B.Pelayanan kefarmasian;
Penyelenggaraan
Pelayanan Kefarmasian mengatur tentang Pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP) dan Pelayanan Farmasi Klinis. Tujuan dari pengaturan
tersebut untuk a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; b. menjamin
kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; c. melindungi pasien dan masyarakat
dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien.
1.Pengelolaan
Sediaan Farmasi dan BMHP
a.Perencanaan
Perencanaan kebutuhan
sediaan farmasi dan BMHP di puskesmas setiap periode, dilaksanakan oleh
apoteker atau tenaga teknis kefarmasian (TTK) pengelola ruang farmasi.
Perencanaan obat yang baik dapat mencegah kekurangan/kekosongan atau kelebihan
stok obat dan menjaga ketersediaan obat di puskesmas.
Perencanaan merupakan
proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai untuk
menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas
1)Tujuan perencanaan
adalah untuk mendapatkan:
a)perkiraan jenis dan
jumlah Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati kebutuhan;
b)meningkatkan
penggunaan Obat secara rasional; dan
c)meningkatkan
efisiensi penggunaan Obat
2)Proses seleksi
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
3)Dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Sediaan Farmasi periode
sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan. Proses
seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi
ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter,
dokter gigi, bidan, dan perawat, serta penanggung jawab klaster dan lintas
klaster yang berkaitan dengan pengobatan.
4)Proses perencanaan
kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun
5)Dilakukan secara
berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian Obat
dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
6)Selanjutnya Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan
Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang
tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari
stok berlebih.
7)Perhitungan kebutuhan
obat untuk satu periode dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan
atau metode morbiditas.
Pengadaan obat di
puskesmas, dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melakukan permintaan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota dan pengadaan mandiri (pembelian).
1)Permintaan
Sumber penyediaan obat
di puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Obat yang disediakan
di Puskesmas harus sesuai dengan Formularium Nasional (FORNAS), Formularium
Kabupaten/Kota dan Formularium Puskesmas. Permintaan obat puskesmas diajukan
oleh kepala puskesmas kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan format LPLPO. Permintaan obat dari sub unit ke kepala puskesmas
dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub unit.
2)Pengadaan mandiri
(pembelian)
Pengadaan obat secara
mandiri oleh Puskesmas dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c.Penerimaan
1)Penerimaan sediaan
farmasi dan BMHP dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) dan sumber lainnya
merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh apoteker atau tenaga teknis
kefarmasian (TTK) penanggungjawab ruang farmasi di puskesmas. Apoteker dan TTK
penanggungjawab ruang Farmasi bertanggungjawab untuk memeriksa kesesuaian
jenis, jumlah dan mutu obat pada dokumen penerimaan.
2)Pemeriksaan mutu
meliputi pemeriksaan label, kemasan dan jika diperlukan bentuk fisik obat.
Setiap obat yang diterima harus dicatat jenis, jumlah dan tanggal
kedaluwarsanya dalam buku penerimaan dan kartu stok obat.
d.Penyimpanan
1)Penyimpanan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan pengaturan
terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari
kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan.
2)Tujuan penyimpanan
adalah untuk memelihara mutu sediaan
farmasi,menghindaripenggunaanyangtidakbertanggungjawab, menjaga ketersediaan,
serta memudahkan pencarian dan pengawasan.
3)Aspek umum yang perlu
diperhatikan pada penyimpanan:
a.Persediaan obat dan BMHP puskesmas disimpan
di gudang obat yang dilengkapi lemari dan rak –rak penyimpanan obat.
b.Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan harus
dapat menjamin kestabilan obat.
c.Sediaan farmasi dalam jumlah besar (bulk)
disimpan diatas pallet, teratur dengan memperhatikan tanda-tanda khusus.
d.Penyimpanan sesuai alfabet atau kelas terapi
dengan sistem, First Expired First Out (FEFO), high alert (LASA) dan life
saving (obat emergensi).
e.Sediaan psikotropika dan narkotika disimpan
dalam lemari terkunci dan kuncinya dipegang oleh apoteker atau tenaga teknis
kefarmasian yang dikuasakan.
f.Sediaan farmasi dan BMHP yang mudah terbakar,
disimpan di tempat khusus dan terpisah dari obat lain. Contoh: alkohol, chlor
etil dan lain-lain.
g.Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan
obat tertentu yang disertai dengan alat pemantau dan kartu suhu yang diisi
setiap harinya.
