5. Standar 5.5 Program pencegahan dan pengendalian infeksi.
Program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi terkait dengan pelayanan Kesehatan.
Pencegahan
dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk
mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung,
dan masyarakat sekitar fasilitas kesehatan.
a. Kriteria 5.5.1
Regulasi
dan program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan oleh seluruh
karyawan Puskesmas secara komprehensif untuk mencegah dan meminimalkan risiko
terjadinya infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
1) Pokok Pikiran:
a)
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya
untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas kesehatan.
b)
Tujuan PPI adalah meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan
kesehatan sehingga melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien, dan
masyarakat dari penyakit infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
c)
Risiko infeksi yang didapat dan/atau ditularkan di antara pasien, staf,
mahasiswa, dan pengunjung diidentifikasi dan dicegah atau diminimalkan melalui
kegiatan PPI.
d)
Puskesmas perlu menyusun program PPI yang meliputi (a) implementasi kewaspadaan
isolasi yang terdiri atas kewaspadaan Standar dan
kewaspadaan berdasar transmisi, (b) pendidikan dan pelatihan PPI (dapat berupa
pelatihan atau lokakarya) baik bagi petugas maupun pasien dan keluarga, serta
masyarakat, (c) penyusunan dan penerapan bundel infeksi terkait pelayanan
kesehatan, (d) pemantauan (monitoring) pelaksanaan kewaspadaan isolasi, (e)
surveilans penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan, serta (f) penggunaan
anti mikroba secara bijak dan dilakukan pelaporan sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
e)
Kegiatan yang tercantum dalam program PPI bergantung pada kompleksitas kegiatan
klinis dan pelayanan Puskesmas, besar kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko
dan cakupan populasi yang dilayani, geografis, jumlah pasien, serta jumlah
pegawai dan merupakan bagian yang terintegrasi dengan Program Peningkatan Mutu.
f)
Agar pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilaksanakan dengan optimal,
perlu ditetapkan staf yang terlatih untuk mengoordinasikan, memantau, dan
menilai pelaksanaan prinsip dan program PPI dalam pelayanan berdasarkan
kebijakan dan pedoman yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
g)
Untuk memantau dan menilai pelaksanaan program PPI, disusun indikator sebagai
bukti dilaksanakannya kegiatan yang direncanakan.
2) Elemen Penilaian:
a)
Puskesmas menyusun rencana dan melaksanakan program PPI yang terdiri atas (R,
D):
(1)
implementasi kewaspadaan isolasi yang terdiri atas kewaspadaan Standar dan kewaspadaan berdasar
transmisi,
(2)
pendidikan dan pelatihan PPI (dapat berupa pelatihan atau lokakarya) baik bagi
petugas maupun pasien dan keluarga, serta masyarakat,
(3)
penyusunan dan penerapan bundel infeksi terkait pelayanan kesehatan,
(4)
pemantauan (monitoring) pelaksanaan kewaspadaan isolasi,
(5)
surveilans penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan dan,
(6)
penggunaan anti mikroba secara bijak dan komprehensif dalam penyelenggaraan
pelayanan di Puskesmas
b)
Dilakukan pemantauan, evaluasi, tindak lanjut, dan pelaporan terhadap
pelaksanaan program PPI dengan menggunakan indikator yang ditetapkan (D, W).
b.
Kriteria
5.5.2
Dilakukan
identifikasi berbagai risiko infeksi dalam penyelenggaraan pelayanan sebagai
dasar untuk menyusun dan menerapkan strategi untuk mengurangi risiko tersebut.
