d. Tenaga medis
1) Standar KPS 10
Rumah sakit menyelenggarakan
proses kredensial yang seragam dan transparan bagi tenaga medis yang diberi
izin memberikan asuhan kepada pasien secara mandiri.
2) Standar KPS 10.1
Rumah sakit melaksanakan
verifikasi terkini terhadap pendidikan, registrasi/izin, pengalaman, dan
lainnya dalam proses kredensialing tenaga medis.
3) Maksud dan Tujuan KPS 10
sampai KPS 10.1
Penjelasan mengenai istilah dan
ekspektasi yang ditemukan dalam standar-standar ini adalah sebagai berikut:
a) Kredensial adalah proses
evaluasi (memeriksa dokumen dari pelamar), wawancara, dan ketentuan lain sesuai
dengan kebutuhan rumah sakit yang dilakukan rumah sakit terhadap seorang tenaga
medis untuk menentukan apakah yang bersangkutan layak diberi penugasan klinis
dan kewenangan klinis untuk menjalankan asuhan/tindakan medis tertentu di
lingkungan rumah sakit tersebut untuk periode tertentu. Dokumen kredensial
adalah dokumen yang dikeluarkan oleh badan resmi untuk menunjukkan bukti telah
dipenuhinya persyaratan seperti ijazah dari fakultas kedokteran, surat tanda
registrasi, izin praktik, fellowship, atau bukti pendidikan dan pelatihan yang
telah mendapat pengakuan dari organisasi profesi kedokteran. Dokumen dokumen
ini harus diverifikasi ke sumber utama yang mengeluarkan dokumen tersebut atau
website verifikasi ijazah Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan
Teknologi.
Dokumen kredensial dapat juga
diperoleh dari rumah sakit, perorangan, badan hukum yang terkait dengan riwayat
profesional, atau riwayat kompetensi dari pelamar seperti surat rekomendasi,
semua riwayat pekerjaan sebagai tenaga medis di tempat kerja yang lalu,catatan
asuhan klinis yang lalu, riwayat kesehatan, dan foto. Dokumen ini akan diminta
rumah sakit sebagai bagian dari proses kredensial dan ijazah serta STR harus
diverifikasi ke sumber utamanya. Syarat untuk verifikasi kredensial disesuaikan
dengan posisi pelamar. Sebagai contoh, pelamar untuk kedudukan kepala
departemen/unit layanan di rumah sakit dapat diminta verifikasi terkait jabatan
dan pengalaman administrasi di masa lalu. Juga untuk posisi tenaga medis di
rumah sakit dapat diminta verifikasi riwayat pengalaman kerja beberapa tahun
yang lalu.
b) Tenaga medis adalah semua
dokter dan dokter gigi yang memberikan layanan promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif, bedah, atau layanan medis/gigi lain kepada pasien, atau yang memberikan
layanan interpretatif terkait pasien seperti patologi, radiologi, laboratorium,
serta memiliki surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP).
c) Verifikasi adalah proses untuk
memeriksa validitas dan kelengkapan kredensial dari sumber yang mengeluarkan
kredensial. Proses dapat dilakukan ke fakultas/rumah sakit/perhimpunan di dalam
maupun di luar negeri melalui email/surat konvensional/pertanyaan on line/atau
melalui telepon. Jika verifikasi dilakukan melalui email maka alamat email harus
sesuai dengan alamat email yang ada pada website resmi universitas/rumah
sakit/perhimpunan profesi tersebut dan bila melalui surat konvensional harus
dengan pos tercatat. Jika verifikasi dilakukan pada website verifikasi ijazah
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset dan Teknologi maka akan ada bukti ijazah tersebut terverifikasi.
d) Rekredensial adalah proses
kredensial ulang setiap 3 (tiga) tahun.
Dokumen kredensial dan
rekredensial meliputi:
(1) STR, SIP yang masih
berlaku;
(2) File pelanggaran etik atau
disiplin termasuk infomasi dari sumber luar seperti dari MKEK dan
MKDKI;
(3) Rekomendasi mampu secara
fisik maupun mental memberikan asuhan kepada pasien tanpa
supervisi dari profesi dokter
yang ditentukan;
(4) Bila tenaga medis mengalami
gangguan kesehatan, kecacatan tertentu, atau proses penuaan yang menghambat
pelaksanaan kerja maka kepada yang bersangkutan dilakukan
penugasan klinis ulang;
(5) Jika seorang anggota tenaga
medis mengajukan kewenangan baru terkait pelatihan spesialisasi canggih atau
subspesialisasi maka dokumen kredensial harus segera diverifikasi dari sumber
yang mengeluarkan sertifikat tersebut. Keanggotaan tenaga medis mungkin tidak
dapat diberikan jika rumah sakit tidak mempunyai teknologi, peralatan medis
khusus untuk mendukung kewenangan klinis tertentu. Sebagai contoh, seorang
nefrolog melamar untuk memberikan layanan dialisis di rumah sakit bila rumah
sakit tidak memiliki pelayanan ini maka kewenangan klinis untuk melakukan
haemodialisis tidak dapat diberikan.
