d. Peresepan
1) Standar PKPO 4
Rumah sakit menetapkan dan
menerapkan regulasi rekonsiliasi obat.
2) Maksud dan Tujuan PKPO 4
Pasien yang dirawat di rumah
sakit mungkin sebelum masuk rumah sakit sedang menggunakan obat baik obat resep
maupun non resep. Adanya diskrepansi (perbedaan) terapi obat yang diterima
pasien sebelum dirawat dan saat dirawat dapat membahayakan kesehatan pasien.
Kajian sistematik yang dilakukan oleh Cochrane pada tahun 2018 menunjukkan
55,9% pasien berisiko mengalami diskrepansi terapi obat saat perpindahan
perawatan (transition of care). Untuk mencegah terjadinya kesalahan obat
(medication error) akibat adanya diskrepansi tersebut, maka rumah sakit harus
menetapkan dan menerapkan proses rekonsiliasi obat. Rekonsiliasi obat di rumah
sakit adalah proses membandingkan daftar obat yang digunakan oleh pasien
sebelum masuk rumah sakit dengan obat yang diresepkan pertama kali sejak pasien
masuk, saat pindah antar unit pelayanan (transfer) di dalam rumah sakit dan
sebelum pasien pulang.
Rekonsiliasi obat merupakan
proses kolaboratif yang dilakukan oleh dokter, apoteker dan perawat, serta
melibatkan pasien/keluarga. Rekonsiliasi obat dimulai dengan menelusuri riwayat
penggunaan obat pasien sebelum masuk rumah sakit, kemudian membandingkan daftar
obat tersebut dengan obat yang baru diresepkan saat perawatan. Jika ada
diskrepansi, maka dokter yang merawat memutuskan apakah terapi obat yang
digunakan oleh pasien sebelum masuk rumah sakit akan dilanjutkan atau tidak.
Hasil rekonsiliasi obat didokumentasikan dan dikomunikasikan kepada profesional
pemberi asuhan (PPA) terkait dan pasien/keluarga.
Kajian sistematik membuktikan
bahwa rekonsiliasi obat dapat menurunkan diskrepansi dan kejadian yang tidak
diharapkan terkait penggunaan obat (adverse drug event).
3) Elemen Penilaian PKPO 4
a) Rumah sakit menerapkan
rekonsiliasi obat saat pasien masuk rumah sakit, pindah antar unit pelayanan di
dalam rumah sakit dan sebelum pasien pulang.
b) Hasil rekonsiliasi obat
didokumentasikan di rekam medis.
4) Standar PKPO 4.1
Rumah sakit menetapkan dan
menerapkan regulasi peresepan/permintaan obat dan BMHP/instruksi pengobatan
sesuai peraturan perundang-undangan.
5) Maksud dan Tujuan PKPO 4.1
Di banyak hasil penelitian,
kesalahan obat (medication error) yang tersering terjadi di tahap peresepan.
Jenis kesalahan peresepan antara lain: resep yang tidak lengkap, ketidaktepatan
obat, dosis, rute dan frekuensi pemberian. Peresepan menggunakan tulisan tangan
berpotensi tidak dapat dibaca. Penulisan resep yang tidak lengkap dan tidak
terbaca dapat menyebabkan kesalahan dan tertundanya pasien mendapatkan obat.
Rumah sakit harus menetapkan dan
menerapkan regulasi tentang peresepan/permintaan obat dan BMHP/instruksi
pengobatan yang benar, lengkap dan terbaca. Rumah sakit menetapkan dan melatih
tenaga medis yang kompeten dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan
obat dan BMHP/instruksi pengobatan.
