Kepemimpinan
dan Manajemen Puskesmas (KMP)
Standar
1.1
Perencanaan
Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dilakukan secara
terpadu yang
berbasis wilayah kerja Puskesmas bersama dengan lintas
program dan lintas sektor serta sesuai denganketentuan peraturan perundangan.
Perencanaan Puskesmas
mempertimbangkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai, analisis
kebutuhan masyarakat, analisis peluang pengembangan pelayanan, serta analisis risiko pelayanantermasuk
umpan balik dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/
Kota.
Kriteria
1.1.1
Jenis-jenis pelayanan yang disediakan ditetapkan berdasarkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai, analisis
kebutuhanmasyarakat, analisis peluang pengembangan pelayanan, analisis risiko pelayanan, dan ketentuan peraturan perundangan yang dituangkan
dalam perencanaan. (lihat juga PMP 5.1; dan PMP 5.2 )
Pokok Pikiran:
·
Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang dan penunjang(UKPPP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif
di wilayah kerjanya.
·
Puskesmas sebagai
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang kesehatan yang bersifat fungsional
dan unit layanan yang bekerja profesional harus memiliki Visi, Misi, Tujuan dan
Tata Nilai yang mencerminkan Tugas Pokok dan Fungsinya sebagai penyedia layanan
UKM maupun UKPPP. (lihat PP 18 tahun
2016 tentang
Perangkat Daerah)
·
Visi, misi, tujuan
dan tata nilai Puskesmas ditetapkan oleh Kepala Puskesmas mengacu visi, misi
dan tujuan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota yang digunakan. Sebagai acuan dalam penyelenggaraan
Puskesmas.
·
Puskesmas
wajib menyediakan pelayanan sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, kebutuhan masyarakat, hasil analisis
peluang pengembangan pelayanan, hasil analisis risiko pelayanan dan peraturan perundangan.
·
Untuk
mendapatkan hasil analisis kebutuhan masyarakat perlu dilakukan analisis
situasi data kinerja Puskesmas, analisis situasi dan perumusan masalah yang
dirasakan masyarakat termasuk datahasil pelaksanaan PIS-PK yang disusun
secara terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas.. ( Lihat juga KMP
: 1.6.11, UKM : 2.1.1 dan2.6.)
·
Data
yang dimaksudmeliputi:
a)
Datadasar
b)
Data
UKM esensial
c)
Data
UKMPengembangan
d)
DataUKPP
e)
Data
Keperawatan Kesehatan Masyarakat, laboratorium dan datakefarmasian
f)
Kondisi
kesehatan keluarga di wilayah kerja Puskesmas yang diperoleh dari Profil
Kesehatan Keluarga (Prokesga) melalui pelaksanaan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK). (lihat juga KMP : 1.6.11 dan UKM: 2.1.1,
2.6.1,2.6.2)
g)
Data
capaian Standar Pelayanan MinimalKabupaten/Kota,
h)
Kebijakan/
Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/ Pedoman dari dinas kesehatan
provinsi dan Kebijakan/Pedoman dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan
atau referensi lain yang dapatdipertanggungjawabkan.
i)
Hasil-hasil survei kepuasan,
j)
Survei
Mawas Diri (SMD) dan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD
k)
kegiatan
survei yanglain
·
Jenis
data sampai dengan tahapan analisis dilakukan merujuk pada ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang Manajemen Puskesmas.
·
Dari
data huruf a sampai huruf i maka ditentukan
indikator keberhasilannya yang dituangkan ke dalam indikator kinerja.
·
Berdasarkan
hasil penilaian kinerja Puskesmas maka dilakukan perumusan masalah terhadap
indikator yang tidak tercapai sebagai dasar penentuan indikator mutu. (lihat juga KMP: 1.1.3; 1.6.11; 1.8.1; PMP: 5.1.2 )
·
Kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain, prioritas masalah kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh
karena itu perlu dilakukan analisis peluang
pengembangan upaya dan kegiatan Puskesmas, serta perbaikan mutu dan
kinerja.
·
Risiko
yang pernah terjadi maupun berpotensi terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan
baik upaya kesehatan masyarakat maupun Upaya Kesehatan Perseorangan dan
Penunjang perlu diidentifikasi, dianalisis dan dikelola
agar pelayanan yang disediakan aman bagi masyarakat, petugas, dan lingkungan.
·
Hasil
analisis risiko harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan, sehingga upaya
pencegahan dan mitigasi risiko sudah direncanakan sejak awal serta disediakan
sumber daya yang memadai untuk pencegahan dan mitigasi risiko. (lihat juga
5.2.1)
·
Hasil identifikasi
dan analisis untuk menetapkan jenis pelayanan dan penyusunan perencanaan
Puskesmas terdiri dari : a) kebutuhan dan harapan masyarakat, b) hasil
identifikasi dan analisis peluang pengembangan pelayanan pada area prioritas,
dan c) hasil identifikasi dan analisis risiko penyelenggaraan pada unit-unit
pelayanan baik dari sisi KMP, UKM, maupun UKPP termasuk risiko terkait
bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan visi, misi,
tujuan, dan tata nilai Puskesmasyang menjadi acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga
evaluasi kinerja Puskesmas. (R) ( Lihat juga KMP :
1.6.1)
2. Ditetapkan
jenis-jenis pelayanan yang disediakan sesuai dengan yang diminta dalam pokok pikiran. (R)
3. Jenis-jenis pelayanan ditetapkan berdasarkan hasil identifikasi dan analisis sesuai dengan yang diminta pada pokok pikiran pada paragraf terakhir. (D,W)
Kriteria
1.1.2
Perencanaan
Puskesmas disusun berdasarkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas, analisis peluang pengembangan pelayanan, analisis risiko pelayanan, capaian kinerja dan analisis kebutuhan masyarakat termasuk umpan balik dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota yang diselaraskan dengan rencana strategis Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota yang
disusun secara terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas serta dapat direvisi
sesuai dengan capaian kinerja dan apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pokok Pikiran:
·
Berdasarkan
hasil analisis kebutuhan masyarakat dan analisis kesehatan masyarakat, analisis peluang
pengembangan pelayanan, dan analisis risiko pelayanan, Puskesmas bersama dengan sektor terkait dan
masyarakat menyusun rencana lima tahunan yang diselaraskan dengan rencana strategis dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota,serta sesuai dengan visi,
misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas.