h.Jika terjadi pemadaman listrik, dilakukan
tindakan pengamanan terhadap obat yang disimpan pada suhu dingin. Sedapat
mungkin, tempat penyimpanan obat termasuk dalam prioritas yang mendapatkan
listrik cadangan (genset).
i.Obat yang mendekati kedaluwarsa (3 sampai 6
bulan sebelum tanggal kedaluwarsa tergantung kebijakan puskesmas) diberikan
penandaan khusus dan diletakkan ditempat yang mudah terlihat agar bisa
digunakan terlebih dahulu sebelum tiba masa kedaluwarsa
j.Inspeksi/pemantauan secara berkala terhadap
tempat penyimpanan obat
4)Aspek khusus yang
perlu diperhatikan:
a)Obat
High Alert
High Alert adalah obat
yang perlu diwaspadai karena menyebabkan terjadinya kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event) dan berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan
(adverse outcome).
Obat yang perlu
diwaspadai terdiri atas:
(1)Obat risiko tinggi,
yaitu obat yang bila terjadi kesalahan dapat mengakibatkan kematian dan
kecacatan seperti insulin, atau obat antidiabetik oral
(2)Obat dengan nama,
kemasan, label, penggunaan klinik/ kelihatan sama (look alike) dan bunyi ucapan
sama (sound alike) biasa disebut LASA atau disebut juga Nama Obat dan Rupa
Ucapan Mirip (NORUM). Contoh Tetrasiklin dan Tetrakain
(3)Elektrolit
konsentrat seperti natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% atau
magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40% atau lebih
b)Obat
Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Tempat penyimpanan
narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi wajib menjamin, keamanan,
khasiat, dan mutu.
Tempat penyimpanan
narkotika, psikotropika berupa lemari khusus dengan persyaratan:
(1)terbuat dari bahan
yang kuat;
(2)tidak mudah
dipindahkan dan mempunyai 2 (dua)
(3)buah kunci yang
berbeda, satu kunci dipegang apoteker penanggung jawab, satu kunci lainnya
dipegang oleh tenaga teknis kefarmasian/ tenaga Kesehatan lain yang dikuasakan.
(4)Apabila apoteker
penanggung jawab berhalangan hadir dapat menguasakan kunci kepada tenaga
kefarmasian/ tenaga kesehatan lain
(5)diletakkan di tempat
yang aman dan tidak terlihat oleh umum, dan kunci lemari khusus dikuasai oleh
apoteker penanggung jawab/apoteker
c)Obat
Kegawatdaruratan Medis
(1)Penyimpanan obat
kegawatdaruratan medis harus diperhatikan dari sisi kemudahan, ketepatan dan
kecepatan reaksi bila terjadi kegawatdaruratan. Obat kegawatdaruratan medis
digunakan pada saat emergensi dan ditempatkan di ruang pemeriksaan, kamar
suntik, poli gigi, ruang imunisasi, ruang bersalin dan di Instalasi Gawat
Darurat,
(2)Keamanan persediaan
obat emergensi harus terjamin keamanannya baik dari penyalahgunaan, keteledoran
maupun dari pencurian oleh oknum, sehingga dan seharusnya tempat penyimpanan
obat harus dikunci semi permanen atau yang dikembangkan sekarang disegel dengan
segel yang memiliki nomor seri tertentu atau sering kita sebut segel beregister
yang nomor serinya berbeda-beda. Segel tersebut hanya dapat digunakan
sekali/disposable artinya ketika segel dibuka, segel tersebut menjadi rusak
sehingga tidak bisa dipakai lagi.
(1)Penyimpanan vaksin
merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap vaksin yang diterima agar aman,
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya dipertahankan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan hingga pada saat digunakan. Vaksin merupakan
bahan biologis yang mudah rusak sehingga
(2)Harus disimpan pada
suhu tertentu (pada suhu 20C -80C) di dalam vaccine refrigerator.
(3)Dalam kondisi
tertentu seperti adanya pemadaman listrik, peralatan cold chain yang bermasalah
perlu dilakukan tindakan penyelamatan vaksin supaya dapat mempertahankan suhu
vaksin seoptimal mungkin.
1)Pendistribusian
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan pengeluaran dan
penyerahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit Puskesmas dan jaringannya.