1)
Pokok
Pikiran:
a)
Puskesmas melakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi, baik dalam
penyelenggaraan pelayanan upaya kesehatan perseorangan maupun upaya kesehatan
masyarakat, yang mungkin atau pernah terjadi terhadap pasien, pengunjung,
petugas, keluarga, dan masyarakat. Pelaksanaan identifikasi dan kajian
pemberian asuhan harus sesuai dengan prinsip PPI.
b)
Berdasarkan kajian tersebut, disusun strategi dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi melalui (a) kewaspadaan isolasi yang terdiri atas dua lapis, yaitu
kewaspadaan Standar dan kewaspadaan
berdasar transmisi, (b) penggunaan antimikroba secara bijak, dan (c) pelaksanaan
bundel infeksi terkait pelayanan kesehatan, antara lain, infeksi aliran darah
primer, infeksi daerah operasi, infeksi saluran kemih akibat pemasangan
kateter, dan infeksi lain yang mungkin terjadi akibat pelayanan kesehatan.
c)
Untuk penerapan kewaspadaan isolasi, perlu dipastikan:
(1)
ketersediaan alat pelindung diri (APD), sepeti sarung tangan, kacamata
pelindung, masker, sepatu, dan gaun pelindung (sesuai risiko paparan);
(2)
ketersediaan linen yang benar;
(3)
ketersediaan alat medis sesuai dengan ketentuan;
(4)
ketersediaan peralatan penyuntikan yang aman; dan
(5)
pengelolaan limbah melalui penempatan yang aman dan pembuangan limbah klinis
dan limbah yang berpotensi menularkan penyakit yang memerlukan pembuangan
khusus, seperti benda tajam/jarum dan peralatan sekali pakai lainnya yang
mungkin bersentuhan dengan tubuh cairan.
d)
Renovasi bangunan di area Puskesmas dapat merupakan sumber infeksi. Paparan
debu dan kotoran konstruksi, kebisingan, getaran, kotoran, dan bahaya lain
dapat merupakan bahaya potensial terhadap fungsi paru-paru dan keamanan
karyawan dan pengunjung. Oleh karena itu, Puskesmas harus menetapkan Kriteria
risiko untuk menangani dampak tersebut yang dituangkan dalam bentuk regulasi
tentang penilaian risiko dan pengendalian infeksi (infection control risk
assessment/ICRA).
2)
Elemen Penilaian:
a)
Dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait dengan penyelenggaraan
pelayanan di Puskesmas (D, W).
b)
Disusun dan dilaksanakan strategi untuk meminimalkan risiko infeksi terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas dan dipastikan ketersediaan (a)
sampai (c) yang tercantum dalam bagian Pokok Pikiran (D, W).
c.
Kriteria
5.5.3
Puskesmas
yang mengurangi risiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan perlu
melaksanakan dan mengimplementasikan program PPI untuk mengurangi risiko
infeksi baik bagi pasien, petugas, keluarga pasien, masyarakat, maupun
lingkungan.
1) Pokok Pikiran:
a)
Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas adalah program yang
dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan menularkan
infeksi di antara pasien, petugas, keluarga, masyarakat, dan lingkungan melalui
penerapan kewaspadaan isolasi yang terdiri atas kewaspadaan Standar dan kewaspadaan berdasar
transmisi, penggunaan antimikroba secara bijak, dan bundel untuk infeksi
terkait pelayanan kesehatan.
b)
Pelaksanaan program tersebut perlu dipantau secara terus-menerus untuk menjamin
penerapan yang konsisten.
c)
Kewaspadaan Standar dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan melalui hal sebagai
berikut:
(1)
Kebersihan tangan
Kebersihan
tangan merupakan salah satu cara yang sangat efektif dalam pencegahan infeksi
yang wajib dilakukan baik oleh petugas kesehatan, pasien, pengunjung, maupun
masyarakat luas. Penerapan dan edukasi tentang kebersihan tangan perlu dilakukan
secara terus-menerus agar dapat dilaksanakan secara konsisten.
(2)
Penggunaan alat pelindung diri (APD) secara benar dan sesuai indikasi
Alat
pelindung diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan
infeksi. APD yang dimaksud meliputi tutup kepala (topi), masker, google
(perisai wajah), sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung digunakan
secara tepat dan benar oleh petugas Puskesmas, dan digunakan sesuai dengan
indikasi dalam pemberian asuhan pasien.
(3)
Etika batuk dan bersin
Etika
batuk dan bersin diterapkan untuk semua orang untuk kasus infeksi dengan
transmisi droplet atau airborne. Ketika batuk atau bersin, seseorang harus
menutup hidung dan mulut dengan menggunakan tisu atau lengan dalam baju, segera
membuang tisu yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah, kemudian mencuci
tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun atau pencuci tangan berbasis
alkohol, serta wajib menggunakan masker.