Pengecualian untuk KPS 10.1 EP 1,
hanya untuk survei awal. Pada saat survei akreditasi awal rumah sakit
diwajibkan telah menyelesaikan verifikasi untuk tenaga medis baru yang
bergabung dalam 12 (dua belas) bulan menjelang survei awal. Selama 12 (dua belas)
bulan setelah survei awal, rumah sakit diwajibkan untuk menyelesaikan
verifikasi sumber primer untuk seluruh anggota tenaga medis lainnya. Proses ini
dicapai dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan setelah survei sesuai dengan
rencana yang memprioritaskan verifikasi kredensial bagi tenaga medis aktif yang
memberikan pelayanan berisiko tinggi.
Catatan: Pengecualian ini hanya
untuk verifikasi kredensial saja. Semua kredensial anggota tenaga medis harus
dikumpulkan dan ditinjau, dan kewenangan mereka diberikan.
e) Pengangkatan/penugasan
merupakan proses peninjauan kredensial awal pelamar untuk memutuskan apakah
orang tersebut memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan
pasien rumah sakit dan dapat didukung rumah sakit dengan staf yang kompeten dan
dengan kemampuan teknis rumah sakit. Untuk pelamar pertama, informasi yang
ditinjau kebanyakan berasal dari sumber luar. Individu atau mekanisme yang
berperan pada peninjauan, kriteria yang digunakan untuk membuat keputusan, dan
bagaimana keputusan didokumentasikan diidentifikasi dalam kebijakan rumah
sakit. Kebijakan rumah sakit mengidentifikasi proses pengangkatan praktisi
kesehatan mandiri untuk keperluan gawat darurat atau untuk sementara waktu.
Pengangkatan dan identifikasi
kewenangan untuk praktisi kesehatan tersebut tidak dibuat sampai setidaknya
verifikasi izin telah dilakukan.
f) Pengangkatan/penugasan kembali
merupakan proses peninjauan dokumen anggota tenaga medis untuk verifikasi:
(1) Perpanjangan izin;
(2) Bahwa anggota tenaga medis tidak
dikenai sanksi disipliner oleh badan perizinan dan sertifikasi;
(3) Bahwa berkas berisi
dokumentasi yang cukup untuk pencarian kewenangan atau tugas
baru/perluasan di rumah sakit;
dan
(4) Anggota tenaga medis mampu
secara fisik dan mental untuk memberikan perawatan dan tata laksana terhadap
pasien tanpa supervisi. Informasi untuk peninjauan ini berasal dari sumber
internal maupun eksternal. Jika suatu departemen/unit layanan klinis (misalnya,
pelayanan subspesialis) tidak memiliki kepala/pimpinan,
rumah sakit mempunyai
kebijakan untuk mengidentifikasi siapa yang melakukan peninjauan untuk para
tenaga profesional di departemen/unit layanan tersebut. Berkas
kredensial anggota tenaga medis harus merupakan sumber informasi yang dinamis
dan ditinjau secara konstan. Sebagai contoh, ketika anggota tenaga medis
mendapatkan sertifikat pencapaian yang berhubungan dengan peningkatan gelar
atau pelatihan khusus lanjutan, kredensial yang baru harus segera diverifikasi
dari sumber yang mengeluarkan. Demikian pula jika ada badan luar yang melakukan
investigasi tentang kejadian sentinel yang berkaitan dengan anggota tenaga
medis dan mengeluarkan sanksi, informasi ini harus segera digunakan untuk
mengevaluasi ulang kewenangan klinis dari anggota tenaga medis tersebut. Untuk
memastikan bahwa berkas tenaga medis lengkap dan terkini, berkas ditinjau
sedikitnya setiap 3 (tiga) tahun, dan terdapat catatan pada berkas tentang
tindakan yang telah dilakukan atau tidak diperlukannya tindak lanjut sehingga
pengangkatan tenaga medis dilanjutkan.
Keanggotaan tenaga medis dapat
tidak diberikan jika rumah sakit tidak memiliki peralatan medis khusus atau
staf untuk mendukung praktik profesi tersebut. Sebagai contoh, ahli nefrologi
yang ingin melakukan pelayanan dialisis di rumah sakit, dapat tidak
diberikan kewenangan (privilege) bila
rumah sakit tidak menyelenggarakan pelayanan dialisis.
Akhirnya, jika izin/registrasi
pelamar telah diverifikasi dengan sumber yang mengeluarkan, tetapi dokumen lain
seperti edukasi dan pelatihan belum diverifikasi, staf tersebut dapat diangkat
menjadi anggota tenaga medis dan kewenangan klinis dapat diberikan untuk orang
tersebut untuk kurun waktu yang tidak melebihi 90 (sembilan puluh) hari. Pada
kondisi di atas, orang-orang tersebut tidak boleh melakukan praktik secara
mandiri dan memerlukan supervisi hingga seluruh kredensial telah diverifikasi.
Supervisi secara jelas didefinisikan dalam kebijakan rumah sakit, dan
berlangsung tidak lebih dari 90 (sembilan puluh) hari.
