a.
Skrining Pasien di Rumah Sakit
1) Standar AKP 1
Rumah sakit menetapkan proses
skrining baik pasien rawat inap maupun rawat jalan untuk mengidentifikasi
pelayanan Kesehatan yang dibutuhkan sesuai dengan misi serta sumber daya rumah sakit.
2) Maksud dan Tujuan AKP 1
Menyesuaikan kebutuhan pasien
dengan misi dan sumber daya rumah sakit bergantung pada informasi yang
diperoleh tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pada kontak
pertama. Skrining penerimaan pasien dilaksanakan melalui jalur cepat (fast
track) kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, atau hasil pemeriksaan
fisis, psikologis, laboratorium klinis, atau diagnostik imajing sebelumnya.
Skrining dapat dilakukan di luar rumah sakit seperti ditempat pasien berada, di
ambulans, atau saat pasien tiba di rumah sakit.
Keputusan untuk mengobati,
mentransfer atau merujuk dilakukan setelah hasil hasil skrining selesai
dievaluasi. Bila rumah sakit mempunyai kemampuan memberikan pelayanan yang
dibutuhkan serta konsisten dengan misi dan kemampuan pelayanannya maka
dipertimbangkan untuk menerima pasien rawat inap atau pasien rawat jalan.
Skirining khusus dapat dilakukan oleh RS sesuai kebutuhan seperti skrining
infeksi (TBC, PINERE, COVID19, dll), skrining nyeri, skrining geriatri,
skrining jatuh atau skrining lainnya
3) Elemen Penilaian AKP 1
a) Rumah sakit telah menetapkan
regulasi akses dan kesinambungan pelayanan (AKP) meliputi poin a) – f) pada
gambaran umum.
b) Rumah sakit telah menerapkan
proses skrining baik di dalam maupun di luar rumah sakit dan terdokumentasi.
c) Ada proses untuk memberikan
hasil pemeriksaan diagnostik kepada tenaga kesehatan yang kompeten/terlatih
untuk bertanggung jawab menentukan apakah pasien akan diterima, ditransfer,
atau dirujuk.
d) Bila kebutuhan pasien tidak
dapat dipenuhi sesuai misi dan sumber daya yang ada, maka rumah sakit akan
merujuk atau membantu pasien ke fasilitas pelayanan yang sesuai kebutuhannya.
4) Standar AKP 1.1
Pasien dengan kebutuhan darurat,
sangat mendesak, atau yang membutuhkan pertolongan segera diberikan prioritas
untuk pengkajian dan tindakan.
5) Maksud dan Tujuan AKP 1.1
Pasien dengan kebutuhan gawat
dan/atau darurat, atau pasien yang membutuhkan pertolongan segera
diidentifikasi menggunakan proses triase berbasis bukti untuk memprioritaskan
kebutuhan pasien, dengan mendahulukan dari pasien yang lain. Pada kondisi
bencana, dapat menggunakan triase bencana. Sesudah dinyatakan pasien darurat,
mendesak dan membutuhkan pertolongan segera, dilakukan pengkajian dan
memberikan pelayanan sesegera mungkin. Kriteria psikologis berbasis bukti
dibutuhkan dalam proses triase untuk kasus kegawatdaruratan psikiatris.
Pelatihan bagi staf diadakan agar staf mampu menerapkan kriteria triase
berbasis bukti dan memutuskan pasien yang membutuhkan pertolongan segera serta
pelayanan yang dibutuhkan.
6) Elemen Penilaian AKP 1.1
a) Proses triase dan pelayanan
kegawatdaruratan telah diterapkan oleh staf yang kompeten dan bukti dokumen
kompetensi dan kewenangan klinisnya tersedia.
b) Staf telah menggunakan
kriteria triase berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien sesuai dengan
kegawatannya.
c) Pasien darurat dinilai dan
distabilkan sesuai kapasitas rumah sakit sebelum ditransfer ke ruang rawat atau
dirujuk dan didokumentasikan dalam rekam medik.
7) Standar AKP 1.2
Rumah sakit melakukan skrining
kebutuhan pasien saat admisi rawat inap untuk menetapkan pelayanan preventif,
paliatif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan khusus/spesialistik atau pelayanan
intensif.
8) Maksud dan Tujuan AKP 1.2
Ketika pasien diputuskan diterima
untuk masuk rawat inap, maka proses skrining akan membantu staf
mengidentifikasi pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif, paliatif yang
dibutuhkan pasien kemudian menentukan pelayanan yang paling sesuai dan mendesak
atau yang paling diprioritaskan.
