b) Jumlah anak kurang dari 3 orang
c) Jarak kehamilan lebih dari 2 tahun
d) Status gizi normal (IMT 18,5-24,9), Lingkar Lengan Atas (LiLA) lebih dari 23,5
e) Tidak memiliki riwayat kehamilan dengan komplikasi/ penyulit. Jika memiliki riwayat komplikasi pada kehamilan sebelumnya, periksa terlebih dahulu ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
f) Tidak memiliki permasalahan kesehatan. Jika memiliki permasalahan kesehatan, dianjurkan untuk mendapatkan intervensi dan tatalaksana terlebih dahulu.
6) Kondisi kesehatan yang perlu diperhatikan:
a) Kadar Hb
b) Penyakit menular (HIV, Sifilis, Hepatitis, TB, Malaria,
Kecacingan)
c) Penyakit tidak menular (Kanker, Hipertensi, DM, Jantung, Kanker, Autoimun)
d) Penyakit genetik (Thalasemia, Hemofilia).
e) Masalah Kesehatan Jiwa
f) Merokok/terpapar asap rokok
7) Intervensi lanjut dan tatalaksana sesuai hasil skrining layak hamil:
a) Di Pustu:
a) PUS Layak hamil: konseling perencanaan kehamilan sehat.
a) Bagi yang berencana hamil dan ingin mengetahui kondisi kesehatannya lebih lanjut dapat disarankan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di Puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
b) Bagi yang tidak berencana hamil belum menggunakan KB: diberikan edukasi dan pelayanan untuk menggunakan kontrasepsi.
c) Bagi yang tidak berencana hamil sudah menggunakan KB: mempertahankan penggunaan KB
b) PUS dapat hamil dengan pengawasan: rujuk ke puskesmas untuk mendapatkan tatalaksana, konseling dan perencanaan kehamilan
c) PUS tidak layak hamil: konseling, tatalaksana, dan pemasangan kontrasepsi
a) PUS 4T sudah menggunakan KB: mempertahankan penggunaan KB
b) PUS 4T belum menggunakan KB: diberikan edukasi dan pelayanan untuk menggunakan kontrasepsi
c) PUS ALKI (Anemia, Lila< 23,5 cm, mempunyai penyakit Kronis dan Infeksi menular Seksual) sudah menggunakan KB: mempertahankan penggunaan KB
d) PUS ALKI belum menggunakan KB: diberikan edukasi dan pelayanan untuk menggunakan kontrasepsi, serta dirujuk untuk mendapatkan tatalaksana sampai kondisi kesehatannya sembuh atau terkontrol.
b) Di Puskesmas
a) PUS Layak hamil: konseling perencanaan kehamilan sehat.
b) Bagi yang berencana hamil dan ingin mengetahui kondisi kesehatannya lebih lanjut dapat dilakukan pemeriksaan kesehatan secara lengkap.
c) Bagi yang tidak berencana hamil belum menggunakan KB: diberikan edukasi dan pelayanan untuk menggunakan kontrasepsi.
d) Bagi yang tidak berencana hamil sudah menggunakan KB: mempertahankan penggunaan KB
a) PUS dapat hamil dengan pengawasan: dilakukan tatalaksana, konseling dan perencanaan kehamilan
b) PUS tidak layak hamil: konseling; tatalaksana dan pemasangan kontrasepsi
e) PUS 4T sudah menggunakan KB: mempertahankan penggunaan KB
f) PUS 4T belum menggunakan KB: diberikan edukasi dan pelayanan untuk menggunakan kontrasepsi
g) PUS ALKI sudah menggunakan KB: mempertahankan penggunaan KB
h) PUS ALKI belum menggunakan KB: diberikan edukasi dan pelayanan untuk menggunakan kontrasepsi, serta tatalaksana sampai kondisi kesehatannya sembuh atau terkontrol.
c. Pelayanan KB
1) Pelayanan kontrasepsi merupakan komponen utama program KB dengan fungsi memberikan pelayanan konseling dan pemakaian kontrasepsi. Pelayanan kontrasepsi yang aman dan bermutu perlu memenuhi kriteria berikut:
a) Diberikan oleh tenaga kesehatan terampil yang memiliki standar kompetensi;
b) Memberikan pelayanan konseling informasi tentang manfaat kontrasepsi, kemungkinan gejala efek samping dan cara mengatasi serta pilihan kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan kesehatan ibu;
c) Menyediakan pilihan kontrasepsi dan mampu melakukan fasilitasi rujukan efektif ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi sesuai kebutuhan kesehatan ibu.