4) Elemen Penilaian KPS 10
a) Rumah sakit telah menetapkan
peraturan internal tenaga medis (medical staf bylaws) yang mengatur proses penerimaan,
kredensial, penilaian kinerja, dan rekredensial tenaga medis
b) Rumah sakit telah melaksanakan
proses kredensial dan pemberian kewenangan klinis untuk pelayanan diagnostik,
konsultasi, dan tata laksana yang diberikan oleh dokter praktik mandiri di
rumah sakit secara seragam
c) Rumah sakit telah melaksanakan
proses kredensial dan pemberian kewenangan klinis kepada dokter praktik mandiri
dari luar rumah sakit seperti konsultasi kedokteran jarak jauh (telemedicine),
radiologi jarak jauh (teleradiology), dan interpretasi untuk pemeriksaan
diagnostik lain: elektrokardiogram (EKG), elektroensefalogram (EEG),
elektromiogram (EMG), serta pemeriksaan lain yang serupa.
d) Setiap tenaga medis yang
memberikan pelayanan di rumah sakit wajib menandatangani perjanjian sesuai
dengan regulasi rumah sakit.
e) Rumah sakit telah melaksanakan
verifikasi ke Lembaga/Badan/Instansi pendidikan atau organisasi profesional
yang diakui yang mengeluarkan izin/sertifikat, dan kredensial lain dalam proses
kredensial sesuai dengan peraturan perundangundangan atau yang
f) Ada bukti dilaksanakan
kredensial tambahan ke sumber yang mengeluarkan apabila tenaga medis yang
meminta kewenangan klinis tambahan yang canggih atau subspesialisasi.
5) Elemen Penilaian KPS 10.1
a) Pengangkatan tenaga medis
dibuat berdasar atas kebijakan rumah sakit dan konsisten dengan populasi pasien
rumah sakit, misi, dan pelayanan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan
pasien.
b) Pengangkatan tidak dilakukan
sampai setidaknya izin/surat tanda registrasi sudah diverifikasi dari sumber
utama yang mengeluarkan surat tersebut dan tenaga medis dapat memberikan
pelayanan kepada pasien di bawah supervisi sampai semua kredensial yang
disyaratkan undang-undang dan peraturan sudah diverifikasi dari sumbernya.
c) Untuk tenaga medis yang belum
mendapatkan kewenangan mandiri, dilakukan supervisi dengan mengatur frekuensi
supervisi dan supervisor yang ditunjuk serta didokumentasikan di file
kredensial staf tersebut.
6) Standar KPS 11
Rumah sakit menetapkan proses
yang seragam, objektif, dan berdasar bukti (evidence based) untuk memberikan
wewenang kepada tenaga medis untuk memberikan layanan klinis kepada pasien
sesuai dengan kualifikasinya
7) Maksud dan Tujuan KPS 11
Pemberian kewenangan
(privileging) adalah penentuan kompetensi klinis terkini tenaga medis dan
pengambilan keputusan tentang pelayanan klinis yang diizinkan kepada tenaga
medis. Pemberian kewenangan (privileging) ini merupakan penentuan paling
penting yang harus dibuat rumah sakit untuk melindungi keselamatan pasien dan
meningkatkan mutu pelayanan klinis.
Pertimbangan untuk pemberian
kewenangan klinis pada pengangkatan awal termasuk hal-hal berikut:
a) Keputusan tentang kewenangan
klinis yang akan diberikan kepada seorang tenaga medis didasarkan terutama atas
informasi dan dokumentasi yang diterima dari sumber luar rumah sakit. Sumber
luar ini dapat berasal dari program pendidikan spesialis, surat rekomendasi
dari penempatan sebagai tenaga medis yang lalu, atau dari organisasi profesi,
kolega dekat, dan setiap data informasi yang mungkin diberikan kepada rumah
sakit. Secara umum, sumber informasi ini terpisah dari yang diberikan oleh
institusi pendidikan seperti program dokter spesialis, tidak diverifikasi dari
sumber kecuali ditentukan lain oleh kebijakan rumah sakit, paling sedikit area
kompetensi sudah dapat dianggap benar.
Evaluasi praktik profesional
berkelanjutan (ongoing professional practice evaluation/OPPE) untuk anggota
tenaga medis memberikan informasi penting untuk proses pemeliharaan keanggotaan
tenaga medis dan terhadap proses pemberian kewenangan klinis.
b) Program pendidikan spesialis
menentukan dan membuat daftar secara umum tentang kompetensinya di area
diagnosis dan tindakan profesi dan Konsil kedokteran Indonesia (KKI) mengeluarkan
standar kompetensi atau kewenangan klinis. Perhimpunan profesi lain membuat
daftar secara detail jenis/tindak medis yang dapat dipakai sebagai acuan dalam
proses pemberian kewenangan klinis;
c) Di dalam setiap area
spesialisasi proses untuk merinci kewenangan ini seragam;
d) Seorang dokter dengan
spesialisasi yang sama dimungkinkan memiliki kewenangan klinis berbeda yang
disebabkan oleh perbedaan pendidikan dan pelatihan tambahan, pengalaman, atau
hasil kinerja yang bersangkutan selama bekerja, serta kemampuan motoriknya;
e) Keputusan kewenangan klinis
dirinci dan akan direkomendasikan kepada pimpinan rumah sakit di area
spesialisasi terkait dengan mempertimbangkan proses lain, diantaranya:
(1) Pemilihan proses apa yang
akan dimonitor menggunakan data oleh pimpinan unit pelayanan klinis;
(2) Penggunaan data tersebut
dalam OPPE dari tenaga medis tersebut di unit pelayanan klinis; dan
(3) Penggunaan data yang
dimonitor tersebut untuk proses penugasan ulang dan pembaharuan kewenangan
klinis.