·
Perencanaan
Puskesmas dilakukan secara terpadu baik KMP, upaya kesehatan masyarakat (UKM),
dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjangdan penunjang (UKPP).
·
Berdasarkan
rencana lima tahunan, Puskesmas menyusun Rencana Operasional Puskesmas yang
dituangkan dalam Rencana Usulan Kegiatan (RUK) untuk periode tahun yang akan
datang yang merupakan usulan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, dan menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)
untuk tahun berjalan berdasarkan anggaran yang tersedia untuk tahun tersebut.
·
Rencana
Usulan Kegiatan (RUK) disusun secara terintegrasi melalui penetapan Tim Manajemen Puskesmas,
yang akan dibahas dalam musrenbang desa dan musrenbang kecamatan untuk kemudian
diusulkan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
·
Penyusunan
rencana pelaksanaan kegiatan bulanan dilakukan berdasar hasil perbaikan proses pelaksanaan kegiatan dan hasil-hasil
pencapaian terhadap indikator kinerja yang ditetapkan.
·
Perubahan
rencana dimungkinkan apabila terjadi perubahan kebijakan pemerintah tentang
upaya/kegiatan Puskesmas maupun dari hasil perbaikan dan pencapaian kinerja upaya/kegiatan Puskesmas.
·
Revisi
terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan yang tepat sebagai upaya
pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan tentang perencanaan sesuai dengan yang diminta pada pokok pikiran (R)
2.
Rencana Lima
Tahunan disusun dengan dengan
melibatkan lintas program dan lintas sektor serta berdasarkan rencana strategis
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. (D)
3.
Rencana
Usulan Kegiatan (RUK) disusun dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor, berdasarkan rencana strategis Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/ Kota, Rencana Lima
Tahunan Puskesmas dan hasil penilaian
kinerja. (D)
4.
Rencana
Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas disusun secara lintas program sesuai
dengan anggaran yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D)
5.
Ada
kesesuaian antara Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) dengan Rencana Usulan
kegiatan (RUK) dan rencana lima tahunan Puskesmas. (D,O,W)
6.
Rencana
Pelaksanaan Kegiatan Bulanan disusun sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Kegiatan
Tahunan serta hasil pemantauan dan
capaian kinerja bulanan. (D)
7.
Apabila
ada perubahan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dilakukan revisi
perencanaan sesuai kebijakan yang ditetapkan. (D, W)
Kriteria
1.1.3
Peluang perbaikan dan pengembangan
dalam penyelenggaraan upaya Puskesmas diidentifikasi dan dianalisis sebagai
dasar dalam perencanaan.
Pokok Pikiran:
·
Kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain, prioritas masalah kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh
karena itu perlu diidentifikasi peluang pengembangan upaya dan kegiatan
Puskesmas, serta perbaikan mutu dan kinerja.(Lihat juga PMP 5.1)
·
Keterbatasan
sumber daya mengakibatkan tidak semua proses yang terjadi di Puskesmas dapat
diukur dan diperbaiki di waktu yang sama.
·
Berdasarkan
masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja sebagai hasil analisis kebutuhan
masyarakat tiap-tiap tahun ditetapkan area prioritas perbaikan untuk tingkat
Puskesmas yang menjadi fokus untuk melakukan inovasi perbaikan, dan didukung baik oleh Keppemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP), Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perseorangan dan Penunjang (UKPP) (Lihat juga 1.1.1)
·
Area
prioritas menjadi dasar penetapan indikator mutu prioritas Puskesmas. (Lihat
5.1.2)
·
Contoh
masalah prioritas tingkat
Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan permasalahan kesehatan di wilayah kerja
adalah tingginya prevalensi tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada
kegiatan UKPP yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi
masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan UKM untuk
menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan manajemen untuk mengatasi
masalah tuberkulosis.
Elemen Penilaian:
1.
Kepala Puskesmas
menetapkan area prioritas tingkat Puskesmas
untuk perbaikan dan
pengembangan tingkat Puskesmas sesuai dengan masalah kesehatan yang ada di
wilayah kerja yang terdiri atas area KMP, UKM dan UKPP. (R) (Lihat juga PMP : 5.1.2)
2.
Dilakukan
identifikasi dan analisis peluang perbaikan dan pengembangan penyelenggaraan
upaya Puskesmas untuk indikator mutu
prioritas tingkat Puskesmas yang sudah
ditetapkan dan upaya perbaikan dituangkan dalam dalam perencanaan Puskesmas. (D, W)
Kriteria
1.1.4
Penjadwalan pelaksanaan kegiatan dan
pelayanandirencanakan dan disepakati bersama dengan lintas program, lintas sektor dan masyarakat.
Pokok Pikiran:
·
Rencana
pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan maupun
rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) bulanan harus
memuat kerangka waktu yang jelas untuk pelaksanaan kegiatan dalam bentuk jadwal
pelaksanaan kegiatan. (lihat juga UKM :
2.2.1)
·
Jadwal
pelaksanaan kegiatan yang memuat kegiatan KMP, UKM dan UKPP,
sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang disediakan
·
Penetapan
jadwal pelaksanaan kegiatan perlu disepakati dengan lintas program, lintas
sektor, dan masyarakat agar dapat dilaksanakan tepat waktu dalam upaya mencapai
tujuan yang diharapkan.
·
Penetapan
jadwal pelaksanaan kegiatan perlu disepakati dengan lintas program, lintas
sektor, dan masyarakat agar dapat dilaksanakan tepat waktu dalam upaya mencapai
tujuan yang diharapkan.
·
Penetapan jadwal
pelaksanaan kegiatan disusun dengan melakukan hal sebagaiberikut :
a)
mempelajari alokasi kegiatan dan biaya yang sudah
disetujui
b)
membandingkan
alokasi kegiatan yang disetujui dengan RUK yang diusulkan dan situasi pada saat
penyusunan RPK
c)
menyusun
rancangan awal, rincian dan volume kegiatan yang akan dilaksanakan serta sumber
daya pendukung menurut bulan dan lokasi pelaksanaan
d)
mengadakan
Lokakarya Mini Bulanan Pertama untuk membahas kesepakatan RPK
e)
membuat
RPK tahunan yang telah disusun dalam bentuk matriks.
f)
Merinci
RPK tahunan menjadi RPK bulanan bersama dengan target pencapaiannya, dan
direncanakan kegiatan pengawasan dan pengendaliannya.