2)Penentuan frekuensi
distribusi dengan mempertimbangkan jarak distribusi dan biaya distribusi yang
tersedia sedangkan penentuan jumlah dan jenis obat yang diberikan dengan
mempertimbangkan pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat, sisa
stok, pola penyakit dan jumlah kunjungan di masing-masing jaringan pelayanan
puskesmas.
3)Dalam melaksanakan
penyerahan obat ke sub unit puskesmas (misalnya puskesmas pembantu), obat
diserahkan bersama- sama dengan form LPLPO sub unit yang ditandatangani oleh
penanggung jawab jaringan pelayanan puskesmas dan pengelola obat puskesmas
sebagai penanggung jawab pemberi obat serta kepala puskesmas.
1)Penarikan sediaan
farmasi yang tidak memenuhi standard/ ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sediaan farmasi kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkansesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan.
2)Pemusnahan dilakukan
untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai bila:
a)produk tidak memenuhi
persyaratan mutu;
b)telah kedaluwarsa;
c)tidak memenuhi syarat
untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan;
dan/atau
d)dicabut izin edarnya.
3)Tahapan pemusnahan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai terdiri dari:
a)membuat daftar
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan;
b)melakukan pengemasan
untuk sediaan farmasi dan BMHP yang akan dimusnahkan
c)menyimpan sediaan
farmasi dan BMHP diruang khusus yang hanya dapat diakses oleh petugas yang
diberi tanggung jawab.
g.Pengendalian
Pengendalian persediaan
adalah suatu kegiatan untuk memastikan ketersediaan obat dan BMHP. Tujuan
pengendalian agar tidak terjadi kekurangan/kekosongan dan kelebihan obat dan
BMHP di jaringan pelayanan puskesmas.
1)Pengendalian
Persediaan
Beberapa hal yang dapat
dilakukan dalam mengendalikan ketersediaan obat di puskesmas:
b)Mengajukan permintaan
obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
c)Apabila obat yang
dibutuhkan sesuai indikasi medis di puskesmas tidak dapat dipenuhi oleh
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan tidak tercantum dalam formularium nasional
atau e-katalog obat, maka dapat dilakukan pembelian obat sesuai formularium
puskesmas dengan persetujuan kepala puskesmas.
d)Mekanisme pengadaan
obat diluar Formularium Nasional dan e-katalog obat dilakukan sesuai dengan
peraturan perundangundangan.
2)Pengendalian
Penggunaan
Pengendalian penggunaan
obat dilakukan untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pemakaian obat sehingga
dapat memastikan jumlah kebutuhan obat dalam satu periode.
Kegiatan pengendalian
penggunaan mencakup:
a)Memperkirakan/menghitung
pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja.
b)Menentukan:
•Stok optimum adalah
stok obat yang diserahkan kepada jaringan pelayanan puskesmas agar tidak
mengalami kekurangan/ kekosongan.
•Stok pengaman adalah
jumlah stok yang disediakan untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak
terduga, misalnya karena keterlambatan pengiriman.
•Menentukan waktu
tunggu (leadtime) adalah waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat
diterima.
•Menentukan waktu
kekosongan obat
c)Pencatatan
Pencatatan merupakan
suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor keluar dan masuknya (mutasi) obat
di gudang farmasi puskesmas. Pencatatan dapat dilakukan dalam bentuk digital
atau manual dan mampu telusur. Pencatatan dalam bentuk manual biasa menggunakan
kartu stok. Fungsi kartu stok obat:
•Mencatat jumlah
penerimaan dan pengeluaran obat termasuk kondisi fisik, nomor batch dan tanggal
kedaluwarsa obat
•Satu kartu stok hanya
digunakan untuk mencatat mutasi satu jenis obat dari satu sumber anggaran
•Data pada kartu stok
digunakan untuk menyusun laporan dan rencana kebutuhan obat periode berikutnya
Hal yang harus
diperhatikan:
•Kartu stok obat harus
diletakkan berdekatan dengan obat yang bersangkutan.
•Pencatatan harus
dilakukan setiap kali ada mutasi (keluar/masuk obat atau jika ada obat hilang,
rusak dan kedaluwarsa)
•Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan setiap akhir periode.