f) Penilaian kinerja tenaga medis
berkelanjutan setiap tahun yang dikeluarkan oleh rumah sakit yang berisi jumlah
pasien per penyakit/tindakan yang ditangani per tahun, rerata lama dirawat,
serta angka kematiannya. Angka Infeksi Luka Operasi (ILO) dan kepatuhan
terhadap Panduan Praktik Klinis (PPK) meliputi penggunaan obat, penunjang
diagnostik, darah, produk darah, dan lainnya;
g) Hasil evaluasi praktik
professional berkelanjutan
(OPPE) dan terfokus (FPPE);
h) Hasil pendidikan dan pelatihan
tambahan dari pusat pendidikan, kolegium, perhimpunan profesi, dan rumah sakit
yang kompeten mengeluarkan sertifikat;
i) Untuk kewenangan tambahan pada
pelayanan risiko tinggi maka rumah sakit menentukan area pelayanan risiko
tinggi seperti prosedur cathlab, penggantian sendi lutut dan panggul, pemberian
obat kemoterapi, obat radioaktif, obat anestesi, dan lainnya. Prosedur dengan
risiko tinggi tersebut maka tenaga medis dapat diberikan kewenangan klinis
secara khusus. Prosedur risiko tinggi, obat-obat, atau layanan yang lain
ditentukan di kelompok spesialisasi dan dirinci kewenangannya secara jelas.
Beberapa prosedur mungkin digolongkan berisiko tinggi disebabkan oleh peralatan
yang digunakan seperti dalam kasus penggunaan robot atau penggunaan tindakan
dari jarak jauh melalui komputer. Juga pemasangan implan yang memerlukan
kaliberasi, presisi, dan monitor jelas membutuhkan kewenangan klinis secara
spesifik.
j) Kewenangan klinis tidak dapat
diberikan jika rumah sakit tidak mempunyai peralatan medis khusus atau staf
khusus untuk mendukung pelaksanaan kewenangan klinis. Sebagai contoh, seorang
nefrolog kompeten melakukan dialisis atau kardiolog kompeten memasang sten
tidak dapat diberi kewenangan klinis jika rumah sakit tidak memiliki
peralatannya. Catatan: jika anggota
tenaga medis juga mempunyai tanggung jawab administrasi seperti ketua kelompok
tenaga medis (KSM), administrator rumah sakit, atau posisi lain maka tanggung
jawab peran ini diuraikan di uraian tugas atau job description. Rumah sakit
menetapkan sumber utama untuk memverifikasi peran administrasi ini.
Proses pemberian rincian
kewenangan klinis:
a) Terstandar, objektif, berdasar
atas bukti (evidence based).
b) Terdokumentasi di kebijakan
rumah sakit.
c) Aktif dan berkelanjutan
mengikuti perubahan kredensial tenaga medis.
d) Diikuti semua anggota tenaga
medis.
e) Dapat dibuktikan bahwa
prosedur yang digunakan efektif.
Surat penugasan klinis (SPK) dan
rincian kewenangan klinis (RKK) tersedia dalam bentuk salinan cetak, salinan
elektronik, atau cara lainnya sesuai lokasi/tempat tenaga medis memberikan
pelayanan (misalnya, di kamar operasi, unit gawat darurat). Tenaga medis juga
diberikan salinan kewenangan klinisnya. Pembaruan informasi dikomunikasikan jika
kewenangan klinis anggota tenaga medis berubah.
8) Elemen Penilaian KPS 11
a) Direktur menetapkan kewenangan
klinis setelah mendapat rekomendasi dari Komite Medik termasuk kewenangan
tambahan dengan mempertimbangan poin
a) – j) dalam maksud dan tujuan.
b) Ada bukti pemberian kewenangan
klinis berdasar atas rekomendasi kewenangan klinis dari Komite Medik.
c) Ada bukti pelaksanaan
pemberian kewenangan tambahan setelah melakukan verifikasi dari sumber utama
yang mengeluarkan ijazah/sertifikat.
d) Surat penugasan klinis dan
rincian kewenangan klinis anggota tenaga medis dalam bentuk cetak atau
elektronik (softcopy) atau media lain tersedia di semua unit pelayanan.
e) Setiap tenaga medis hanya
memberikan pelayanan klinis sesuai kewenangan klinis yang diberikan
kepadanya.
9) Standar KPS 12
Rumah sakit menerapkan evaluasi
praktik profesional berkelanjutan (OPPE) tenaga medis secara seragam untuk
menilai mutu dan keselamatan serta pelayanan pasien yang diberikan oleh setiap
tenaga medis.
