1. Standar 3.2 Pengkajian, rencana asuhan, dan pemberian asuhan. Pengkajian, rencana asuhan, dan pemberian asuhan dilaksanakan secara paripurna.
Kajian
pasien dilakukan secara paripurna untuk mendukung rencana dan pelaksanaan
pelayanan oleh petugas kesehatan profesional dan/atau tim kesehatan
antarprofesi yang digunakan untuk menyusun keputusan layanan klinis.
Pelaksanaan asuhan dan pendidikan pasien/keluarga dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang disusun, dipandu oleh kebijakan dan prosedur, dan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
a. Kriteria 3.2.1
Penapisan
(skrining) dan proses kajian awal dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai
kebutuhan dan harapan pasien/keluarga, serta dengan mencegah penularan infeksi.
Asuhan pasien dilaksanakan berdasarkan rencana asuhan medis, keperawatan, dan
asuhan klinis yang lain dengan memperhatikan kebutuhan pasien dan berpedoman
pada panduan praktik klinis.
1) Pokok Pikiran:
a)
Skrining dilakukan sejak awal dari penerimaan pasien untuk memilah pasien
sesuai dengan kemungkinan penularan infeksi kebutuhan pasien dan kondisi
kegawatan yang dipandu dengan prosedur skrining yang dibakukan.
b)
Proses kajian pasien merupakan proses yang berkesinambungan dan dinamis, baik
untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Proses kajian pasien
menentukan efektivitas asuhan yang akan dilakukan.
c)
Kajian pasien meliputi:
(1)
mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisik, psikologis, status
sosial, dan riwayat penyakit. Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut,
dilakukan anamnesis (data subjektif = S) serta pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan
penunjang
(data objektif = O);
(2)
analisis data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan masalah, kondisi,
dan diagnosis untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien
(asesmen
atau analisis = A); dan
(3)
membuat rencana asuhan (perencanaan asuhan = P), yaitu menyusun solusi untuk
mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan pasien.
d)
Pada saat pasien pertama kali diterima, dilakukan kajian awal, kemudian
dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan baik pada pasien rawat jalan
maupun pasien rawat inap sesuai dengan perkembangan kondisi kesehatannya.
e)
Kajian awal dilakukan oleh tenaga medis, keperawatan/kebidanan, dan tenaga dari
disiplin yang lain meliputi status fisis/neurologis/mental,
psikososiospiritual, ekonomi, riwayat kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri,
asesmen risiko jatuh, asesmen fungsional (gangguan fungsi tubuh), asesmen
risiko gizi, kebutuhan edukasi, dan rencana pemulangan.
f)
Pada saat kajian awal perlu diperhatikan juga apakah pasien mengalami kesakitan
atau nyeri. Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung
akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan
jaringan.
g)
Kajian pasien dan penetapan diagnosis hanya boleh dilakukan oleh tenaga
profesional yang kompeten. Tenaga profesional yang kompeten adalah tenaga yang
dalam melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh Standar
dan kode etik profesi serta mempunyai kompetensi sesuai dengan
pendidikan dan pelatihan yang dimiliki yang dapat dibuktikan dengan adanya
sertifikat kompetensi.
h)
Proses kajian tersebut dapat dilakukan secara individual atau jika diperlukan
dilakukan oleh tim kesehatan antarprofesi yang terdiri atas dokter, dokter
gigi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai
dengan kebutuhan pasien. Jika dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan,
harus dilakukan koordinasi dalam penyusunan rencana asuhan terpadu.
i)
Pasien mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap asuhan yang akan
diperoleh.
j)
Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan
yang diterimanya adalah dengan cara memberikan informasi yang mengacu pada
peraturan perundang-undangan (informed consent). Dalam hal pasien adalah anak
di bawah umur atau individu yang tidak memiliki kapasitas untuk membuat
keputusan yang tepat, pihak yang memberi persetujuan mengacu pada peraturan
perundang-undangan. Pemberian informasi yang mengacu pada peraturan
perundang-undangan itu dapat diperoleh pada berbagai titik waktu dalam
pelayanan, misalnya ketika pasien masuk rawat inap dan sebelum suatu tindakan
atau pengobatan tertentu yang berisiko. Informasi dan penjelasan tersebut
diberikan oleh dokter yang bertanggung jawab yang akan melakukan tindakan atau
dokter lain apabila dokter yang bersangkutan berhalangan, tetapi tetap dengan
sepengetahuan dokter yang bertanggung jawab tersebut.