•Pengeluaran satu jenis
obat dari anggaran yang berbeda dijumlahkan dan dianggap sebagai jumlah
kebutuhan obat tersebut dalam satu periode
3)Penanganan Ketika
terjadi kehilangan, kerusakan, dan kedaluwarsa
a)Pemusnahan dan penarikan obat yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b)Untuk pemusnahan narkotika, psikotropika dan prekursor dilakukan oleh apoteker penanggungjawab dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota dan dibuat berita acara pemusnahan.
c)Obat yang rusak
dan/kedaluwarsa atau akan dilakukan penarikan dilakukan pemisahan dan penandaan
khusus dan diletakkan ditempat yang aman.
d)Jika terjadi selisih
stok maka dapat dilakukan penelusuran melalui data pencatatan pada kartu stok.
Jika ada kehilangan maka harus dilaporkan kepada pimpinan puskesmas.
h.Pencatatan
dan Pelaporan
•Tujuan pencatatan dan
pelaporan adalah:
1)Bukti bahwa
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan;
2)Sumber data untuk
melakukan pengaturan dan pengendalian; dan
3)Sumber data untuk
pembuatan laporan
•Jenis laporan yang
dibuat oleh Tenaga Kefarmasian yaitu:
1)Laporan Penerimaan
dan Pengeluaran obat
2)Laporan Obat Rusak
dan Kedaluwarsa
3)Laporan Narkotika dan
Psikotropika
4)Laporan Pelayanan
Kefarmasian (Aplikasi SIMONA)
5)Laporan Kepatuhan
terhadap Formularium Nasional
6)Laporan Ketersediaan
40 Obat Esensial
7)Laporan obat program
i.Pemantauan
dan Evaluasi Pengelolaan
Pemantauan dan evaluasi
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara
periodik dengan tujuan untuk:
1)mengendalikan dan
menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan;
2)memperbaiki secara
terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
3)memberikan penilaian
terhadap capaian kinerja pengelolaan.
2.Pelayanan
Farmasi Klinis
a.Pengkajian
dan Pelayanan Resep
1)Pengkajian dan
pelayanan resep merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan,
pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan termasuk peracikan obat,
dan penyerahan disertai pemberian informasi. Pengkajian dan pelayanan resep
dilakukan untuk semua resep yang masuk tanpa kriteria khusus pasien.
2)Pengkajian resep
dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
3)Persyaratan
administrasi meliputi:
•Nama, umur, jenis
kelamin dan berat badan pasien.
•Nama, dan paraf
dokter.
•Tanggal resep.
•Ruangan/unit asal
resep.
4)Persyaratan
farmasetik meliputi:
•Bentuk dan kekuatan
sediaan.
•Dosis dan jumlah Obat.
•Stabilitas dan
ketersediaan.
•Aturan dan cara
penggunaan.
•Inkompatibilitas
(ketidakcampuran Obat).
•Ketepatan indikasi,
dosis dan waktu penggunaan Obat.
•Duplikasi pengobatan.
•Alergi, interaksi dan
efek samping Obat.
•Kontra indikasi.
•Efek adiktif.
b.Pelayanan
Informasi Obat
Pelayanan Informasi
Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi dan
rekomendasi obat yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Puskesmas.
Tujuan:
1)Menyediakan informasi
mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan
masyarakat.
2)Menyediakan informasi
untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat (contoh: kebijakan
permintaan Obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus
memiliki alat penyimpanan yang memadai).
3)Menunjang penggunaan
Obat yang rasional Contoh kegiatan:
1)Memberikan dan
menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan pasif.
2)Menjawab pertanyaan
dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka.
3)Membuat buletin,
leaflet, label Obat, poster, majalah dinding
dan lain-lain.
4)Melakukan kegiatan
penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta masyarakat
5)Melakukan pendidikan
dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait
dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
6)Mengoordinasikan penelitian
terkait Obat dan kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
c.Konseling
1)Konseling merupakan
suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang
berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
keluarga pasien.
2)Tujuan dilakukannya
konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai Obat kepada
pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara
dan lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan dan penggunaan Obat.
3)Manfaat
a)Meningkatkan hubungan
kepercayaan antara apoteker dan pasien;
b)Meningkatkankepatuhanpasiendalammenjalani
pengobatan;
c)Mencegah atau
meminimalkan masalah terkait obat;
d.Visite
Visite merupakan
kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri
atau bersama tim tenaga Kesehatan (dokter, perawat, ahli gizi dan llain-lain)
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung dan mengkaji masalah
terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki
(ROTD).
Tujuan:
1)Memeriksa Obat
pasien.
2)Memberikan
rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat dengan mempertimbangkan
diagnosis dan kondisi klinis pasien.