10) Maksud dan Tujuan KPS 12
Penjelasan istilah dan ekspektasi
yang terdapat dalam standar ini adalah sebagai berikut:
a) Evaluasi praktik profesional
berkelanjutan (OPPE) adalah proses pengumpulan data dan informasi secara
berkesinambungan untuk menilai kompetensi klinis dan perilaku profesional
tenaga medis.
Informasi tersebut akan
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan untuk mempertahankan, merevisi,
atau mencabut kewenangan klinis sebelum berakhirnya siklus 3 (tiga) tahun untuk
pembaruan kewenangan klinis.
Pimpinan medik, kepala unit,
Subkomite Mutu Profesi Komite Medik dan Ketua Kelompok Staf Medik (KSM)
bertanggung jawab mengintegrasikan data dan informasi tenaga medis dan
pengambilan kesimpulan dalam memberikan penilaian.
Jika terjadi kejadian insiden
keselamatan pasien atau pelanggaran perilaku etik maka dilakukan tindakan
terhadap tenaga medis tersebut secara adil (just culture) berdasarkan hasil
analisis terkait kejadian tersebut.
Tindakan jangka pendek dapat
dalam bentuk konseling, menempatkan
kewenangan tertentu di bawah supervisi, pembatasan kewenangan, atau tindakan
lain untuk membatasi risiko terhadap pasien, dan untuk meningkatkan mutu serta
keselamatan pasien. Tindakan jangka panjang dalam bentuk membuat rekomendasi
terkait kelanjutan keanggotaan tenaga medis dan kewenangan klinis.
Proses ini dilakukan sedikitnya
setiap 3 (tiga) tahun. Monitor dan
evaluasi berkelanjutan tenaga medis menghasilkan informasi kritikal dan penting
terhadap proses mempertahankan tenaga medis dan proses pemberian kewenangan
klinis. Walaupun dibutuhkan 3 (tiga) tahun untuk memperpanjang keanggotaan
tenaga medis dan kewenangan kliniknya, prosesnya dimaksudkan berlangsung
sebagai proses berkelanjutan dan dinamis.
Masalah mutu dan insiden
keselamatan pasien dapat terjadi jika kinerja klinis tenaga medis tidak
dikomunikasikan dan dilakukan tindak lanjut.
Proses monitor penilaian OPPE
tenaga medis untuk:
(1) Meningkatkan praktik
individual terkait mutu dan asuhan pasien yang aman;
(2) Digunakan sebagai dasar
mengurangi variasi di dalam kelompok tenaga medis (KSM) dengan cara
membandingkan antara kolega, penyusunan panduan praktik klinis (PPK), dan
clinical pathway; dan
(3) Digunakan sebagai dasar
memperbaiki kinerja kelompok tenaga medis/unit dengan cara membandingkan acuan
praktik di luar rumah sakit, publikasi riset, dan indikator kinerja klinis
nasional bila tersedia.
Penilaian OPPE tenaga medis
memuat 3 (tiga) area umum yaitu:
(1) Perilaku;
(2) Pengembangan professional;
dan
(3) Kinerja klinis.
b) Perilaku tenaga medis adalah
sebagai model atau mentor dalam menumbuhkan budaya keselamatan (safety culture)
di rumah sakit. Budaya keselamatan ditandai dengan partisipasi penuh semua staf
untuk melaporkan bila ada insiden keselamatan pasien tanpa ada rasa takut untuk
melaporkan dan disalahkan (no blame culture).
Budaya keselamatan juga sangat
menghormati satu sama lain, antar kelompok profesional, dan tidak terjadi sikap
saling mengganggu. Umpan balik staf dalam dapat membentuk sikap dan perilaku
yang diharapkan dapat mendukung staf medik menjadi model untuk menumbuhkan
budaya aman. Evaluasi perilaku memuat:
(1) Evaluasi apakah seorang
tenaga medis mengerti dan mendukung kode etik dan disiplin profesi dan rumah
sakit serta dilakukan identifikasi perilaku yang dapat atau tidak dapat
diterima maupun perilaku yang mengganggu;
(2) Tidak ada laporan dari
anggota tenaga medis tentang perilaku yang dianggap tidak dapat diterima atau
mengganggu; dan
(3) Mengumpulkan, analisis, serta
menggunakan data dan informasi berasal dari survei staf serta survei lainnya
tentang budaya aman di rumah sakit.
Proses pemantauan OPPE harus
dapat mengenali hasil pencapaian, pengembangan potensial terkait kewenangan
klinis dari anggota tenaga medis, dan layanan yang diberikan. Evaluasi perilaku
dilaksanakan secara kolaboratif antara Subkomite Etik dan Disiplin, manajer
SDM, manajer pelayanan, dan kepala unit kerja.