·
RPK
dimungkinkan untuk dirubah/ disesuaikan dengan kebutuhan saat itu apabila dalam
hasil analisis pengawasan dan pengendalian kegiatan bulanan dijumpai kondisi
tertentu (bencana alam, konflik, Kejadian Luar Biasa, perubahan kebijakan
mendesak, dll) yang harus dituangkan kedalam RPK.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penjadwalan kegiatan dan pelayanan
Puskesmas. (R)
2. Jadwal kegiatan
Puskesmas disepakati sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dan dituangkan
dalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan dan Bulanan. (D, W)
3. Rencana
Pelaksanaan Kegiatan Tahunan dan Bulanan memuat kerangka waktu pelaksanaan
kegiatan yang direncanakan. (D)
Kriteria
1.1.5
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan
pembinaan dan pengawasan terhadap Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota
dalam rangka perbaikan kinerja Puskesmas
Pokok Pikiran :
·
Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pembinaan kepada Puskesmas sebagai
unit pelaksana teknis yang memiliki otonomi dalam rangka sinkronisasi dan
harmonisasi pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah.
·
Pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan daerah merupakan bagian dari tugas, fungsi dan
tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
·
Dalam rangka
menjalankan tugas, fungsi dan tanggungjawab, Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melakukan bimbingan teknis dan supervisi,
pemantauan evaluasi, dan pelaporan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
·
Pembinaan
yang dilakukan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dalam hal penyelenggaraan
Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja
Puskesmas. Pembinaan tersebut dilaksanakan secara periodik termasuk pembinaan
dalam rangka pencapaian target PISPK, target Standar Pelayanan Minimal (SPM),
dan Program Prioritas Nasional (Lihat juga KMP : 1.6.2 dan 1.8; UKM: 2.9, serta PPN)
Elemen Penilaian :
1.
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan struktur
organisasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(R)
2.
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan
kebijakan pembinaan
Puskesmas
secara periodik yang
dituangkan dalam program kerja yang
jelas dan terukur (R, D)
3.
Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan
pembinaan secara terpadu kepada Puskesmas yang berkesinambungandengan
menggunakan indikator pembinaan program dan menyampaikan hasil pembinaan kepada
Puskesmas. (D,W)
4.
Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pendampingan penyusunan Rencana Usulan Kegiatan
Puskesmas. (D, W)
5.
Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
pendampingan penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan sesuai dengan anggaran
yang sudah ditetapkan. (D, W)
6.
Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menindaklanjuti pelaksanaan lokakarya mini Puskesmas
yang menjadi wewenang
dalam rangka membantu
menyelesaikan masalah kesehatan yang tidak bisa diselesaikan di tingkat
Puskesmas. (D, W)
7.
Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
verifikasi dan memberikan umpan balik evaluasi kinerja Puskesmas. (D, W)
8.
Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil
pembinaan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D, W)
Standar
1.2
Pelaksanaan kegiatan Puskesmas harus
memperhatikan kemudahan akses pengguna layanan
Puskesmas mudah diakses
oleh pengguna layanan untuk mendapat
pelayanan sesuai kebutuhan, mendapat
informasi tentang pelayanan, dan untuk menyampaikan umpan balik
Kriteria
1.2.1
Masyarakat sebagai pengguna layanan, seluruh tenaga Puskesmas dan lintas sektor mendapat informasi yang memadai tentang jenis-jenis pelayanan dan kegiatan-kegiatan Puskesmas serta masyarakat memanfaatkan pelayanan sesuai kebutuhan . (Lihat juga KMP : 1.1.4 dan
UKM : 2.2.1)
Pokok Pikiran:
·
Puskesmas
sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) wajib menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan
masyarakat.
·
Puskesmas
harus menyampaikan informasi tentang jenis-jenis pelayanan dan kegiatan yang
dilengkapi dengan jadwal pelaksanaannya.
·
Pelayanan
yang disediakan oleh Puskesmas termasuk jaringannya perlu diketahui oleh
masyarakat sebagai pengguna layanan oleh lintas program, dan sektor terkait
untuk meningkatkan kerjasama, saling memberi dukungan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan dan upaya lain yang terkait dengan kesehatan untuk mengupayakan
pembangunan berwawasan kesehatan.
·
Jenis-jenis
pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas dimanfaatkan secara optimal oleh
masyarakat, sebagai wujud pemenuhan akses masyarakat terhadap pelayanan yang
dibutuhkan (lihat juga 1.1.1)
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur untuk
menyampaikan informasi tentang tujuan, sasaran, tugas pokok, fungsi dan
kegiatan Puskesmas baik kepada masyarakat,
lintas program maupun lintas sektor. (R)
2.
Ada jadwal pelaksanaan kegiatan dan diinformasikan kepada masyarakat, lintas program dan
lintas sektor. (D,W)
3.
Masyarakat, Lintas Program
dan Lintas Sektor mengetahui jenis-jenis pelayanan yang
disediakan oleh Puskesmas. (W)
4.
Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyampaian informasi kepada masyarakat,
lintas program maupun lintas sektor.
(D, W)
5.
Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap pemanfaatan pelayanan dan kesesuaian
pelaksanaan kegiatan dengan jadwal yang disusun. (D)
Kriteria
1.2.2
Masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan
pelayanan sesuai kebutuhan, dan untuk menyampaikan umpan balik terhadap pelayanan. (Lihat
juga KMP : 1.8.3 dan UKM : 2.2.1; 2.2.2; 2.9.5; 2.9.6)
Pokok Pikiran:
·
Sebagai
upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, baik pengelola maupun
pelaksana pelayanan harus mudah diakses oleh masyarakat ketika masyarakat
membutuhkan baik untuk pelayanan preventif, promotif, kuratif maupun
rehabilitatif sesuai dengan kemampuan Puskesmas.
·
Berbagai
strategi komunikasi untuk memudahkan akses masyarakat terhadap pelayanan
Puskesmas dapat dikembangkan, antara lain melalui papan pengumuman, pemberian
arah tanda yang jelas, media cetak, telepon, short message service (sms), media elektronik, ataupun internet.
·
Umpan
balik yang dimaksud berupa pengelolaan keluhan, masukan terhadap pelayanan dan
penyampaian umpan balik.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur pengelolaan
umpan balik dari masyarakat tentang
pelayanan dan penyelenggaraan Upaya Puskesmas. (R)
2.
Dilakukan upaya untuk
memperoleh umpan balik dari masyarakat. (D, O, W)
3.