Untuk menghindari keragaman dan
mencegah kesalahan obat yang berdampak pada keselamatan pasien, maka rumah
sakit menetapkan persyaratan bahwa semua resep/permintaan obat/instruksi
pengobatan harus mencantumkan identitas pasien (lihat SKP 1), nama obat, dosis,
frekuensi pemberian, rute pemberian, nama dan tanda tangan dokter. Persyaratan
kelengkapan lain ditambahkan disesuaikan dengan jenis resep/permintaan
obat/instruksi pengobatan, misalnya:
a) Penulisan nama dagang atau
nama generik pada sediaan dengan zat aktif tunggal.
b) Penulisan indikasi dan dosis
maksimal sehari pada obat PRN (pro renata atau “jika perlu”).
c) Penulisan berat badan dan/atau
tinggi badan untuk pasien anak-anak, lansia, pasien yang mendapatkan
kemoterapi, dan populasi khusus lainnya.
d) Penulisan kecepatan pemberian
infus di instruksi pengobatan.
e) Penulisan instruksi khusus
seperti: titrasi, tapering, rentang dosis.
Instruksi titrasi adalah
instruksi pengobatan dimana dosis obat dinaikkan/diturunkan secara bertahap
tergantung status klinis pasien. Instruksi harus terdiri dari: dosis awal,
dosis titrasi, parameter penilaian, dan titik akhir penggunaan, misalnya: infus
nitrogliserin, dosis awal 5 mcg/menit. Naikkan dosis 5 mcg/menit setiap 5 menit
jika nyeri dada menetap, jaga tekanan darah 110-140 mmHg.
Instruksi tapering down/tapering
off adalah instruksi pengobatan dimana dosis obat diturunkan secara bertahap
sampai akhirnya dihentikan. Cara ini dimaksudkan agar tidak terjadi efek yang
tidak diharapkan akibat penghentian mendadak. Contoh obat yang harus dilakukan
tapering down/off: pemakaian jangka panjang kortikosteroid, psikotropika.
Instruksi harus rinci dituliskan tahapan penurunan dosis dan waktunya.
Instruksi rentang dosis adalah
instruksi pengobatan dimana dosis obat dinyatakan dalam rentang, misalnya
morfin inj 2-4 mg IV tiap 3 jam jika nyeri. Dosis disesuaikan berdasarkan
kebutuhan pasien.
Rumah sakit menetapkan dan
menerapkan proses untuk menangani resep/ permintaan obat dan BMHP/instruksi
pengobatan:
a) Tidak lengkap, tidak benar dan
tidak terbaca.
b) NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan
Mirip) atau LASA
(Look Alike Sound Alike).
c) Jenis resep khusus seperti
emergensi, cito, automatic stop order, tapering dan lainnya.
d) Secara lisan atau melalui
telepon, wajib dilakukan komunikasi efektif meliputi: tulis lengkap, baca ulang
(read back), dan meminta konfirmasi kepada dokter yang memberikan resep/instruksi
melalui telepon dan mencatat di rekam medik bahwa sudah dilakukan konfirmasi.
(Lihat standar SKP 2)
Rumah sakit melakukan evaluasi
terhadap penulisan resep/instruksi pengobatan yang tidak lengkap dan tidak
terbaca dengan cara uji petik atau cara lain yang valid. Daftar obat yang
diresepkan tercatat dalam rekam medis pasien yang mencantumkan identitas pasien
(lihat SKP 1), nama obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, nama dan
tanda tangan dokter. Daftar ini menyertai pasien ketika dipindahkan sehingga
profesional pemberi asuhan (PPA) yang merawat pasien dengan mudah dapat
mengakses informasi tentang penggunaan obat pasien. Daftar obat pulang
diserahkan kepada pasien disertai edukasi penggunaannya agar pasien dapat
menggunakan obat dengan benar dan mematuhi aturan pakai yang sudah ditetapkan.
6) Elemen Penilaian
PKPO 4.1
a) Resep dibuat lengkap sesuai
regulasi.
b) Telah dilakukan evaluasi
terhadap penulisan resep/instruksi pengobatan yang tidak lengkap dan tidak
terbaca.
c) Telah dilaksanaan proses untuk
mengelola resep khusus seperti emergensi, automatic stop order, tapering,
d) Daftar obat yang diresepkan
tercatat dalam rekam medis pasien dan menyertai pasien ketika
dipindahkan/transfer.
e) Daftar obat pulang diserahkan
kepada pasien disertai edukasi penggunaannya.
No comments:
Post a Comment