2.Pelayanan Kesehatan Balita dan Anak Pra Sekolah
Pelayanan kesehatan
pada balita dan anak pra sekolah ditujukan untuk mencegah dan menangani masalah
kesehatan pada bayi baru lahir (0-28 hari), bayi (0-11 bulan), balita (0-59
bulan) serta anak pra sekolah (umur 5-6 tahun), seperti permasalahan bayi baru
lahir, penyakit infeksi dan gangguan tumbuh kembang melalui deteksi dini,
pengendalian risiko dan tata laksana yang sesuai. Pelayanan kesehatan meliputi:
Pelayanan balita
dan anak pra sekolah |
|||||
Sasaran
Masalah Kesehatan |
Pelayanan
Kesehatan |
Unit Pemberi Pelayanan |
|||
Puskesmas (Kecamatan) |
Pustu (Desa/ Kelurahan) |
Posyandu (Dusun/RT/RW) |
Kunjungan
Rumah (Rumah/ Masyarakat) |
||
• Status gizi •
Tumbuh kembang •
Penyakit Menular |
Pelayanan neonatal esensial |
Kunjungan Neonatal dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), Edukasi perawatan
neonatal
termasuk pemberian ASI eksklusif dan konseling |
Kunjungan Neonatal dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), Edukasi perawatan
neonatal
termasuk pemberian ASI eksklusif dan konseling |
Kunjungan Neonatal dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), Edukasi perawatan neonatal
termasuk
pemberian ASI eksklusif dan konseling |
Edukasi perawatan neonatal, tanda bahaya, dan pemberian ASI eksklusif, sweeping. |
Kelas Ibu Balita |
Fasilitasi pelaksanaan kelas ibu Balita |
Fasilitasi pelaksanaan kelas ibu Balita |
Fasilitasi pelaksanaan kelas ibu Balita |
Mengajak partisipasi ibu untuk mengikuti kelas ibu balita dan terlibat dalam pelaksanaan kelas ibu balita. |
|
Pelayanan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) |
Pemantauan dan Perawatan |
Pemantauan |
Pemantauan |
Pendampingan dalam perawatan sesuai Buku
KIA Khusus Bayi Kecil |
|
Pengambilan sampel SHK |
Pengambilan dan pengiriman sampel SHK |
- |
- |
- |
|
Pemantauan tumbuh kembang |
Timbang BB, Ukur PB atau TB, LiLA, LK, SDIDTK, penentuan status gizi |
Timbang BB, Ukur
PB/TB, LiLA, LK, SDIDTK, penentuan status gizi |
Timbang BB, Ukur PB/TB, LiLA, LK, ceklis perkembangan, rujukan |
Sweeping, pemantauan dan edukasi tumbuh kembang |
Pelayanan balita
dan anak pra sekolah |
|||||
Sasaran
Masalah Kesehatan |
Pelayanan
Kesehatan |
Unit Pemberi Pelayanan |
|||
Puskesmas (Kecamatan) |
Pustu (Desa/ Kelurahan) |
Posyandu (Dusun/RT/RW) |
Kunjungan
Rumah (Rumah/ Masyarakat) |
||
|
Imunisasi Rutin Lengkap |
Edukasi dan layanan Imunisasi rutin lengkap |
Edukasi dan layanan Imunisasi rutin lengkap |
Edukasi dan layanan Imunisasi rutin lengkap |
DOFU dan edukasi Imunisasi rutin lengkap |
Vitamin A dan Obat Cacing |
Pemberian Vitamin A dan obat cacing |
Pemberian Vitamin A dan
obat cacing |
Pemberian Vitamin A dan obat cacing |
Sweeping dan edukasi Vitamin A dan Obat
Cacing |
|
Pelayanan balita dengan masalah gizi (weight faltering),
underweight, gizi kurang, gizi buruk dan stunting |
Pencegahan dan tatalaksana balita bermasalah gizi (rawat inap / rawat
jalan), merujuk ke FKRTL bagi balita bermasalah gizi |
Pencegahan dan Tatalaksana balita bermasalah gizi (rawat inap / rawat jalan), merujuk ke FKRTL bagi balita bermasalah gizi |
Pendampingan dan rujukan balita bermasalah gizi, Edukasi PMBA dan pemberian MT |
Edukasi PMBA dan monitoring, rujukan, sweeping |
|
Pelayanan
pengobatan dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) |
MTBS |
MTBS |
- |
Edukasi, tanda bahaya, dan kunjungan rumah pada balita tidak melakukan kunjungan ulang, edukasi dan tanda bahaya |
|
Skrining kasus TBC balita |
Gejala TBC, edukasi gaya hidup
sehat dan lingkungan sehat |
Gejala TBC |
Gejala TBC |
Gejala TBC, edukasi gaya hidup
sehat dan lingkungan sehat |
|
Skrining Talasemia |
Anamnesis keluarga pasien |
Anamnesis keluarga pasien |
|
|
a.Pelayanan
Neonatal Esensial:
1)Pelayanan kesehatan pada neonatal mengacu pada Buku KIA adalah sebagai berikut
2)Setiap bayi baru
lahir harus mendapatkan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebanyak 3 kali
sesuai periode waktu tersebut di atas.