Pengembangan profesional anggota
tenaga medis berkembang dengan menerapkan teknologi baru dan pengetahuan klinis
baru. Setiap anggota tenaga medis dari segala tingkatan akan merefleksikan
perkembangan dan perbaikan pelayanan kesehatan dan praktik profesional sebagai
berikut:
(1) Asuhan pasien, penyediaan
asuhan penuh kasih, tepat dan efektif dalam promosi kesehatan, pencegahan
penyakit, pengobatan penyakit, dan asuhan di akhir hidup. Alat ukurnya adalah
layanan preventif dan laporan dari pasien serta keluarga
(2) Pengetahuan medik/klinik
termasuk pengetahuan biomedik, klinis, epidemiologi, ilmu pengetahuan sosial
budaya, dan pendidikan kepada pasien. Alat ukurnya adalah penerapan panduan
praktik klinis (clinical practice guidelines) termasuk revisi pedoman hasil
pertemuan profesional dan publikasi.
(3) Praktik belajar berdasar
bukti (practice-bases learning) dan pengembangan, penggunaan bukti ilmiah dan
metode pemeriksaan, evaluasi, serta perbaikan asuhan pasien berkelanjutan
berdasar atas evaluasi dan belajar terus menerus (contoh alat ukur survei
klinis, memperoleh kewenangan berdasar atas studi dan keterampilan klinis baru,
dan partisipasi penuh pada pertemuan ilmiah).
(4) Kepandaian berkomunikasi
antarpersonal termasuk menjaga dan meningkatkan pertukaran informasi dengan
pasien, keluarga pasien, dan anggota tim layanan kesehatan yang lain (contoh,
partisipasi aktif di ronde ilmiah, konsultasi tim, dan kepemimpinan tim).
(5) Profesionalisme, janji
mengembangkan profesionalitas terus menerus, praktik etik, pengertian terhadap
perbedaan, serta perilaku bertanggung jawab terhadap pasien, profesi, dan
masyarakat (contoh, alat ukur: pendapat pimpinan di tenaga medis terkait isu
klinis dan isu profesi, aktif membantu diskusi panel tentang etik, ketepatan
waktu pelayanan di rawat jalan maupun rawat inap, dan partisipasi di
masyarakat).
(6) Praktik berbasis sistem,
serta sadar dan tanggap terhadap jangkauan sistem pelayanan kesehatan yang
lebih luas (contoh alat ukur: pemahaman terhadap regulasi rumah sakit yang
terkait dengan tugasnya seperti sistem asuransi medis, asuransi kesehatan
(JKN), sistem kendali mutu, dan biaya. Peduli pada masalah resistensi
antimikrob).
(7) Mengelola sumber daya,
memahami pentingnya sumber daya dan berpartisipasi melaksanakan asuhan yang
efisien, serta menghindari penyalahgunaan pemeriksaan untuk diagnostik dan
terapi yang tidak ada manfaatnya bagi pasien serta meningkatkan biaya pelayanan
kesehatan (contoh alat ukur: berpartisipasi dalam kendali mutu dan biaya,
kepedulian terhadap biaya yang ditanggung pasien, serta berpatisipasi dalam proses
seleksi pengadaan)
(8) Sebagai bagian dari proses
penilaian, proses pemantauan dan evaluasi berkelanjutan, serta harus mengetahui
kinerja anggota tenaga medis yang relevan dengan potensi pengembangan kemampuan
profesional tenaga medis.
Proses pemantauan OPPE tenaga
medis harus dapat menjadi bagian dari proses peninjauan kinerja tenaga medis
terkait dengan upaya mendukung budaya keselamatan.
Penilaian atas informasi bersifat
umum berlaku bagi semua anggota tenaga medis dan juga tentang informasi spesifik
terkait kewenangan anggota tenaga medis dalam memberikan pelayanannya. Rumah
sakit mengumpulkan berbagai data untuk keperluan manajemen, misalnya membuat
laporan ke pimpinan rumah sakit tentang alokasi sumber daya atau sistem
pembiayaan rumah sakit. Agar bermanfaat bagi evaluasi berkelanjutan seorang
tenaga medis maka sumber data rumah sakit:
(1) Harus dikumpulkan sedemikian
rupa agar teridentifikasi tenaga medis yang berperan. Harus terkait dengan
praktik klinis seorang anggota tenaga medis; dan
(2) Dapat menjadi rujukan (kaji
banding) di dalam KSM/Unit layanan atau di luarnya untuk mengetahui pola
individu tenaga medis.
Sumber data potensial seperti itu
misalnya adalah lama hari rawat (length of stay), frekuensi (jumlah pasien yang
ditangani), angka kematian, pemeriksaan diagnostik, pemakaian darah, pemakaian
obat-obat tertentu, angka ILO, dan lain sebagainya.
Pemantauan dan evaluasi anggota
tenaga medis berdasar atas berbagai sumber data termasuk data cetak, data
elektronik, observasi dan, interaksi teman sejawat. Simpulan proses monitor dan
evaluasi anggota tenaga medis:
(1) Jenis anggota tenaga medis,
jenis KSM, jenis unit layanan terstandar;
(2) Data pemantauan dan informasi
dipergunakan untuk perbandingan internal, mengurangi variasi perilaku, serta
pengembangan profesional dan
hasil klinis;
(3) Data monitor dan informasi
dipergunakan untuk melakukan perbandingan eksternal dengan praktik berdasar
bukti (evidence based practice) atau sumber rujukan tentang data dan informasi
hasil klinis;
(4) Dipimpin oleh ketua KSM/unit
layanan, manajer medis, atau unit kajian tenaga medis; dan
(5) Pemantauan dan evaluasi
terhadap kepala bidang pelayanan dan kepala KSM oleh profesional yang
kompeten.