2) Pelayanan kontrasepsi dilakukan secara berkesinambungan mulai dari pra pelayanan, pelayanan kontrasepsi dan pasca pelayanan.
a) Pra pelayanan dilakukan pemberian komunikasi, informasi dan edukasi, pelayanan konseling, penapisan kelayakan medis dan permintaan persetujuan tindakan tenaga kesehatan. Konseling yang diberikan meliputi manfaat, kesesuaian alat kontrasepsi, kemungkinan gejala efek samping dan cara-cara mengatasi serta alternatif pilihan alat kontrasepsi. Prinsip konseling membuat ibu mampu memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan mereka.
b) Pelayanan kontrasepsi adalah pemberian kondom, pil, suntik, pemasangan atau pencabutan implant, pemasangan atau pencabutan AKDR, pelayanan vasektomi tanpa pisau (VTP). Pelayanan kontrasepsi dapat dilakukan pada masa interval, paska persalinan, paska keguguran dan pelayanan kontrasepsi darurat. Pelayanan KB pada paska persalinan dan paska keguguran bekerjasama dengan klaster 2.
c) Paska pelayanan kontrasepsi meliputi pemberian konseling dan pelayanan medis/rujukan bila diperlukan setelah dilakukan pelayanan kontrasepsi.
3) Pelayanan kontrasepsi dapat dilakukan di:
a) Posyandu: Pil, suntik dan kondom.
b) Pustu: Pil, suntik, kondom, implant dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
c) Puskesmas: Pil, suntik, kondom, implant dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan Metode Operasi Pria (MOP) berupa vasektomi tanpa pisau (VTP).
4) Kader dapat membantu petugas kesehatan dalam memberikan edukasi dan mobilisasi (misalnya pemberian kondom).
d. Pelayanan Penyakit Akibat Kerja
1) Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.
2) Sasaran adalah seluruh pekerja sektor formal dan informal yang telah didiagnosis klinis penyakit yang dicurigai ada hubungannya dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya
3) Tempat pelayanan:
a) Penyakit akibat kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan tertentu yang dapat ditegakkan di FKTP, termasuk gangguan atau penyakit yang disebabkan oleh kecelakaan kerja.
b) Penyakit Akibat Kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan tertentu merupakan Penyakit Akibat Kerja yang sudah ditetapkan daftar diagnosisnya (Tabel 4) dan langsung dapat ditegakkan di Puskesmas/FKTP dan/atau Rumash Sakit oleh dokter atau dokter spesialis yang berkompeten di bidang tata laksana penyakit akibat kerja sesuai dengan kewenangan masing-masing dan ketentuan perundang-undangan
4) Metode Penegakan Diagnosis
Dilaksanakan dengan pendekatan 7 (tujuh) langkah yang meliputi:
a) Penentuan diagnosis klinis
b) Penentuan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja
c) Penentuan hubungan antara pajanan dengan diagnosis klinis
d) Penentuan besarnya pejanan selama ditempat kerja
e) Penentuan fasktor individu yang berperan
f) Penentuan faktor lain di luar tempat kerja
g) Penetapan diagnosis Penyakit akibat Kerja
5) Interpretasi hasil
Kategori penetapan diagnosis penyakit akibat kerja terdiri dari:
a) Penyakit Akibat Kerja yang spesifik pada jenis pekerjaan
tertentu; dan
b) Dugaan Penyakit Akibat Kerja
c) Dugaan Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang diduga disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.
6) Tata Laksana
Tata laksana Penyakit Akibat Kerja dilakukan sesuai dengan kebutuhan medis, yang meliputi:
a) tata laksana medis; dan
b) tata laksana okupasi baik untuk individu maupun komunitas.
7) Rujukan
Apabila Fasilitas Pelayanan Kesehatan tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan wajib merujuk ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang memiliki kompetensi sesuai sistem rujukan.
8) Intervensi lanjut
Untuk Penegakan diagnosis Penyakit Akibat Kerja pada dugaan Penyakit Akibat Kerja dilakukan di Rumah sakit.
No comments:
Post a Comment