Dilakukan
evaluasi dan tindak
lanjut terhadap keluhan dan umpan balik dari masyarakat. (D, O, W)
Standar
1.3
Puskesmas
memenuhi persyaratan sumberdaya sesuai standar berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Puskesmas harus
memenuhi persyaratan lokasi, sarana/bangunan, prasarana,peralatan Puskesmas, dan ketenagaan.
Kriteria
1.3.1
Puskesmas memenuhi persyaratan
lokasi, sarana/bangunan, prasarana dan peralatan Puskesmassesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pokok Pikiran:
·
Setiap
Puskesmas harus memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
·
Pendirian
Puskesmas perlu memperhatikan persyaratan lokasi: dibangun di setiap kecamatan, memperhatikan kebutuhan pelayanan sesuai
rasio ketersediaan pelayanan kesehatan dengan jumlah penduduk, mudah diakses,
dan mematuhi persyaratan kesehatan lingkungan.
·
Dokumen
analisis pendirian Puskesmas dibuat oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota
dengan mempertimbangkan tata ruang daerah,
dan rasio ketersediaan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk dan
aksesibilitas (geografis) yang dituangkan dalam rencana strategis atau rencana
pembangunan Puskesmas.
·
Untuk
menghindari gangguan dan dampak keberadaan Puskesmas terhadap lingkungan dan
kepedulian terhadap lingkungan, maka pendirian Puskesmas perlu didirikan di
atas bangunan yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit
kerja yang lain.
·
Yang
dimaksud unit kerja yang lain adalah unit kerja yang tidak ada kaitan langsung
dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan Puskesmas.
·
Ketersediaan
bangunan yang memenuhi persyaratan dan dipelihara dengan baik akan menjamin
kelancaran dan keamanan dalam pelaksanaan kegiatan (lihat juga KMP : 1.4.2)
·
Ketersediaan
ruang untuk pelayanan harus bersih dan sesuai dengan jenis pelayanan kesehatan
yang disediakan oleh Puskesmas.
·
Ruang
yang minimal harus tersedia adalah: ruang pendaftaran dan ruang tunggu, ruang
administrasi, ruang pemeriksaan, ruang konsultasi dokter, ruang tindakan, ruang
farmasi, ruang laboratorium, ruang ASI, kamar mandi dan WC, Ruang Terbuka Hijau
(RTH) yang dimanfaatkan untuk Taman Obat Keluarga (TOGA), dan ruang lain sesuai
kebutuhan pelayanan.
·
Pengaturan
ruang memperhatikan fungsi, keamanan, kebersihan, kenyamanan dan kemudahan
dalam pemberian pelayanan untuk memudahkan pasien/keluarga pasien untuk akses
yang mudah termasuk memberi kemudahan dengan kebutuhan khusus, antara lain: disabilitas, anak-anak, ibu hamil dan orang usia lanjut,
termasuk jika ada pasien dengan gaduh gelisah, pasien TB, penyalahgunaan zat, HIV/AIDS, korban
kekerasan/ penelantaran, gawat darurat, demikian
juga memperhatikan keamanan, kebutuhan akan privasi, dan kemudahan bagi petugas
dalam memberikan pelayanan.
·
Sebagai
upaya pencegahan infeksi, pengaturan ruangan juga harus memperhatikan zona
pemeriksaan bagi orang sehat dan zona pemeriksaan bagi orang sakit.
·
Untuk
kelancaran dalam memberikan pelayanan dan menjamin kesinambungan pelayanan maka
Puskesmas harus dilengkapi dengan prasarana dan peralatan Puskesmas sesuai dengan jenis pelayanan yang disediakan.
·
Prasarana
adalah alat, jaringan, dan sistem yang membuat suatu sarana dapat berfungsi.
·
Prasarana
yang dipersyaratkan tersebut meliputi:
sistem penyediaan air bersih, sistem penghawaan (ventilasi), sistem
pencahayaan, sistem sanitasi, sistem kelistrikan, sistem komunikasi, sistem gas
medik, sistem proteksi petir, sistem proteksi kebakaran, sarana evakuasi,
sistem pengendalian kebisingan, dan kendaraan di Puskemas (lihat juga 1.4.7)
·
Peralatan Puskesmas
terdiri dari alat kesehatan, perbekalan kesehatan lain, bahan habis pakai, dan
perlengkapan.
·
Alat
kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/ atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
·
Agar
pelayanan diberikan dengan aman dan bermutu Peralatan
Puskesmas tersebut
terpelihara, terjamin dan berfungsi dengan baik, dan dikalibrasi untuk
alat-alat ukur yang digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(lihat juga 1.4.1; 1.4.6)
·
Alat
kesehatan yang memerlukan perizinan harus memiliki izin yang berlaku.
·
Pembelian,
penggunaan dan pemusnahan alat kesehatan yang mengandung merkuri tidak
diperkenankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Elemen Penilaian:
1.
Ada
bukti pendirian Puskesmas didasarkan pada analisis dengan mempertimbangkan tata
ruang daerah, rasio jumlah penduduk, aksesibilitas (geografis) dan ketersediaan
pelayanan kesehatan. (D)
2.
Puskesmas
diselenggarakan di atas bangunan yang permanen, tidak bergabung dengan tempat
tinggal atau unit kerja yang lain, dan memenuhi persyaratan lingkungan sehat.
(D,O)
3.
Ketersediaan
ruang memenuhi persyaratan minimal dan kebutuhan pelayanan. (D,O)
4.
Pemeliharaan
Bangunan dan Penataan ruang
memperhatikan akses, keamanan, kebersihan, kenyamanan dan ruang terbuka hijau.
(D,O)
5.
Penataan
ruang memisahkan zona pemeriksaan orang sehat dari zona pemeriksaan orang
sakit. (D,O)
6.
Tersedia prasarana
dan peralatan Puskesmas sesuai standar berdasarkan kebutuhan pelayanan. (D, O)
7. Ada bukti alat kesehatan yang memerlukan
izin memiliki kelengkapan izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (D, O)
8. Ada bukti Puskesmas memiliki izin yang berlaku. (D)
Kriteria
1.3.2
Penyelenggaraan Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan (ASPAK) oleh Puskesmas dilakukan untuk memastikan pemenuhan terhadap standar sarana,
prasarana, dan alat kesehatan.
Pokok Pikiran :
·
Keterpenuhan
sarana, prasarana,
dan alat kesehatan Puskesmas sesuai standar di puskesmas adalah faktor penting
dalam upaya menjamin terselenggaranya
pelayanan di puskesmas.