Kebijakan rumah sakit
mengharuskan ada tinjauan (review) paling sedikit selama 12 (dua belas) bulan.
Review dilakukan secara kolaborasi di antaranya oleh kepala KSM/unit layanan,
kepala bidang pelayanan medis, Subkomite Mutu Profesi Komite Medik, dan bagian
IT. Temuan, simpulan, dan tindakan yang dijatuhkan atau yang direkomendasikan
dicatat di file praktisi serta tercermin di kewenangan kliniknya. Pemberitahuan
diberikan kepada tempat di tempat praktisi memberikan layanan.
Informasi yang dibutuhkan untuk
tinjauan ini dikumpulkan dari internal dan dari pemantauan serta evaluasi
berkelanjutan setiap anggota staf termasuk juga dari sumber luar seperti
organisasi profesi atau sumber instansi resmi.
File kredensial dari seorang
anggota tenaga medis harus menjadi sumber informasi yang dinamis dan selalu
ditinjau secara teratur. Contohnya, jika seorang anggota staf menyerahkan
sertifikat kelulusan sebagai hasil dari pelatihan spesialisasi khusus maka
kredensial baru ini harus diverifikasi segera dari sumber yang mengeluarkan
sertifikat. Sama halnya, jika instansi dari luar (MKEK/MKDKI) menyelidiki
kejadian sentinel terkait seorang anggota tenaga medis dan memberi sanksi maka
informasi ini harus digunakan untuk evaluasi muatan kewenangan klinis anggota
tenaga medis. Untuk menjamin bahwa file tenaga medis lengkap dan akurat, file
diperiksa paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali dan ada catatan di file tindakan
yang diberikan atau tindakan yang tidak diperlukan sehingga penempatan tenaga
medis dapat berlanjut.
Pertimbangan untuk merinci
kewenangan klinis waktu penempatan kembali sebagai berikut:
(1) Anggota tenaga medis dapat
diberikan kewenangan klinis tambahan berdasar atas pendidikan dan pelatihan
lanjutan. Pendidikan dan pelatihan diverifikasi dari sumber utamanya. Pemberian
penuh kewenangan klinis tambahan mungkin ditunda sampai proses verifikasi
lengkap atau jika dibutuhkan waktu harus dilakukan supervisi sebelum kewenangan
klinis diberikan.
Contoh, jumlah kasus yang harus
disupervisi dari kardiologi intervensi;
(2) Kewenangan klinis anggota
tenaga medis dapat dilanjutkan, dibatasi, atau dihentikan berdasar: hasil dari
proses tinjauan praktik profesional berkelanjutan;
(3) Pembatasan kewenangan klinik
dari organisasi profesi, KKI, MKEK, MKDKI, atau badan resmi lainnya;
(4) Temuan rumah sakit dari hasil
evaluasi kejadian sentinel atau kejadian lain; kesehatan tenaga medis; dan/atau
(5) Permintaan tenaga medis.
11) Elemen Penilaian KPS 12
a) Rumah sakit telah menetapkan
dan menerapkan proses penilaian kinerja untuk evaluasi mutu praktik profesional
berkelanjutan, etik, dan disiplin (OPPE) tenaga medis
b) Penilaian OPPE tenaga medis
memuat 3 (tiga) area umum 1) – 3) dalam maksud dan tujuan.
c) Penilaian OPPE juga meliputi
peran tenaga medis dalam pencapaian target indikator mutu yang diukur di unit
tempatnya bekerja.
d) Data dan informasi hasil
pelayanan klinis dari tenaga medis dikaji secara objektif dan berdasar atas
bukti, jika memungkinkan dilakukan benchmarking dengan pihak eksternal rumah
sakit.
e) Data dan informasi hasil
pemantauan kinerja tenaga medis sekurang-kurangnya setiap 12 (dua belas) bulan
dilakukan oleh kepala unit, kepala kelompok tenaga medis, Subkomite Mutu
Profesi Komite Medik dan pimpinan pelayanan medis. Hasil, simpulan, dan
tindakan didokumentasikan di dalam file kredensial tenaga medis tersebut
f) Jika terjadi kejadian insiden
keselamatan pasien atau pelanggaran perilaku etik maka dilakukan tindakan
terhadap tenaga medis tersebut secara adil (just culture) berdasarkan hasil
analisisterkait kejadian tersebut.
g) Bila ada temuan yang berdampak
pada pemberian kewenangan tenaga medis, temuan tersebut didokumentasi ke dalam
file tenaga medis dan diinformasikan serta disimpan di unit tempat tenaga medis
memberikan pelayanan
12) Standar KPS 13
Rumah sakit paling sedikit setiap
3 (tiga) tahun melakukan rekredensial berdasarkan hasil penilaian praktik
profesional berkelanjutan (OPPE) terhadap setiap semua tenaga medis rumah sakit
untuk menentukan apabila tenaga medis dan kewenangan klinisnya dapat
dilanjutkan dengan atau tanpa modifikasi.