3)Pelayanan neonatal
esensial dilakukan terintegrasi dengan Kunjungan Nifas (KF 1 s.d KF 4) di
Puskesmas, Pustu atau kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan.
4)Kader saat kunjungan
rumah melakukan pendataan bayi baru lahir, sweeping bayi baru lahir yang belum
mendapatkan pelayanan kunjungan neonatal dan yang memiliki tanda bahaya serta
pemberian edukasi seperti tanda bahaya, imunisasi dan pemberian ASI eksklusif.
b.Kelas Ibu
Balita
1)Kelas Ibu Balita
adalah kelas dimana para ibu yang mempunyai anak berusia antara 0 sampai 5
tahun secara bersama-sama berdiskusi, tukar pendapat, tukar pengalaman akan
pemenuhan pelayanan kesehatan, gizi dan stimulasi pertumbuhan dan
perkembangannya dibimbing oleh fasilitator dengan menggunakan Buku KIA.
2)Peserta Kelas Ibu
Balita adalah ibu yang mempunyai anak usia antara 0 – 5 tahun dengan
pengelompokan 0-1 tahun, 1-2 tahun, 2-5 tahun. Peserta kelas ibu paling banyak
15 orang. Proses belajar dibantu oleh seorang fasilitator yang memahami
bagaimana teknis pelaksanaan Kelas Ibu Balita.
3)Fasilitator Kelas Ibu
Balita adalah bidan/perawat/tenaga kesehatan lainnya yang telah mendapat
pelatihan fasilitator Kelas Ibu Balita atau melalui on the job training.
4)Kelas Ibu Balita
dapat dilaksanakan di Puskesmas, Pustu, dan Posyandu
5)Kader mendukung
pelaksanaan kelas ibu balita dengan mengajak partisipasi ibu di lingkungan
tempat tinggalnya untuk mengikuti kelas ibu balita dan terlibat dalam
pelaksanaan kelas ibu balita.
c.Pelayanan
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
1)Bayi Berat Lahir
Rendah adalah bayi dengan berat lahir di bawah 2500 gram.
2)Pelayanan BBLR hanya
dapat dilaksanakan di Puskesmas mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar (PONED) untuk kasus BBLR stabil (aterm dan APGAR Score 10) dengan berat
badan lahir di atas 2000 gram dan tanpa penyulit, presentasi belakang kepala,
janin tunggal dan tidak terdapat komplikasi pada ibu (perdarahan, hipertensi
dalam kehamilan, dan infeksi)
3)BBLR dengan berat
badan lahir di bawah 2000 gram harus dirujuk ke Rumah Sakit/FKRTL dengan
kemampuan perawatan BBLR komprehensif yang sesuai.
4)Puskesmas yang tidak
mampu PONED segera merujuk BBLR ke Rumah Sakit/FKRTL setelah dilakukan
resusitasi dan stabilisasi neonatus.