Setiap rumah sakit harus
menetapkan kriteria prioritas untuk menentukan pasien yang membutuhkan
pelayanan di unit khusus/spesialistik (misalnya unit luka bakar atau
transplantasi organ) atau pelayanan di unit intensif (misalnya ICU, ICCU, NICU,
PICU, pascaoperasi).
Kriteria prioritas meliputi
kriteria masuk dan kriteria keluar menggunakan parameter diagnostik dan atau
parameter objektif termasuk kriteria berbasis fisiologis.
Dengan mempertimbangkan bahwa
pelayanan di unit khusus/spesialistik dan di unit intensif menghabiskan banyak
sumber daya, maka rumah sakit dapat membatasi hanya pasien dengan kondisi medis
yang reversibel yang dapat diterima dan pasien kondisi khusus termasuk
menjelang akhir kehidupan yang sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Staf di unit khusus/spesialistik
atau unit intensif berpartisipasi dalam menentukan kriteria masuk dan kriteria
keluar dari unit tersebut. Kriteria dipergunakan untuk menentukan apakah pasien
dapat diterima di unit tersebut, baik dari dalam atau dari luar rumah sakit.
Pasien yang diterima di unit
tersebut harus dilakukan pengkajian ulang untuk menentukan apakah kondisi
pasien berubah sehingga tidak memerlukan lagi pelayanan khusus/intensif
misalnya, jika status fisiologis sudah stabil dan pemantauan intensif baik
sehingga tindakan lain tidak diperlukan lagi maka pasien dapat dipindah ke unit
layanan yang lebih rendah (seperti unit rawat inap atau unit pelayanan
paliatif).
Apabila rumah sakit melakukan
penelitian atau menyediakan pelayanan spesialistik atau melaksanakan program,
penerimaan pasien di program tersebut harus melalui kriteria tertentu atau
ketentuan protokol. Mereka yang terlibat dalam riset atau program lain harus
terlibat dalam menentukan kriteria atau protokol. Penerimaan ke dalam program tercatat
di rekam medis pasien termasuk kriteria atau protokol yang diberlakukan
terhadap pasien yang diterima masuk.
9) Elemen Penilaian AKP 1.2
a) Rumah sakit telah melaksanakan
skrining pasien masuk rawat inap untuk menetapkan kebutuhan pelayanan preventif,
paliatif, kuratif, dan rehabilitatif, pelayanan khusus/spesialistik atau
pelayanan intensif.
b) Rumah sakit telah menetapkan
kriteria masuk dan kriteria keluar di unit pelayanan khusus/spesialistik
menggunakan parameter diagnostik dan atau parameter objektif termasuk kriteria
berbasis fisiologis dan terdokumentasikan di rekam medik.
c) Rumah sakit telah menerapkan
kriteria masuk dan kriteria keluar di unit pelayanan intensif menggunakan
parameter diagnostik dan atau parameter objektif termasuk kriteria berbasis
fisiologis dan terdokumentasikan di rekam medik
d) Staf yang kompeten dan
berwenang di unit pelayanan khusus dan unit pelayanan intensif terlibat dalam
penyusunan kriteria masuk dan kriteria keluar di unitnya.
10) Standar AKP 1.3
Rumah Sakit mempertimbangkan
kebutuhan klinis pasien dan memberikan informasi kepada pasien jika terjadi
penundaan dan kelambatan pelaksanaan tindakan/pengobatan dan atau pemeriksaan
penunjang diagnostik.
11) Maksud dan Tujuan AKP 1.3
Pasien diberitahu jika ada penundaan
dan kelambatan pelayanan antara lain akibat kondisi pasien atau jika pasien
harus masuk dalam daftar tunggu. Pasien diberi informasi alasan mengapa terjadi
penundaan/kelambatan pelayanan dan alternatif yang tersedia. Ketentuan ini
berlaku bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta pemeriksaan penunjang
diagnostik. Untuk beberapa pelayanan, seperti onkologi atau transplan tidak
berlaku ketentuan tentang penundaan/kelambatan pelayanan atau pemeriksaan.
Hal ini tidak berlaku untuk
keterlambatan staf medis di rawat jalan atau bila unit gawat darurat terlalu
ramai dan ruang tunggunya penuh. (Lihat juga ACC.2). Untuk layanan tertentu,
seperti onkologi atau transplantasi, penundaan mungkin sesuai dengan norma
nasional yang berlaku untuk pelayanan tersebut.
12) Elemen Penilaian AKP 1.3
a) Pasien dan atau keluarga
diberi informasi jika ada penundaan dan atau keterlambatan pelayanan beserta
alasannya dan dicatat di rekam medis.
b) Pasien dan atau keluarga
diberi informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai kebutuhan klinis
pasien dan dicatat di rekam medis.
No comments:
Post a Comment