4. Standar 5.4 Pelaporan insiden keselamatan pasien dan pengembangan budaya keselamatan
>>> VIEW
Puskesmas
menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien dan pengembangan budaya
keselamatan.
Pelaporan
insiden keselamatan pasien berhubungan dengan budaya keselamatan di Puskesmas
dan diperlukan untuk mencegah insiden lebih lanjut atau berulang pada masa
mendatang yang akan membawa dampak kerugian yang lebih besar bagi Puskesmas.
a. Kriteria 5.4.1 PELAPORAN IKP >>> VIEW
Dilakukan
pelaporan, dokumentasi, analisis akar masalah, dan penyusunan tindakan korektif
sebagai upaya perbaikan, dan pencegahan potensi insiden keselamatan pasien.
1) Pokok Pikiran:
a)
Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat
dicegah pada pasien.
b)
Insiden keselamatan pasien terdiri atas (1) kondisi potensial cedera signifikan
(KPCS), (2) kejadian nyaris cedera (KNC), (3) kejadian tidak cedera (KTC), (4)
kejadian tidak diharapkan (KTD), dan (5) kejadian sentinel (KS).
c)
Upaya keselamatan pasien dilakukan untuk mencegah terjadinya insiden. Jenis
insiden terdiri atas insiden sebagai berikut:
(1)
Kejadian tidak diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada
pasien. Misalnya, pasien jatuh dari tempat tidur dan menimbulkan luka pada
pergelangan kaki.
(2)
Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden yang sudah mengenai/terpapar pada
pasien, tetapi tidak terjadi cedera. Misalnya, perawat salah memberikan obat
kepada pasien, obat telah diminum, tetapi pasien tidak mengalami cedera.
(3)
Kondisi potensial cedera signifikan (KPCS) adalah semua situasi atau kondisi
terkait (selain dari proses penyakit) yang berpotensi menyebabkan cedera signifikan
/ kejadian sentinel. Misalnya, DC shock rusak, walaupun belum ada pasien tapi
berpotensi menyebabkan cedera signifikan.
(4)
Kejadian nyaris cedera (KNC) adalah insiden yang terjadi, tetapi belum
mengenai/terpapar pada pasien karena dapat dicegah. Misalnya, ketika perawat
mau memberikan obat kepada pasien, saat mengecek, ternyata obat yang diberikan
oleh farmasi adalah obat milik pasien yang lain yang namanya mirip sehingga
obat tersebut tidak jadi diberikan.
(5)
Sentinel adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan (unexpected occurrence)
yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Kejadian sentinel dapat
berupa
(a)
kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya pada
1.
kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit atau kondisi pasien
(contoh: kematian akibat proses transfer yang terlambat);
2.
kematian bayi aterm; dan
3.
bunuh diri;
(b)
kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit atau kondisi pasien;
(c)
tindakan salah sisi, salah prosedur, dan salah pasien;
(d)
penculikan anak, termasuk bayi atau anak dikirim ke rumah yang bukan rumah
orang tuanya; dan
(e)
perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian
atau kehilangan fungsi secara permanen) atau pembunuhan (yang disengaja) atas
pasien, anggota keluarga, staf, dokter, pengunjung, atau vendor/pihak ketiga
ketika berada dalam lingkungan Puskesmas.
d)
Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden
adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien.
Pelaporan insiden terdiri atas laporan insiden internal dan laporan insiden
eksternal.
e)
Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam Puskesmas untuk
peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi pada pasien.
Pelaporan juga penting digunakan untuk memantau upaya pencegahan terjadinya
kesalahan (error) sehingga dapat mendorong dilakukannya investigasi. Di sisi
lain, pelaporan akan menjadi awal proses belajar untuk mencegah kejadian yang
sama terulang kembali.
f)
Puskesmas perlu melakukan analisis dengan menggunakan matriks pemeringkatan
(grading) risiko yang akan menentukan jenis investigasi insiden yang dilakukan
setelah laporan insiden internal. Investigasi terdiri atas investigasi sederhana
dan investigasi dengan Root Cause Analysis (RCA). Investigasi menggunakan
analisis akar masalah (RCA) terdiri atas investigasi sederhana (untuk grading
risiko warna hijau dan biru) dan investigasi komprehensif (untuk grading risiko
warna merah dan kuning). Pada kejadian sentinel tidak perlu mempertimbangkan
warna grading.