5)Pelayanan BBLR mencakup perawatan dan pemantauan BBLR, yang terdiri dari
1)
Penilaian bayi
baru lahir
No |
Kriteria |
Kategori |
Definisi Operasional |
1 |
Berat Lahir |
Bayi Berat Lahir
Besar (BBLB) |
berat lahir >4000 gram |
Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC) |
berat lahir 2500
gram – 3999 gram |
||
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) |
berat lahir 1500-2499 gram |
||
Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) |
berat lahir 1000-1499 gram |
||
Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) |
berat lahir <1000 gram |
||
2 |
Usia Kehamilan |
Bayi Lebih Bulan (BLB) |
usia kehamilan >42
minggu |
Bayi Cukup Bulan (BCB) |
usia kehamilan 37 - <42
minggu |
||
Bayi Kurang Bulan (BKB) |
usia kehamilan <37
minggu |
||
3 |
Berat lahir dibandingkan Usia Kehamilan |
Besar masa Kehamilan
(BMK) |
pada kurva >
persentil 90 |
Sesuai masa kehamilan (SMK) |
pada kurva persentil 10-90 |
||
Kecil Masa Kehamilan (KMK) |
pada kurva persentil <10 |
2 Manajemen BBLR
saat dan
setelah lahir
meliputi
•
Tata laksana BBLR saat lahir
•Resusitasi pada BBLR (jika diperlukan)
•Perawatan Neonatal Esensial pada BBLR stabil
Pada BBLR dengan berat
lahir 2000 - <2500 gram yang dinyatakan sehat, lanjutkan perawatan neonatal
esensial, mencakup:
(a)Pemberian identitas
bayi
(b)Lakukan pencegahan
infeksi (pemberian salep mata/tetes mata antibiotik, perawatan tali pusar)
(c)Pengukuran panjang
badan dan lingkar kepala
(d)Berikan imunisasi
Hb0 intramuskuler. Jika bayi dilahirkan dari ibu positif hepatitis B, berikan
injeksi HbIg
(e)Lakukan PMK
(f)Ajari dan berikan
dukungan bagi ibu untuk menyusui
3)Manajemen Laktasi
4)Pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan BBLR
6)Tenaga kesehatan
terlatih PONED harus mampu mengenali masalah yang didapat, tanda bahaya,
penatalaksanaan kegawatdaruratan, stabilisasi pra rujukan dan rujukan, merawat
serta memantau pertumbuhan dan perkembangan BBLR yang benar.
7)Kriteria pemulangan
BBLR dari Puskesmas mampu PONED:
a)Keadaan umum baik
b)Suhu tubuh dalam
rentang normal tanpa bantuan alat
c)Berat badan tidak
turun lebih dari 10% dari berat lahir
d)Mampu minum melalui
mulut
e)Ibu/orangtua ‘mampu’
merawat BBLR
f)Sudah buang air kecil
(BAK) dan keluar mekonium atau buang air besar (BAB)
8)Tenaga kesehatan di
Pustu dapat melakukan pemantauan kondisi umum BBLR yang sudah dipulangkan dari
Puskesmas sampai BB bayi > 2500 gram sesuai Pedoman Manajemen BBLR di FKTP.
9)Pemantauan kondisi
BBLR mengacu Buku KIA Khusus Bayi Kecil.
10)Kader melakukan
kunjungan rumah dan mendampingi ibu dalam perawatan BBLR sesuai Buku KIA Khusus
Bayi Kecil.
d.Pengambilan
dan Pengiriman Sampel Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
1)Skrining Hipotiroid
Kongenital (SHK) ditujukan untuk mendeteksi kelainan hipotiroid kongenital,
sehingga dapat diberikan tata laksana sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
gangguan pertumbuhan dan retardasi mental pada bayi baru lahir.
2)Puskesmas dan FKTP
lain yang menyelenggarakan pelayanan persalinan melakukan pengambilan sampel
SHK paling ideal adalah ketika bayi berumur 48 - 72 jam, selanjutnya dikirim ke
laboratorium rujukan.
3)Untuk meningkatkan
cakupan SHK, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota perlu bekerja sama dengan FKTP
lainnya yang melakukan pertolongan persalinan untuk melakukan pengambilan
spesimen darah bayi baru lahir pada hari ketiga. FKTP tersebut kemudian
mengirimkan spesimen darah ke laboratorium yang sudah ditentukan untuk
pemeriksaan SHK.
e.Pemantauan
Pertumbuhan dan Perkembangan
1)Pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan dilakukan di Posyandu, Pustu, dan Puskesmas
2)Pemeriksaan Kesehatan
Anak Terintegrasi (PKAT) merupakan pelayanan anak terintegrasi dengan
mengutamakan konsep promotif dan preventif, dimana anak mendapatkan pemeriksaan
kesehatan oleh dokter dan interkolaborasi profesi kesehatan dengan menggunakan
Buku KIA, pemantauan gizi, imunisasi, penilaian kecemasan orang tua dan
lingkungan pengasuhan anak, serta stimulasi dini dan evaluasi tumbuh kembang
anak, dan edukasi yang optimal kepada orang tua/pengasuh.