·
Data
sarana, prasarana,
dan alat kesehatan di Puskesmas harus diinput dalam ASPAK dan divalidasi untuk
menjamin kebenarannya. (
Lihat juga KMP : 1.6.11 )
·
Besarnya
nilai prosentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam ASPAK
memberikan gambaran kondisi pemenuhan
sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas.
·
Batas
terendah persentasi pemenuhan sarana,
prasarana,
dan alat kesehatan dalam ASPAK adalah
60% atau sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
·
Jika terjadi perubahan peraturan tentang batasan
terendah persentasi pemenuhan sarana,
prasarana,
dan alat kesehatan dalam ASPAK, maka
batas terendah pemenuhan standar mengikuti perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Elemen
Penilaian
1.
Ditetapkannya
petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan input data sarana, prasarana dan
alat Kesehatan dalam ASPAK.
(R)
2.
Input
data sarana, prasarana dan alat kesehatan dalam ASPAK dilakukan sesuai
ketentuan peraturan
perundang -undangan dan divalidasi oleh
Dinas kesehatan daerahkabupaten/kota. (D, O, W) (lihat juga
KMP :1.1.5)
3.
Data
sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam ASPAK digunakan untuk perencanaan Puskesmas. (D, W)
Kriteria
1.3.3
Kepala Puskesmas adalah tenaga kesehatan yang
kompeten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pokok Pikiran:
·
Agar
Puskesmas dikelola dengan baik, efektif dan efisien, maka Puskesmas harus
dipimpin oleh tenaga kesehatan yang kompeten untuk mengelola fasilitas
tersebut, sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
·
Uraian
tugas sebagai dasar bagi Kepala Puskesmas dalam melaksanakan tugas sebagai
pimpinan.
·
Kepala
Puskesmas adalah dokter/dokter gigi atau tenaga kesehatan lainnya paling rendah
strata 1 (S1) bidang kesehatan atau Diploma 4 (D4) bidang kesehatan
( Lihat UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 8 sampai dengan pasal 11)
·
Untuk
daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan, Kepala Puskesmas dapat dijabat oleh tenaga
kesehatan minimal dengan Jenjang Pendidikan D3.
Elemen Penilaian:
1.
Ada
kejelasan persyaratan dan uraian tugas Kepala
Puskesmas yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan.(R)
2.
Kepala
Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (D)
Kriteria
1.3.4
Tersedia dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan lainnya, dan tenaga non kesehatandengan jumlah, jenis, dan kompetensi sesuai
kebutuhan dan jenis pelayanan yang disediakan.
Pokok Pikiran:
·
Agar
Puskesmas dapat memberikan pelayanan yang optimal dan aman bagi pasien dan
masyarakat yang dilayani perlu dilakukan analisis kebutuhan tenaga baik dokter, dokter
gigi, tenaga kesehatan lainnya, dan tenaga non kesehatan sebagai dasar penyusunan pola ketenagaan dan rencana
pengembangan tenaga,
·
Untuk
memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhan pasien dan
masyarakat, dilakukan upaya untuk pemenuhan ketersedian tenaga baik jenis,
jumlah dan persyaratan kompetensi.
·
Jabatan
yang dimaksud di Puskesmas merujuk pada jabatan sesuai dengan struktur organisasi
Puskesmas dan jabatan fungsional tenaga Puskesmas.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan
persyaratan kompetensi untuk tiap jabatan dan tiap jenis tenaga yang
dibutuhkan.(R)
2. Disusun pola
ketenagaan berdasar analisis kebutuhan tenaga sesuai dengan pelayanan yang
disediakan.(D, W)
3. Ada rencana
pengembangan tenaga sesuai dengan hasil analisis kebutuhan tenaga. (D)
4. Dilakukan upaya
untuk pemenuhan kebutuhan tenaga sesuai dengan rencana pengembangan tenaga yang
disusun. (D)
Standar
1.4
Manajemen
sarana (bangunan), prasarana, peralatan
Puskesmas, dan keselamatandan keamanan lingkungan
Puskesmas dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
Sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dankeselamatan lingkungan dikelola dalam Manajemen
Fasilitas dan Keselamatan (MFK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan dan
dikaji dengan memperhatikan manajemen risiko.(lihat juga PMP :
5.2)
Kriteria
1.4.1.
Disusun dan diterapkan rencana program Manajemen Fasilitas Dan
Keselamatan (MFK) yang meliputi keselamatan dan
keamanan fasilitas, pengelolaan bahan dan limbah berbahaya, manajemen bencana, pengamanan kebakaran, alat
kesehatan, dan sistem utilisasi
Pokok Pikiran :
·
Puskesmas
sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat mempunyai kewajiban untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bangunan, prasarana, peralatan
Puskesmas dan menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien, pengunjung,
petugas, dan masyarakat.
·
Puskesmas perlu
menyusun program manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) untuk menyediakan
lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat.
·
Program MFK perlu disusun
setiap tahun dan diterapkan, yang meliputi:
a)
Manajemen
Keselamatan dan keamanan.
Keselamatan adalah suatu keadaan
tertentu dimana bangunan, halaman/ground,prasarana,
peralatan Puskesmas, tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, petugas dan pengunjung, dan masyarakat
Keamanan adalah proteksi/ perlindungan dari kehilangan, pengrusakan dan
kerusakan, kekerasan fisik, penerapan kode-kode
darurat atau akses serta penggunaan oleh mereka yang tidak
berwenang.
b)
Manajemen
Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3),
yang meliputi: penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya lainnya
harus dikendalikan,
dan limbah bahan berbahaya dibuang secara aman.
Program B3 meliputi:
1)
penetapan jenis dan area/lokasi
penyimpanan B3 sesuai ketentuan peraturan perundan-undangan
2)
pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan B3 sesuai
ketentuan peraturan perundan-undangan
3)
sistem pelabelan B3 sesuai
ketentuan peraturan perundan-undangan
4)
sistem pendokumentasian dan perizinanB3 sesuai
ketentuan peraturan perundan-undangan
5)
penaganan tumpahan dan paparan B3 sesuai
ketentuan peraturan perundan-udangan
6)
sistem pelaporan
dan investigasi jika terjadi tumpahan dan atau paparansesuai ketentuan peraturan perundan-udangan
7)
penggunaan APD sesuai ketentuan peraturan perundan-udangan
c)
Manajemen
Bencana/disaster, yaitu tanggapan terhadap wabah,
bencana dan keadaan kegawatdaruratan akibat bencana direncanakan dan efektif.