k)
Pasien atau keluarga terdekat pasien diberi peluang untuk bekerja sama dalam
menyusun rencana asuhan klinis yang akan dilakukan.
l)
Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan dalam bentuk
diagnosis dan asuhan yang akan diberikan, dengan memperhatikan kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, spiritual, serta memperhatikan nilai budaya yang
dimiliki oleh pasien, juga mencakup komunikasi, informasi, dan edukasi pada pasien
dan keluarganya.
m)
Perubahan rencana asuhan ditentukan berdasarkan hasil kajian lanjut sesuai
dengan perubahan kebutuhan pasien.
n)
Tenaga medis dapat memberikan pelimpahan wewenang secara tertulis untuk
melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi tertentu kepada perawat,
bidan, atau tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain. Pelimpahan wewenang
tersebut hanya dapat dilakukan dalam keadaan tenaga medis tidak berada di
tempat dan/atau karena keterbatasan ketersediaan tenaga medis.
o)
Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis tersebut dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut.
(1)
Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah
dimiliki oleh penerima pelimpahan.
(2)
Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi
pelimpahan.
(3)
Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan
sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan.
(4)
Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai
dasar pelaksanaan tindakan.
(5)
Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terusmenerus.
p)
Asuhan pasien diberikan oleh tenaga sesuai dengan kompetensi lulusan dengan
kejelasan perincian wewenang menurut peraturan perundang-undanganundangan.
q)
Pada kondisi tertentu (misalnya pada kasus penyakit tuberkulosis (TBC) dengan
malanutrisi, perlu penanganan secara terpadu dari dokter, nutrisionis, dan
penanggung jawab program TBC, pasien memerlukan asuhan terpadu yang meliputi
asuhan medis, asuhan keperawatan, asuhan gizi, dan asuhan kesehatan yang lain
sesuai dengan kebutuhan pasien.
r)
Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerja sama antara
petugas kesehatan dan pasien/keluarga pasien. Pasien/keluarga pasien perlu mendapatkan
penyuluhan kesehatan dan edukasi yang terkait dengan penyakit dan kebutuhan
klinis pasien menggunakan pendekatan komunikasi interpersonal antara pasien dan
petugas kesehatan serta menggunakan bahasa yang mudah dipahami agar mereka
dapat berperan aktif dalam proses asuhan dan memahami konsekuensi asuhan yang
diberikan.
2) Elemen Penilaian:
a)
Dilakukan skrining dan pengkajian awal secara paripurna oleh tenaga yang
kompeten untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan sesuai dengan panduan
praktik klinis, termasuk penangan nyeri dan dicatat dalam rekam medis (R, D, O,
W).
b)
Dalam keadaan tertentu jika tidak tersedia tenaga medis, dapat dilakukan
pelimpahan wewenang tertulis kepada perawat dan/atau bidan yang telah mengikuti
pelatihan, untuk melakukan kajian awal medis dan pemberian asuhan medis sesuai
dengan kewenangan delegatif yang diberikan (R, D).
c)
Rencana asuhan dibuat berdasarkan hasil pengkajian awal, dilaksanakan dan
dipantau, serta direvisi berdasarkan hasil kajian lanjut sesuai dengan perubahan
kebutuhan pasien (D, W).
d)
Dilakukan asuhan pasien, termasuk jika diperlukan asuhan secara kolaboratif
sesuai dengan rencana asuhan dan panduan praktik klinis dan/atau prosedur
asuhan klinis agar tercatat di rekam medis dan tidak terjadi pengulangan yang
tidak perlu (D, W).
e)
Dilakukan penyuluhan/pendidikan kesehatan dan evaluasi serta tindak lanjut bagi
pasien dan keluarga dengan metode yang dapat dipahami oleh pasien dan keluarga
(D, O).
f)
Pasien atau keluarga pasien memperoleh informasi mengenai tindakan
medis/pengobatan tertentu yang berisiko yang akan dilakukan sebelum memberikan
persetujuan atau penolakan (informed consent), termasuk konsekuensi dari
keputusan penolakan tersebut (D).
No comments:
Post a Comment