1)Sasaran: bayi usia 6 bulan sampai sebelum
usia 7 bulan Rentang usia ini dipilih karena pada usia tersebut merupakan
periode kritis perkembangan terutama untuk penglihatan dan pendengaran pada
anak. Hal ini menjadikan pada rentang usiatersebutsebagaiwaktuterbaikuntukmemantau
perkembangan menggunakan KPSP, mengevaluasi ASI ekslusif, konseling pengenalan
MP-ASI yang optimal, dan mengevaluasi kelengkapan imunisasi dasar, serta waktu
pertama kali anak mendapatkan Vitamin A.
2)Tempat Pelaksanaan: Puskesmas/Pustu sesuai
dengan kondisi masing-masing.
3)Tenaga yang terlibat dalam PKAT adalah
perawat, bidan, dokter/ dokter spesialis anak, ahli gizi, psikolog, dan kader.
Tahapan PKAT:
4)Alur Operasional PKAT
dan Tindak Lanjut
f.Imunisasi rutin
lengkap
1)Layanan imunisasi
rutin lengkap pada balita diberikan dengan jadwal berikut:
1)Imunisasi dasar bagi Bayi
Umur |
Jenis |
Interval Minimal *) |
< 24 jam |
Hepatitis B (HB0) |
|
<1 bulan |
BCG, OPV1 |
|
2 bulan |
DPT-HB-Hib 1, OPV2,
RV1, PCV1 |
OPV, DPT-HB-Hib,
RV dan
PCV: 1 bulan setelah imunisasi sebelumnya |
3 bulan |
DPT-HB-Hib 2, OPV3, RV2, PCV2 |
|
4 bulan |
DPT-HB-Hib 3, OPV4, RV3, IPV1 |
|
9 bulan |
Campak-Rubela1, IPV2 |
|
10 bulan |
JE** |
|
*) untuk jenis imunisasi yang sama
**) untuk daerah endemis
2)Imunisasi Lanjutan bagi Baduta
Umur |
Jenis |
Interval Minimal ***) |
12 bulan |
PCV3 |
8 minggu dari
PCV2 |
18 - 23 bulan |
DPT-HB-Hib 4 |
12 bulan dari DPT-HB-Hib 3 |
Campak-Rubela 2 |
6 bulan dari Campak-Rubela dosis
pertama |
***) setelah
imunisasi dasar
2)Bidan/perawat di Puskesmas, Pustu dan kegiatan Posyandu
melaksanakan imunisasi dan hasilnya dicatat dan dipantau pada tabel imunisasi
dalam buku KIA dan rekam medis serta pada aplikasi ASIK.
3)Kader melalui kunjungan rumah melaksanakan Drop Out
Follow Up (DOFU) bagi anak yang tidak datang dan edukasi imunisasi rutin
lengkap.
g.Pemberian
Vitamin A dan obat cacing
1)Pemberian vitamin A
untuk bayi (6-11 bulan) dan Anak Balita (12-59 bulan) dilakukan secara serentak
pada bulan Februari dan Agustus (Bulan Penimbangan/Bulan Vitamin A).
2)Balita diberikan obat
cacing minimal 1 kali tiap tahun yaitu di saat yang sama pada bulan Agustus
setelah pemberian vitamin A.
3)Vitamin A dan obat
cacing diberikan di Puskesmas, Pustu, dan Posyandu oleh tenaga kesehatan dan
kader. Selain itu, pemberian vitamin A dan obat cacing juga dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan lain dan fasilitas lain seperti taman
kanak-kanak, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), kelompok bermain dan tempat
penitipan anak.
4)Suplementasi vitamin
A juga diberikan pada KLB campak dan situasi bencana untuk meningkatkan
imunitas balita.
5)Petugas yang
memberikan vitamin A dan obat cacing melakukan pencatatan pelayanan di Buku KIA
dan sistem informasi Puskesmas.