(4)
Penempatan pasien dengan benar
Pasien
dengan penyakit infeksi harus ditempatkan terpisah dengan pasien bukan penyakti
infeksi. Penempatan pasien harus disesuaikan dengan pola transmisi infeksi dan
sebaiknya ditempatkan di ruangan tersendiri. Jika tidak tersedia ruangan
tersendiri, dapat dilakukan kohorting. Jarak antara tempat tidur pasien yang
satu dengan yang lain minimal 1 meter.
(5)
Penyuntikan yang aman
Tindakan
penyuntikan yang aman perlu memperhatikan kesterilan alat yang digunakan dan
prosedur penyuntikannya. Pemakaian spuit dan jarum suntik steril harus sekali
pakai serta berlaku juga pada penggunaan vial multidosis untuk mencegah
timbulnya kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien. Penyuntikan yang
aman berdasarkan prinsip PPI meliputi:
(a)
menerapkan teknik aseptik untuk mencegah kontaminasi alat injeksi;
(b)
semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai untuk satu pasien dan
satu prosedur, walaupun jarum suntiknya berbeda;
(c)
gunakan dosis tunggal (single dose) untuk obat injeksi dan cairan pelarut
(flushing);
(d)
pencampuran obat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
(e)
pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan benar sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(6)
Dekontaminasi peralatan perawatan pasien dengan benar.
Penurunan
risiko infeksi dilakukan dengan kegiatan dekontaminasi melalui pembersihan awal
(pre cleanning), pembersihan, disinfeksi, dan/atau sterilisasi dengan mengacu
pada kategori Spaulding yang meliputi:
(a)
kritikal, berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan pada jaringan steril
atau sistem pembuluh darah dengan menggunakan teknik sterilisasi, seperti
instrumen bedah dan partus set.
(b)
semikritikal, berkaitan dengan peralatan yang digunakan pada selaput mukosa dan
area kecil di kulit yang lecet dengan menggunakan disinfeksi tingkat tinggi
(DTT), seperti oropharyngeal airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, dan kaca gigi.
(c)
nonkritikal, berkaitan dengan peralatan yang digunakan pada permukaan tubuh
yang berhubungan dengan kulit yang utuh dengan melakukan disinfeksi tingkat
rendah, seperti tensimeter atau termometer.
Proses
dekontaminasi tersebut meliputi tindakan sebagai berikut.
(a)
Pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja dengan menggunakan APD
dengan cara membersihkan diri dari semua kotoran, darah, dan cairan tubuh
dengan air mengalir untuk kemudian melakukan transportasi ke tempat
pembersihan, disinfeksi, dan sterilisasi.
(b)
Pembersihan merupakan proses secara fisik untuk membuang semua kotoran, darah,
atau cairan tubuh lainnya dari permukaan peralatan secara manual atau mekanis
dengan mencuci bersih peralatan dengan detergen (golongan disinfenktan dan
klorin dengan komposisi sesuai dengan Standar yang
berlaku) atau larutan enzymatic, dan ditiriskan sebelum dilakukan disinfeksi
atau sterilisasi.
(c)
Disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semikritikal untuk
menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospora
(endospore bacterial) dengan cara merebus, menguapkan, atau menggunakan
disinfektan kimiawi.
(d)
Sterilisasi merupakan proses menghilangkan semua mikroorganisme, termasuk
endospora dengan menggunakan uap bertekanan tinggi (autoclave), panas kering
(oven), sterilisasi kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain. Dekontaminasi
lingkungan adalah pembersihan permukaan lingkungan yang berada di sekitar
pasien dari kemungkinan kontaminasi darah, produk darah, atau cairan tubuh.
Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cairan desinfektan seperti klorin
0,05% untuk permukaan lingkungan dan 0,5% pada lingkungan yang terkontaminasi
darah dan produk darah. Selain klorin, dapat digunakan desinfektan lain sesuai
dengan ketentuan.