Program manajemen bencana perlu
disusun dalam upaya menanggapi bila terjadi bencana internal dan/ atau
eksternal yang meliputi:
1)
identifikasi jenis, kemungkinan, dan akibat dari
bencana yang mungkin terjadi (HVA),
2)
menentukan peran Puskesmas dalam kejadian tersebut
3)
strategi komunikasi jika terjadi bencana,
4)
manajemen sumber daya,
5)
penyediaan pelayanan dan alternatifnya,
6)
identifikasi peran dan tanggung jawab tiap karyawan,
dan
manajemen konflik yang
mungkin terjadi pada saat bencana,
7)
peran Puskesmas dalam tim terkoordinasi dengan sumber
daya masyarakat yang tersedia.
Puskesmas juga perlu merencanakan dan menerapkan suatu
program kesiapan menghadapi bencana yang disimulasikan setiap tahun yang
meliputi 2) sampai dengan 6) dari program manajemen bencana.
d)
Manajemen
Pengamanan Kebakaran: Puskesmas wajib melindungi properti dan penghuni
dari kebakaran dan asap.
Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara umum meliputi
pencegahan terjadinya kebakaran dengan melakukan identifikasi area
berisiko bahaya kebakaran dan ledakan, penyimpanan
dan pengelolaan bahan-bahan yang mudah terbakar, penyediaan
proteksi kebakaran aktif dan pasif. Secara khusus, program
penanggulangan akan berisi:
1) frekuensi inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan sistem
proteksi dan penanggulangan kebakaran secara periodik (minimal satu kali dalam
satu tahun)
2) jalur
evakuasi yang aman dari api, asap dan bebas hambatan.
3) proses
pengujian sistem proteksi dan penanggulangan kebakaran dilakukan selama kurun
waktu 12 bulan
4) edukasi
pada staf terkait sistem proteksi dan evakuasi pasien yang efektif pada situasi
bencana
e)
Manajemen
Alat kesehatan
Untuk mengurangi risiko, alat kesehatan
dipilih, dipelihara dan digunakan sesuai dengan ketentuan. Kegiatan tersebut ditujukan untuk:
1)
memastikan bahwa semua alat kesehatan tersedia dan berfungsi dengan baik
2) memastikan
bahwa individu yang melakukan pengelolaan memiliki kualifikasi yang sesuai dan
kompeten
f)
Manajemen
Sistem utilitasmeliputi
sistem listrik bersumber PLN, sistem air, sistem gas medis dan sistem pendukung lainnya seperti generator (Genset), perpipaan air
dipelihara untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian, dan harus dipastikan tersedia 7 (tujuh) hari 24 ( dua puluh empat )
jam
g)
Pendidikan
(edukasi) petugas
tentang Manajemen MFK.
·
Untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien,
petugas, pengunjung dan masyarakat dilakukan identifikasi dan pembuatan peta
terhadap area berisiko yang meliputi poin a sd f.
·
Rencana
tersebut dikaji, diperbaharui dan didokumentasikan yang merefleksikan
keadaan-keadaan terkini dalam lingkungan Puskesmas.
·
Untuk menjalankan
program MFK maka diperlukan tim dan atau penanggungjawab yang ditunjuk oleh
Kepala Puskesmas.
·
Program MFK perlu
dievaluasi minimal per tri wulan untuk memastikan bahwa Puskesmas telah
melakukan upaya penyediaan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan
masyarakat sesuai dengan rencana.
Elemen
Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur pelaksanaan MFK yang sesuai dengan yang diuraikan dalam pokok pikiran. (R)
2.
Ditetapkan
petugas yang bertanggungjawab dalam MFK. (R)
3.
Ada
rencana programMFKyang ditetapkan setiap tahun berdasarkan identifikasi risiko. (R)
4.
Dilakukan
identifikasi terhadap area-area berisiko yang meliputi huruf a sampai huruf f pada pokok pikiran. (D,W)
5.
Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut per tri wulan terhadap pelaksanaan program MFK
meliputi huruf a sampai huruf f pada pokok pikiran. (D)
Kriteria
1.4.2.
Puskesmas melaksanakan program
keselamatan dan keamanan.
Pokok Pikiran:
·
Program untuk keselamatan
dirancang untuk mencegah terjadinya cedera bagi pasien, petugas, pengunjung dan masyarakatakibat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seperti tertusuk jarum, tertimpa
bangunan, kebakaran, gedung roboh, dan tersengat listrik.
·
Program
keselamatan bagi petugas terintegrasi dengan program keselamatan dan kesehatan
kerja
·
Area-area yang
berisiko keamanan dan kekerasan fisik perlu diidentifikasi dan dibuatkan peta,
dipantau untuk meminimalkan terjadinya
insiden dan kekerasan fisik baik bagi pasien, petugas, maupun pengunjung yang
lain (lihat juga KMP : 1.4.1).
·
Program
untuk keamanan dengan menyediakan lingkungan fisik yang
aman bagi pasien, petugas, dan pengunjung Puskesmas perlu direncanakan untuk
mencegah terjadinya kejadian kekerasan fisik maupun cedera akibat lingkungan
fisik yang tidak aman seperti penculikan bayi, pencurian,
dan kekerasan pada petugas.
·
Agar dapat
berjalan dengan baik, maka program tersebut juga didukung dengan penyediaan
anggaran, penyediaan fasilitas untuk mendukung keamanan dan
fasilitas seperti penyediaan Closed Circuit Television(CCTV), alarm, APAR,
jalur evakuasi, titik kumpul, rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda- tanda
pintu darurat.
·
Pemberian tanda
pengenal pada pasien, pengunjung, karyawan, termasuk tenaga outsource merupakan upaya untuk
menyediakan lingkungan yang aman.
·
Kode-kode
darurat minimal yang perlu ditetapkan dan diterapkan
seperti:
a)
kode merah atau alarm untuk
pemberitahuan darurat
kebakaran
b)
kode biru untuk pemberitahuan telah terjadi kegawatdaruratan
medik
c)
kode pink untuk pemberitahuan telah tejadi penculikan
bayi
·
Apabila
Puskesmas mengalami renovasi dan atau konstruksi bangunan maka perlu disusun Infection Control Risk Assesment (ICRA)
renovasi untuk memastikan proses renovasi dan atau konstruksi bangunan
dilakukan secara aman dan mengontrol terjadinya penyebaran infeksi (lihat juga
PPI 5.5.2)
·
Dilakukan
inspeksi fasilitas yang meliputi bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas
kecuali alat kesehatan, dan halaman/ground.