6)Kader saat kunjungan
rumah melakukan sweeping balita sasaran yang belum menerima vitamin A dan obat
cacing melalui informasi di Buku KIA.
h.Pencegahan,
deteksi dini, tatalaksana dan rujukan balita weight faltering, underweight,
gizi kurang, gizi buruk dan stunting
1)Pencegahan
1)Deteksi dini sebagai upaya awal pencegahan
dilakukan melalui identifikasi tanda dan gejala kasus balita weight faltering,
underweight, gizi kurang, gizi buruk dan stunting dari hasil pemantauan tumbuh
kembang di Puskesmas, Pustu, Posyandu atau kegiatan masyarakat lainnya.
2)Edukasi Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)
•Edukasi PMBA dilakukan di posyandu, Pustu maupun
puskesmas. Edukasi tersebut dapat dilakukan melalui konseling (per individu)
maupun penyuluhan (sasaran berkelompok).
•Pelaksanaan Edukasi PMBA dilakukan oleh kader yang telah
terorientasi PMBA. Kader dapat berperan sebagai edukator maupun motivator. Di
Pustu dan/atau Puskesmas dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan (tenaga
gizi/bidan/perawat) terlatih PMBA.
•Materi edukasi PMBA terkait dengan standar emas yang
meliputi:
(a)Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada bayi baru
lahir
(b)Pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai
bayi berusia 6 bulan
(c)Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI)
mulai usia 6 bulan
(d)Melanjutkan pemberian ASI sampai anak
berusia 2 tahun atau lebih
•Tenaga kesehatan di puskesmas selain bertugas dalam
pelaksanaan edukasi PMBA juga melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas
kader (orientasi) serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kegiatan edukasi PMBA di posyandu
2)
Tatalaksana dan rujukan
a)Tatalaksana masalah
gizi balita dilakukan secara komprehensif oleh tim yang terdiri atas dokter,
tenaga gizi dan tenaga kesehatan lainnya di klaster 2 Puskesmas.
b)Penanganan di
Puskesmas oleh tenaga pengelola gizi/bidan/ perawat melibatkan dokter untuk
mencari etiologi masalah gizi (kurangnya asupan, masalah absorpsi dan
peningkatan kebutuhan karena penyakit).
c)Tata laksana weight
faltering/gagal tumbuh, underweight, gizi kurang, gizi buruk dan stunting
mengacu pada Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita,
Protokol Tata Laksana Masalah Gizi, Kepmenkes HK.01.07/ MENKES/1928/2022
tentang PNPK Tata Laksana Stunting serta Pedoman SDIDTK.
d)Petugas Puskesmas
melakukan rujukan balita dengan masalah gizi ke rumah sakit untuk mendapat
penanganan secara komprehensif oleh dokter spesialis anak, bila ditemukan:
(1)balita stunting
(2)ditemukan tanda bahaya (red flags) penyebab
potensial perlambatan pertumbuhan
(3)Semua kasus gizi buruk pada bayi usia <6
bulan dan balita ≥6 bulan dengan Berat Badan < 4 kg
(4)Kasus gizi buruk dengan komplikasi medis
(memerlukan rawat inap).
(5)Tidak menunjukkan perbaikan yang adekuat
setelah tata laksana selama 1 minggu untuk kasus weight faltering, guizi kurang
dan gizi buruk.
(6)Perkembangan menunjukkan hasil meragukan
atau menyimpang
e)Kader bersama tenaga
kesehatan saat kunjungan rumah melaksanakan sweeping balita bermasalah gizi dan
monitoring perkembangan tata laksana balita bermasalah gizi.
i.Pelayanan pengobatan
dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
1)MTBS bertujuan untuk
mengurangi kematian, kesakitan dan kecacatan pada balita.
2)Sasaran MTBS adalah:
a)Bayi kurang dari 2
bulan (bayi muda) yang sakit maupun sehat.
b)Balita umur 2 bulan –
5 tahun yang sakit
3)Tata laksana untuk
bayi kurang dari 2 bulan (bayi muda) menggunakan algoritma Manajemen Terpadu
Bayi Muda (MTBM)
4)Penerapan MTBS oleh
perawat/bidan di Puskesmas atau Pustu memperhatikan secara cepat semua gejala
dan tanda anak sakit, sehingga segera dapat ditentukan klasifikasi MTBS dan
penanganannya yaitu:
a)Klasifikasi hijau, diberikan obat simptomatis
yang sesuai dan
konseling bagi ibu atau pengasuh anak.
b)Klasifikasi kuning, dirujuk ke dokter di
Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan dan konseling bagi ibu atau pengasuh
anak.
c)Klasifikasi merah, dirujuk ke dokter di
Puskesmas untuk mendapatkan tata laksana awal dan pelayanan rujukan ke rumah
sakit.