(7)
Pengelolaan linen dengan benar
Pengelolan
linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya untuk menurunkan risiko
infeksi. Linen terbagi menjadi linen kotor noninfeksius dan linen kotor
infeksius. Linen kotor infeksius adalah linen yang terkena darah atau cairan
tubuh lainnya. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan
dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan APD oleh petugas yang
mengelola linen dan kebersihan tangan sesuai dengan prinsip PPI, terutama pada
linen infeksius. Fasilitas kesehatan harus membuat regulasi pengelolaan.
Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di ruangan, transportasi
linen ke ruang cuci/laundry, dan penatalaksanaan linen di ruang cuci/laundry.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan linen adalah selalu
memisahkan antara linen bersih, linen kotor, dan linen steril. Dengan kata
lain, setiap kelompok linen tersebut harus ditempatkan secara terpisah.
(8)
Pengelolaan limbah dengan benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Puskesmas
setiap harinya menghasilkan limbah, terutama limbah infeksius, benda tajam, dan
jarum yang apabila pengelolaan pembuangan dilakukanI dengan tidak benar dapat
menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan limbah infeksius meliputi pengelolaan
limbah cairan tubuh infeksius, darah, sampel laboratorium, benda tajam (seperti
jarum) dalam penyimpanan khusus (safety box), dan limbah B3. Proses edukasi
kepada karyawan mengenai pengelolaan yang aman, ketersediaan tempat penyimpanan
khusus, dan pelaporan pajanan limbah infeksius atau tertusuk jarum dan benda
tajam. Pengelolaan limbah meliputi limbah sebagai berikut:
(a)
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh,
sampel laboratorium, produk darah, dan lain-lain yang dimasukkan ke dalam
kantong plastik berwarna kuning dan dilakukan proses sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(b)
Limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki permukaan tajam yang
dimasukkan ke dalam penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air (safety
box). Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi kotak penyimpanan tersebut.
(c)
Limbah cair infeksius segera dibuang ke tempat pembuangan limbah cair (spoel
hoek).
(d)
Pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi, penampungan, pengangkutan,
tempat penampungan sementara, dan pengolahan akhir limbah.
Dalam
menjalankan tugas pelayanan, petugas kesehatan perlu dilindungi dari terpapar
infeksi.
Pelindungan
petugas dilakukan melalui pemeriksaan berkala, pemberian vaksinasi, dan
pelindungan, serta tindak lanjut jika terjadi pajanan.
(9)
Perlindung petugas terhadap infeksi
Petugas
kesehatan dalam menjalankan tugas pelayanan perlu dilindungi terhadap terpapar
infeksi. Perlindungan petugas dilakukan melalu pemeriksaan berkala, pemberian
vaksinasi, dan perlindungan serta tindak lanjut jika terjadi pajanan.
(d)
Penerapan kewaspadaan Standar perlu
dipantau oleh tim PPI atau petugas yang diberi tanggung jawab agar dilaksanakan
secara periodik dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan Puskesmas.
2) Elemen Penilaian:
a)
Terdapat bukti penerapan dan pemantauan prinsip kewaspadaan Standar sesuai dengan Pokok Pikiran
pada angka (1) sampai dengan angka (9) sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
(R, D, O, W).
b)
Jika ada pengelolaan pada Pokok Pikiran angka (6) sampai dengan angka
(8) yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, Puskesmas harus memastikan Standar mutu diterapkan oleh pihak
ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (D, W).
d.
Kriteria
5.5.4
Puskesmas
melakukan upaya kebersihan tangan sesuai Standar. 1) Pokok Pikiran:
a)
Puskesmas melakukan edukasi dan menyediakan sarana edukasi untuk kebersihan
tangan bagi pengunjung dan petugas puskesmas.
b)
Puskesmas wajib menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan kebersihan
tangan, antara lain:
(1)
fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering
tangan/handuk sekali pakai; dan/atau
(2)
hand rubs berbasis alkohol yang ketersediaannya harus terjamin di Puskesmas.
c)
Penanggung jawab PPI melakukan evaluasi dan tindaklanjut penerapan PPI di
Puskesmas secara periodik sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
2) Elemen Penilaian:
a)
Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada seluruh karyawan Puskesmas, pasien,
dan keluarga pasien (D, W).
b)
Sarana dan prasarana untuk kebersihan tangan tersedia di tempat pelayanan (O).
c)
Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan kebersihan tangan
secara periodik sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan (D, W).
e.