Elemen Penilaian:
1.
Dilakukan
identifikasi terhadap pengunjung, petugas, dan pegawai kontrak. (D, O, W)
2.
Dilakukan
inspeksi fasilitas secara berkala meliputi bangunan, prasarana, dan peralatan
Puskesmas kecuali alat kesehatan. (D, 0, W)
3.
Ada
strategi ICRA dalam pelaksanaan program PPI pada renovasi bangunan. (D, W)
4.
Dilaksanakan
program keselamatan dan keamanan sesuai dengan rencana. (D, O, W)
5.
Dilakukan
pelaporan, tindak lanjut dan dokumentasi terhadap kejadian, kekerasan fisik,
dan cedera terkait dengan keamanan lingkungan fisik. (D)
Kriteria
1.4.3.
Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan dan
penggunaan bahan berbahaya beracun serta
pengendalian dan pembuangan limbah bahan berbahaya beracun dilakukan berdasarkan perencanaan yang memadai dan ketentuan perundangan.
Pokok
Pikiran:
·
Bahan
berbahaya beracun
(B3)dan limbah B3 perlu diidentifikasi dan dikendalikan secara aman. (lihat juga KMP : 1.4.1; 1.5.7, dan
1.7.1; UKPP : 3.9.1 ; PMP : 5.2.1; dan 5.5.4)
·
WHO
telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya dengan
katagori sebagai berikut: infeksius; patologis dan anatomi; farmasi; bahan
kimia; logam berat; kontainer bertekanan; benda tajam; genotoksik/sitotoksik;
radioaktif.
·
Puskesmas
perlu menginventarisasi B3 meliputi lokasi, jenis, dan jumlah serta limbahnya
disimpan. Daftar inventarisasi ini selalu mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat penyimpanan.
·
Pengolahan
limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan, pewadahan dan penyimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)
·
Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan
peraturanperundang-undangan
Elemen Penilaian:
1.
Dilaksanakan
program limbah B3 sesuai angka satu sampai enam pada huruf b pada kriteria
1.4.1.(R)
2.
Pengolahan
limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan, pewadahan dan
penimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)
3.
Tersedia
IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. (D, O) (lihat juga
KMP : 1.4.1; 1.5.7, dan 1.7.1; UKPP : 3.9.1 ; PMP : 5.2.1; dan5.5.4)
4.
Ada laporan, analisis, dan tindak lanjut
tumpahan, paparan/pajanan terhadap B3 dan atau limbah B3.(D,W)
Kriteria
1.4.4.
Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan mengevaluasi program
tanggap darurat bencana internal dan eksternal
Pokok Pikiran:
·
Potensi
terjadinya bencana di daerah berbeda antara daerah yang satu dan yang lain.
·
Puskesmas
sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama
(FKTP) ikut bertanggung jawab untuk
berperan aktif dalam upaya mitigasi dan penanggulangan bila terjadi bencana
baik internal maupun eksternal.
·
Strategi dan
rencana untuk menghadapi bencana perlu disusun sesuai dengan potensi bencana
yang mungkin terjadi berdasarkan hasil penilaian kerentanan bahaya (Hazard
Vulnerability Assesment).
·
Program kesiapan menghadapi bencana disusundan disimulasikan (disaster
drill) setiap tahun secara internal
atau melibatkan komunitas secara luas, terutama ditujukan untuk menilai
kesiapan sistem 2) sd 6) yang
telah diuraikan di kriteria 1.4.1.
·
Setiap karyawan
wajib mengikuti pelatihan/ lokakarya dan simulasi dalam pelaksanaan program
tanggap darurat agar siap jika sewaktu-waktu terjadi bencana yang
diselenggarakan minimal setahun sekali.
·
Debriefing adalah sebuah review yang dilakukan setelah simulasi bersama peserta
simulasi dan observer yang bertujuan untuk menindaklanjuti hasil dari simulasi.
·
Hasil dari
kegiatan debriefing didokumentasikan.
Elemen Penilaian:
1.
Dilakukan
identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan eksternal sesuai dengan
letak geografis Puskesmas dan akibatnya terhadap pelayanan. (D)
2.
Dilaksanakannya program manajemen bencana/disaster meliputi angka satu sampai denganangka lima huruf c pada kriteria
1.4.1 (D, W).
3.
Dilakukan
simulasi dan evaluasi tahunan meliputi
angka dua sampai dengan angka enam huruf c pada kriteria 1.4.1 terhadap
program kesiapan
menghadapi bencana yang disusun,
yang dilanjutkan dengan debriefing setiap dilakukan simulasi. (D, W)
4.
Dilakukan
perbaikan terhadap program kesiapan
menghadapi bencana sesuai hasil
simulai dan evaluasi tahunan.
(D)
Kriteria
1.4.5.
Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan melakukan evaluasi
program pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran termasuk sarana
evakuasi.
Pokok Pikiran:
·
Setiap
fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas mempunyai risiko terhadap terjadinya
kebakaran. Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran perlu disusun
sebagai wujud kesiagaan Puskesmas terhadap terjadinya kebakaran. Jika terjadi kebakaran, pasien, petugas, dan
pengunjung harus dievakuasi dan dijaga keselamatannya.
·
Yang dimaksud
dengan sistem proteksi adalah penyediaan proteksi kebakaran baik
aktif mau pasif.Proteksi kebakaran aktif, contohnya APAR, sprinkler, detektor
panas, dan detektor asap, sedangkan proteksi
kebakaran secara pasif, contohnya: jalur
evakuasi, pintu
darurat, tangga
darurat, tempat
titik kumpul aman.
·
Merokok
berdampak negatif terhadap
kesehatan, dan dapat menjadi sumber terjadinya kebakaran. Puskesmas harus
menetapkan larangan merokok di lingkungan Puskesmas baik bagi petugas, pasien,
dan pengunjung. Larangan merokok wajib
dipatuhi oleh petugas, pasien dan pengunjung, dan dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaannya.