5)Deteksi dini dan
penanganan kasus sesuai MTBS mengacu Buku Bagan MTBS dan Formulir Pencatatan
yang dilaksanakan oleh dokter/bidan/perawat di Puskesmas atau Pustu.
j.Skrining
kasus TBC:
1)Sasaran skrining:
setiap anak yang berkunjung ke Puskesmas, Pustu dan Posyandu, baik anak sehat
maupun sakit.
2)Skrining dilakukan di
Puskesmas, Pustu dan Posyandu atau saat kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan
atau kader.
3)Skrining dilakukan
dengan melihat gejala atau tanda, yaitu:
a)Gejala umum TBC yang
sering ditemui pada anak:
(1)Batuk menetap 2 minggu atau lebih dan tidak
membaik dengan pengobatan standar
(2)Demam (umumnya tidak tinggi) >2 minggu
dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(3)Berat badan turun atau tidak naik dalam 2
bulan sebelumnya atau gagal tumbuh meskipun sudah diberikan upaya perbaikan
gizi
(4)Badan Lesu, anak kurang aktif bermain
b)Gejala TBC ekstraparu sesuai organ yang
terkena, seperti pembesaran kelenjar limfonodi pada TBC kelenjar, kejang dan
penurunan kesadaran pada meningitis karena TBC, lumpuh atau kesulitan berjalan
pada TBC skeletal.
4)Hasil skrining dapat
dibagi menjadi 3 kategori, yaitu bukan terduga TBC, kontak erat, dan terduga
TBC
5)Interpretasi dan
tindak lanjut hasil skrining gejala TBC/skoring :
No |
Interpretasi |
Defini3i Opera3ional |
Tindak Lanjut |
1 |
Terduga TBC |
minimal satu
gejala dan atau
tanda yang ditemukan saat
wawancara skrining gejala TBC |
a)
apabila dapat mengeluarkan dahak, diperiksa Tes Cepat Molekuler (TCM) di Puskesmas. Pengambilan spesimen dahak/sputum 2 kali (Sewaktu-Pagi atau Sewaktu-sewaktu dengan jarak
minimal 1 jam) di Pustu, kemudian dikemas dan dikirim ke
Puskesmas. b)
Jika mengalami kendala mengakses layanan TCM
berupa kesulitan
transportasi, jarak dan kendala geografis maka penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis BTA sputum,
namun tetap harus dilakukan
pemeriksaan lanjutan menggunakan TCM untuk mengetahui apakah merupakan TBC
sensitive atau resisten. Dinas kesehatan mengatur jejaring rujukan spesimen ke fasyankes
TCM terdekat c)
Jika kesulitan mendapatkan dahak, penegakan diagnosis TBC klinis menggunakan
sistem skoring |
2 |
Bukan terduga TBC |
tidak terdapat gejala dan atau tanda yang ditemukan saat wawancara skrining gejala TBC |
edukasi pencegahan TBC dan PHBS |
3 |
Kontak erat |
orang yang tidak tinggal serumah, tetapi sering
bertemu dengan kasus indeks (terkonfirmasi
bakteriologis positif dalam waktu yang cukup lama, yang intensitas pajanan/ berkontaknya hampir
sama dengan kontak serumah.