3)Memantau perkembangan
klinis pasien yang terkait dengan penggunaan Obat.
4)Berperan aktif dalam
pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam terapi pasien
e.Pemantauan
Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang
memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif,
terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Tujuan:
1)Mendeteksi masalah
yang terkait dengan Obat.
2)Memberikan
rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan Obat.
Kegiatan ini juga untuk
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD).
f.Evaluasi
Penggunaan Obat (EPO)
Merupakan kegiatan
untuk mengevaluasi penggunaan obat untuk menjamin obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan EPO yaitu:
1)Mendapatkan gambaran
pola penggunaan Obat pada kasus tertentu.
2)Melakukan evaluasi
secara berkala untuk penggunaan Obat tertentu.
g.Home
Pharmacy Care (Pelayanan Kefarmasian di Rumah) Apotekerdapatmelakukankunjunganpasiendanatau
pendampingan pasien untuk pelayanan kefarmasian di rumah dengan persetujuan
pasien atau keluarga terutama bagi pasien khusus yang membutuhkan perhatian
lebih.
h.Monitoring
Efek Samping Obat (MESO)
MESO bertujuan untuk
menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang.
Pelaporan efek samping
obat dapat dilakukan melalui e-meso.pom. go.id.
3.Edukasi
Penggunaan Obat
a.Salah satu penyebab
masalah kesehatan yaitu penggunaan obat secara tidak rasional, yang dapat
mengakibatkan terapi menjadi kurang efektif dan tidak efisien. Menurut WHO,
lebih dari 50% obat di dunia diresepkan dan digunakan secara tidak
tepat/rasional. Ketidakrasionalan penggunaan obat dapat berupa penggunaan obat
secara berlebihan (overuse), penggunaan obat yang kurang (underuse) dan
penggunaan obat tidak tepat indikasi, dosis, cara dan lama pemakaian, dan
lain-lain (misuse).
b.Hasil Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa 35,2% masyarakat Indonesia menyimpan obat di
rumah tangga, baik diperoleh dari resep dokter maupun dibeli sendiri ecara
bebas.
Proporsi masyarakat
yang menyimpan obat keras tanpa
c.resep mencapai 81,9%
(Kementerian Kesehatan, 2013), di antaranya termasuk antibiotik. Penyimpanan
dan penggunaan obat yang tepat dan benar perlu diketahui oleh masyarakat untuk
mengurangi risiko masalah kesehatan yang dapat timbul karena perilaku tersebut.
d.Selain itu,
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang farmasi yang pesat diikuti dengan
semakin meningkatnya kecerdasan masyarakat, semakin gencarnya promosi/iklan
obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan, sehingga
memicu dilakukannya swamedikasi oleh masyarakat. Swamedikasi merupakan upaya
yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala
penyakit, sebelum mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan/tenaga
kesehatan terdekat. Swamedikasi yang dilakukan dengan tepat dan benar dapat
berkontribusi dalam meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat.
e.Dalam rangka
percepatan upaya peningkatan pengetahuan, kesadaran, kepedulian, dan
keterampilan masyarakat mengenai penggunaan obat secara rasional, dilaksanakan
program Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) yang merupakan
wadah penggerakan penggunaan obat rasional, CBIA dan program terkait lain yang
berkesinambungan dengan melibatkan lintas sektor dan pemangku kepentingan
terkait. Gerakan ini telah dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada tanggal
13 November 2015 dan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.02.02/Menkes/427/2015 tentang Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat.
f.Tujuan
dilaksanakannya GeMa CerMat yaitu:
•meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya
•penggunaan obat secara tepat dan benar;
•meningkatkan kemandirian masyarakat dalam
memilih, mendapatkan,
•menggunakan, menyimpan dan memusnahkan obat
secara tepat dan benar;
•meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
•Sasaran GeMa CerMat adalah seluruh masyarakat
dengan melibatkan lintas sektor dan lintas program, organisasi profesi kesehatan,
institusi pendidikan, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama, tokoh
adat serta elemen-elemen lain yang ada di masyarakat.
•Kegiatan GeMa CerMat meliputi upaya
peningkatan pengetahuan dan keterampilan, serta perubahan perilaku masyarakat
dalam memilih, mendapatkan, menggunakan, menyimpan dan membuang obat secara
benar,meliputi obat bebas untuk swamedikasi, maupun obat keras yang diperoleh
dengan resep dokter.
No comments:
Post a Comment