g)
Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan pembelajaran keselamatan pasien
puskesmas (SP2KPP) insiden yang meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir
pelaporan, prosedur pelaporan, insiden yang harus dilaporkan internal, yaitu
semua jenis insiden termasuk kejadian sentinel, kejadian tidak diharapkan,
kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera dan kejadian potensial cedera
significant. Sementara itu, laporan eksternal yang dilaporkan adalah IKP yang
termasuk pada jenis insiden KTD dan kejadian sentinel yang telah dilakukan
analisa akar masalah (RCA) dan rencana tindakan korektifnya. Ditentukan juga
siapa saja yang membuat laporan, batas waktu pelaporan, investigasi, dan tindak
lanjutnya.
h)
Pelaporan insiden keselamatan pasien dilaporkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
2) Elemen Penilaian:
a)
Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan kepada tim keselamatan pasien dan kepala puskesmas yang
disertai dengan analisis, investigasi insiden, dan tindak lanjut terhadap
insiden (R, D, W).
b)
Dilakukan pelaporan kepada Komite Nasional
Keselamatan
Pasien (KNKP) terhadap insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai dengan
kerangka waktu yang ditetapkan (D, O, W).
b. Kriteria 5.4.2 BUDAYA MUTU DAN KESELAMATAN >>> VIEW
Tenaga
kesehatan pemberi asuhan berperan penting dalam memperbaiki perilaku dalam
pemberian pelayanan yang mencerminkan budaya mutu dan budaya keselamatan.
1) Pokok Pikiran:
a)
Upaya peningkatan mutu layanan klinis dan keselamatan pasien menjadi tanggung
jawab seluruh tenaga kesehatan yang memberikan asuhan pasien. Puskesmas
melakukan pengukuran budaya keselamatan pasien dengan melakukan survei budaya
keselamatan pasien setiap tahun. Budaya keselamatan pasien juga dikenal sebagai
budaya yang aman, yakni sebuah budaya organisasi yang mendorong setiap individu
anggota staf (klinis atau administratif) melaporkan hal-hal yang menghawatirkan
tentang keselamatan atau mutu pelayanan tanpa imbal jasa dari Puskesmas.
b)
Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain
yang diberi wewenang dan bertanggung jawab untuk melaksanakan asuhan pasien.
c)
Perilaku terkait budaya keselamatan berupa
(1)
penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan bersama;
(2)
bekerjasama dengan pasien;
(3)
bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain;
(4)
bekerjasama dalam sistem layanan kesehatan;
(5)
meminimalisir risiko;
(6)
mempertahankan kinerja professional;
(7)
perilaku profesional dan beretika;
(8)
memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terStandar; dan
(9)
upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan dalam pelaporan
dan tindak lanjut insiden.
d)
Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan seperti:
(1)
perilaku yang tidak layak (inappropriate), antara lain, penggunaan kata atau
bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya
mengumpat dan memaki;
(2)
perilaku yang mengganggu (disruptive), antara lain, perilaku tidak layak yang
dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang
membahayakan atau mengintimidasi staf lain, komentar sembrono di depan pasien
yang berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain, misalnya dengan
mengomentari negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain di depan pasien
dengan mengatakan, “Obatnya ini salah. Tamatan mana dia?”, melarang perawat
untuk membuat laporan insiden, memarahi staf klinis lainnya di depan pasien,
atau kemarahan yang ditunjukkan dengan melempar membuang rekam medis di ruang
rawat;
(3)
perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, suku termasuk
gender; dan
(4)
pelecehan seksual.
e)
Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan yang ada,
tetapi juga oleh perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga kesehatan perlu
melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam pemberian pelayanan dan melakukan
upaya perbaikan, baik pada sistem pelayanan maupun perilaku pelayanan, yang
mencerminkan budaya keselamatan dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang
berkelanjutan.
2) Elemen Penilaian:
a)
Dilakukan pengukuran budaya keselamatan pasien dengan menlakukan survei budaya
keselamatan pasien yang menjadi acuan dalam program budaya keselamatan (D,W).
b)
Puskesmas membuat sistem untuk mengidentifikasi dan menyampaikan laporan
perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan atau "tidak dapat
diterima" dan upaya perbaikannya (D, W).
c)
Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pasien pada semua tenaga
kesehatan pemberi asuhan (D, W).
boleh tolong shere dokumen
ReplyDelete