13) Maksud dan Tujuan KPS 13
Penjelasan istilah dan ekspektasi
yang ditemukan dalam standar-standar ini adalah sebagai berikut:
a) Rekredensial/penugasan kembali
merupakan proses peninjauan, sedikitnya dilakukan setiap 3 (tiga) tahun, terhadap file tenaga medis untuk
verifikasi:
(1) Kelanjutan izin
(license);
(2) Apakah anggota tenaga medis
tidak terkena tindakan etik dan disiplin dari MKEK dan MKDKI;
(3) Apakah tersedia dokumen untuk
mendukung penambahan kewenangan klinis atau tanggung jawab di rumah sakit; dan
(4) Apakah anggota tenaga medis
mampu secara fisik dan mental memberikan asuhan dan pengobatan tanpa supervisi.
Informasi untuk peninjauan ini
dikumpulkan dari sumber internal, penilaian praktik profesional berkelanjutan
tenaga medis (OPPE), dan juga dari sumber eksternal seperti organisasi profesi
atau sumber instansi resmi.
File kredensial dari seorang
anggota tenaga medis harus menjadi sumber informasi yang dinamis dan selalu
ditinjau secara teratur. Sebagai contoh, ketika anggota tenaga medis
mendapatkan sertifikat pencapaian berkaitan dengan peningkatan gelar atau
pelatihan spesialistis lanjutan, kredensial yang baru segera diverifikasi dari
sumber yang mengeluarkan. Demikian pula ketika badan luar melakukan investigasi
tentang kejadian sentinel yang berkaitan dengan anggota tenaga medis dan
mengenakan sanksi, informasi ini harus segera digunakan untuk evaluasi ulang
kewenangan klinis anggota tenaga medis tersebut. Untuk memastikan berkas tenaga
medis lengkap dan akurat, berkas ditinjau sedikitnya setiap 3 (tiga) tahun, dan terdapat catatan dalam berkas yang
menunjukkan tindakan yang telah dilakukan atau bahwa tidak diperlukan tindakan
apa pun dan pengangkatan tenaga medis dilanjutkan.
Misalnya, jika seorang tenaga
medis menyerahkan sertifikat kelulusan sebagai hasil dari pelatihan
spesialisasi khusus, kredensial baru ini harus diverifikasi segera dari sumber
yang mengeluarkan sertifikat. Sama halnya, jika instansi dari luar (MKEK/MKDKI)
menyelidiki kejadian sentinel pada seorang tenaga medis dan memberi sanksi maka
informasi ini harus digunakan untuk penilaian kewenangan klinis tenaga medis
tersebut. Untuk menjamin bahwa file tenaga medis lengkap dan akurat, file
diperiksa paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali dan ada kesimpulan hasil
peninjauan di file berupa tindakan yang akan dilakukan atau tindakan tidak
diperlukan sehingga penempatan tenaga medis dapat dilanjutkan.
Pertimbangan untuk memberikan
kewenangan klinis saat rekredensial/penugasan kembali mencakup halhal berikut:
(1) Tenaga medis dapat diberikan
kewenangan tambahan berdasarkan pendidikan dan pelatihan lanjutan. Pendidikan
dan pelatihan telah diverifikasi dari Badan/Lembaga/Institusi penyelenggara
pendidikan atau pelatihan. Pelaksanaan kewenangan tambahan dapat ditunda sampai
proses verifikasi selesai atau sesuai ketentuan rumah sakit terdapat periode
waktu persyaratan untuk praktik di bawah supervisi sebelum pemberian kewenangan
baru diberikan secara mandiri; misalnya jumlah kasus yang harus disupervisi
dari kardiologi intervensi;
(2) Kewenangan tenaga medis dapat
dilanjutkan, dibatasi, dikurangi, atau dihentikan berdasarkan:
a) Hasil evaluasi praktik
profesional berkelanjutan (OPPE);
b) Batasan kewenangan yang
dikenakan kepada staf oleh organisasi profesi, KKI, MKEK,
MKDKI, atau badan resmi lainnya;
c) Temuan rumah sakit dari
analisis terhadap kejadian sentinel atau kejadian lainnya;
d) Status kesehatan tenaga medis;
dan/atau
e) Permintaan dari tenaga medis.
14) Elemen Penilaian KPS 13
a) Berdasarkan penilaian praktik
profesional berkelanjutan tenaga medis, rumah sakit menentukan sedikitnya
setiap 3 (tiga) tahun, apakah kewenangan klinis tenaga medis dapat dilanjutkan
dengan atau tanpa modifikasi (berkurang atau bertambah).
b) Terdapat bukti terkini dalam
berkas setiap tenaga medis untuk semua kredensial yang perlu diperbarui secara
periodik.
c) Ada bukti pemberian kewenangan
klinis tambahan didasarkan atas kredensial yang telah diverifikasi dari sumber
Badan/Lembaga/Institusi penyelenggara pendidikan atau pelatihan. sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
No comments:
Post a Comment