Misalnya : orang yang berada pada
ruangan/ lingkungan yang sama (tempat
kerja, ruang pertemuan, fasilitas umum, rumah sakit, sekolah, tempat penitipan anak) dalam waktu
yang cukup lama dengan
kasus indeks, dalam 3 bulan
terakhir sebelum kasus indeks minum
OAT |
a)
Kontak erat yang ditemukan saat skrining pada kunjungan rumah
atau posyandu, apabila hasil skrining menunjukkan tanpa gejala, maka segera dirujuk ke Puskesmas. b)
Puskesmas melakukan observasi dan pemeriksaan TBC laten
dengan tes Tuberculin untuk
menilai kelayakan pemberian TPT. c)
Apabila dalam perjalanannya menunjukkan gejala
TBC, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya TBC pada anak tersebut. |
6)Sistem Skoring TBC
Parameter |
0 |
1 |
2 |
3 |
Kontak TBC |
Tidak jelas |
- |
Laporan keluarga BTA (-)/tidak tahu |
BTA (+) |
Uji tuberkulin (Mantoux) |
Negatif |
- |
- |
Positif (>
10 mm, atau > 5 mm pada keadaan imunokompromais) |
Berat badan/ keadaan gizi |
- |
BB/TB <90% atau BB/U <80% |
Klinis gizi
buruk atau BB/TB <70% atau BB/U <60% |
- |
Demam yang tidak diketahui |
- |
> 2 minggu |
- |
- |
Batuk kronik |
- |
> 2 minggu |
- |
- |
Pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal |
- |
> 1 cm, lebih dari 1 KGB, tidak nyeri |
- |
- |
Pembengkakan
tulang/sendi panggul,
lutut, falang |
- |
Ada pembengkakan |
- |
- |
Foto Rontgen toraks |
Normal/ |
|
|
|
kelainan tidak jelas |
Gambaran sugestif (mendukung) TBC |
- |
- |
|
a)Kesimpulan
dari hasil skoring:
(1)Jika skor total ≥6,
anak didiagnosis dengan TBC anak klinis dan
segera obati dengan OAT
(2)Jika skor total = 6,
uji Tuberkulin positif atau ada kontak erat, dengan gejala lainnya anak
didiagnosis dengan TBC anak klinis dan segera obati dengan OAT
(3)Jika skor total = 6,
uji Tuberkulin positif atau ada kontak erat, tanpa adanya gejala lainnya anak
didiagnosis dengan infeksi laten TBC, berikan pengobatan pencegahan TBC
(4)Jika skor total 6,
dan uji Tuberkulin negatif atau tidak ada kontak erat, observasi gejala selama
2-4 minggu, bila menetap evaluasi kembali kemungkinan diagnosis TBC dan rujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
(5)Pada pasien usia
balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien
tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
b)Parameter
Sistem Skoring:
(1)Kontak dengan pasien TBC terkonfirmasi
bakteriologis skor 3 bila ada bukti tertulis hasil labotarium TCM dari sumber
penularan yang bisa diperoleh dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
(2)Penentuan status gizi:
•Berat badan dan panjang/tinggi badan dinilai
saat pasien datang (moment opname).
•Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U.
Penentuan status gizi untuk anak usia ≤6 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes
2016, sedangkan untuk anak usia >6 tahun merujuk pada standar WHO 2005 yaitu
grafik IMT/U.
•Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi
dan dievaluasi selama 1-2 bulan.
7)Untuk menghindari
pasien TBC yang mangkir atau loss to follow up maka kader dan tenaga kesehatan
melaksanakan kunjungan rumah pada balita sakit yang tidak melakukan kunjungan
ulang sesuai anjuran.
8)Berikut alur layanan
TBC pada Balita dan Anak Pra Sekolah:
k.Skrining
Talasemia
1)Sasaran skrining
adalah semua bayi berusia 2 tahun keatas yang memiliki saudara kandung
penyandang talasemia (keluarga ring 1) atau ada riwayat keluarga dengan
transfusi darah rutin.
2)Pemeriksaan yang
dilakukan di FKTP adalah periksa darah rutin dan sediaan hapus darah tepi. Bila
hasilnya di curigai Talasemia maka akan dilakukan rujukan sampel.
3)Skrining dapat
dilakukan di Pustu dan Puskesmas dengan anamnesis kepada keluarga pasien,
apakah punya saudara dan/ atau anak penyandang Talasemia?, apakah ada keluarga
yang rutin melakukan transfusi darah? Bila ya, maka lakukan pemeriksaan darah
lengkap yang minimal mencakup pemeriksaan Hb, MCV dan MCH, serta membuat
sediaan apus darah tepi.
4)Metode pengambilan
sampel darah
Sampel darah dibagi
menjadi 2 tabung, tabung pertama diperiksa dengan hematologi analyzer dan
tabung kedua untuk rujukan ke FKRTL pada hari yang sama jika hasil pemeriksaan
tabung pertama dicurigai talasemia.
5)Hasil pemeriksaan
dicurigai pembawa sifat talasemia bila nilai salah satu dari Hb, MCV atau MCH
lebih rendah dari batas normal (Hb < 11mg/dL, MCV < 80 fL, MCH <
27pq).
No comments:
Post a Comment