Kriteria
5.5.5
Dilakukan
upaya pencegahan penularan infeksi dengan penerapan kewaspadaan berdasar transmisi
dalam penyelenggaraan pelayanan pasien yang dapat ditularkan melalui transmisi.
1)
Pokok
Pikiran:
a)
Program PPI dalam kewaspadaan isolasi terdiri atas kewaspadaan Standar dan kewaspadaan berdasarkan
transmisi. Kewaspadaan berdasar transmisi meliputi kewaspadaan terhadap
penularan melalui kontak, droplet, dan air borne.
b)
Penularan penyakit air borne disease, termasuk penularan yang diakibatkan oleh
prosedur atau tindakan yang menimbulkan aerosolisasi, merupakan salah satu
risiko yang perlu diwaspadai dan mendapat perhatian khusus di Puskesmas.
c)
Untuk mengurangi risiko penularan air borne disease, dilakukan antara lain
dengan penggunaan APD, penataan ruang periksa, penempatan pasien, ataupun
transfer pasien dilakukan sesuai dengan prinsip PPI. Upaya pencegahan juga
perlu ditujukan untuk memberikan pelindungan kepada staf, pengunjung, serta
lingkungan pasien. Pembersihan kamar dengan benar setiap hari selama pasien
tinggal di Puskesmas dan pembersihan kembali setelah pasien pulang harus dilakukan
sesuai dengan Standar atau pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi.
d)
Untuk mencegah penularan airborne disease, perlu dilakukan identifikasi pasien
yang berisiko dengan memberikan masker, menempatkan pasien di tempat tersendiri
atau kohorting, dan mengajarkan etika batuk.
e)
Untuk pencegahan penularan transmisi airborne, ditetapkan alur dan SOP
pengelolaan pasien sesuai dengan ketentuan.
2)
Elemen Penilaian:
a)
Dilakukan identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui transmisi
airborne dan prosedur atau tindakan yang dilayani di Puskesmas yang menimbulkan
aerosolisasi serta upaya pencegahan penularan infeksi melalui transmisi
airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa, penempatan pasien,
ataupun transfer pasien sesuai dengan regulasi yang disusun
(R,
O, W)
b)
Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan terhadap
pelaksanaan penataaan ruang periksa, penggunaan APD, penempatan pasien, dan
transfer pasien untuk mencegah transmisi infeksi (D, W).
f. Kriteria 5.5.6
Ditetapkan
dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi, baik di Puskesmas maupun
di wilayah kerja Puskesmas. 1) Pokok Pikiran:
a)
Puskesmas menetapkan kebijakan tentang outbreak penanggulangan sesuai dengan
wewenangnya untuk menjamin pelindungan kepada petugas, pengunjung, dan
lingkungan pasien.
b)
Kriteria
outbreak infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah sebagai
berikut:
(1)
Terdapat kejadian infeksi yang sebelumnya tidak ada atau sejak lama tidak
pernah muncul yang diakibatkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan yang berdampak
risiko infeksi, baik di Puskesmas maupun di wilayah kerja Puskesmas.
(2)
Peningkatan kejadian sebanyak dua kali lipat atau lebih jika dibanding dengan
periode sebelumnya.
(3)
Kejadian dapat meningkat secara luas dalam kurun waktu yang sama.
(4)
Kejadian infeksi ditetapkan sebagai outbreak oleh pemerintah.
c)
Dalam keadaan outbreak, disusun dan diterapkan panduan, protokol kesehatan, dan
prosedur yang sesuai untuk mencegah penularan penyakit infeksi.
2) Elemen Penilaian:
a)
Dilakukan identifikasi mengenai kemungkinan terjadinya outbreak infeksi, baik
yang terjadi di Puskesmas maupun di wilayah kerja Puskesmas (D, W).
b)
Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan sesuai dengan
kebijakan, panduan, protokol kesehatan, dan prosedur yang disusun serta
dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan penanggulangan sesuai
dengan regulasi yang disusun (D, W).
Dapatkan dokumen akreditasi 5 bab lengkap terbaru +6285841264986
ReplyDeletedokumen akreditasi bab 5.5 ppi
Delete