Elemen Penilaian:
1. Dilakukan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran
angka satu sampai angka empat huruf d
pada kriteria 1.4.1 (D, O, W)
2. Dilakukan inspeksi, pengujian dan
pemeliharaan terhadap alat deteksi dini asap dan kebakaran, jalur evakuasi,
serta keberfungsian alat pemadam api. (D, O, W)
3. Dilakukan simulasi dan evaluasi
tahunan terhadap program pengamanan kebakaran. (D, W)
4. Ditetapkan kebijakan larangan
merokok bagi petugas, pasien, dan pengunjung di area Puskesmas. (R)
5. Kebijakan larangan merokok
dilaksanakan, dipantau , dievaluasi dan ditindaklanjuti terhadap hasil
pelaksanaan larangan merokok (D, O, W)
Kriteria
1.4.6.
Puskesmas menyusun
program untuk menjamin
ketersediaan alat kesehatan yang dapat digunakan setiap saat.
Pokok Pikiran:
·
Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam
pelayanan pasien, alat kesehatan harus tersedia,
berfungsi dengan baik, dan siap digunakan setiap saat diperlukan. Program yang dimaksud meliputi kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara
berkala, sesuai dengan panduan produk tiap alat kesehatan. (lihat 1.4.1)
·
Dalam melakukan pemeriksaan alat kesehatan, petugas
memeriksa antara lain: kondisi, ada tidaknya kerusakan, kebersihan, status
kalibrasi, dan fungsi alat.
·
Alat kesehatan
dapat dilakukan recall oleh
pemerintah dan/atau produsen dan/atau distributor akibat adanya risiko
keselamatan
·
Jika ada alat
kesehatan yang dilakukan recall,
harus dilaksanakan penarikan agar tidak digunakan dan dipandu oleh prosedur
yang baku.
Elemen Penilaian:
1.
Dilakukan inventarisasi alat kesehatan yang perlu dilakukan sesuai dengan ASPAK (lihat juga KMP :
1.3.2). (R)
2.
Dilaksanakan
program untuk menjamin ketersedian alat kesehatan
sesuai huruf e pada kriteria 1.4.1 . (D,W)
3.
Dilakukan
inspeksi dan testing terhadap alat kesehatan secara periodik (D, 0, W)
4.
Dilakukan pemeliharaan
dan kalibrasi terhadap alat kesehatan
secara periodik (D,O,W)
5.
Dilakukan inventarisasi alat kesehatan yang perlu dilakukan penarikan (recall)(D, W)
Kriteria
1.4.7.
Puskesmas menyusun dan melaksanakan program untuk memastikan semua
prasarana atau sistem utilisasi berfungsi dan mencegah terjadinya ketidak
tersediaan, kegagalan, atau kontaminasi.
Pokok Pikiran:
·
Prasarana
atau sistem utilisasi meliputi air, listrik,
gas medis dan sistem penunjang lainnya seperti genset, panel listrik, perpipaan
air dan lainnya.
·
Dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada pasien, dibutuhkan ketersediaan listrik,
air dan gas medis, serta prasarana lain, seperti Genset, panel listrik,
perpipaan air, ventilasi, sistem jaringan dan teknologi informasi, sistem
deteksi dini kebakaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas.
Program pengelolaan sistem utilitas perlu disusun untuk menjamin ketersediaan
dan keamanan dalam menunjang kegiatan pelayanan Puskesmas.
·
Sumber air
adalah sumber air bersih dan air minum.
·
Sumber air dan
listrik cadangan perlu disediakan untuk pengganti jika terjadi kegagalan air
dan/ atau listrik.
·
Prasarana air,
listrik, dan prasarana penting lainnya, seperti genset, perpipaan air, panel
listrik, perlu diperiksa dan dipelihara untuk menjaga ketersediaannya untuk
mendukung kegiatan pelayanan pasien.
·
Untuk prasarana
air perlu dilakukan pemeriksaan air bersih, termasuk pemeriksaan uji kualitas
air secara periodik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian:
1. Dilaksanakan program pengelolaan sistem utilitas dan sistem penunjang lainnya sesuai
huruf f pada kriteria 1.4.1. (R)
2.
Sumber air,
listrik dan gas medis tersedia selama 7 hari 24 jam untuk pelayanan di Puskesmas. (D)
Kriteria
1.4.8.
Puskesmas menyusun dan melaksanakan pendidikan
manajemen fasilitas dan keselamatan bagi petugas.
Pokok Pikiran:
·
Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan
keterampilan dalam pelaksanaan manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) perlu
dilakukan pendidikan petugas agar dapat menjalankan peran mereka dalam menyediakan
lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat.
·
Pendidikan
petugas dapat berupa edukasi, pelatihan, dan in house training/workshop/lokakarya.
·
Pendidikan petugas sebagaimana dimaksud tertuang
dalam rencana program pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan.
Elemen Penilaian:
1. Ada rencana program pendidikan manajemen fasilitas dan
keselamatan bagi petugas. (R)
2. Dilaksanakan program pendidikan manajemen fasilitas dan
keselamatan bagi petugas sesuai rencana. (D, W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut
perbaikan dalam pelaksanaan program pendidikan manajemen fasilitas dan
keselamatan bagi petugas. (D, W)
Standar
1.5.
Manajemen
Sumber Daya Manusia Puskesmas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Ketenagaan Puskesmas harus dikelola sesuai dengan
peraturan perundangan-undangan dan perlu memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja.
Kriteria
1.5.1
Setiapkaryawan mempunyai uraian tugas yang menjadi
dasar dalam pelaksanaan tugas maupun penilaian kinerja.
Pokok Pikiran:
·
Uraian
tugas diperlukan oleh tiap karyawan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan
pelayanan. Setiap karyawan wajib
memahami uraian tugas masing-masing agar dapat menjalankan pekerjaan sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
·
Uraian
tugas karyawan berisi tugas pokok dan tugas tambahan.
·
Tugas
pokok adalah tugas yang sesuai dengan Surat Keputusan pengangkatan sebagai
jabatan fungsional yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
·
Bagi tenaga non
ASN, tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan surat keputusan pengangkatan
sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas berdasarkan standar kompetensi lulusan
·
Tugas
tambahan adalah tugas
yang diberikan kepada karyawan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan program
dan kegiatan.
·
Contoh
tugas pokok dan tugas tambahan : seorang tenaga
bidan yang diangkat kedalam jabatan fungsional Bidan dan juga diberikan tugas
sebagai bendahara. Jadi tugas pokok karyawan tersebut adalah Bidan, dan tugas
tambahannya adalah sebagai bendahara.
·
Jenis
tugas pokok dan tugas tambahan ditetapkan oleh
Kepala Puskesmas.
Elemen
Penilaian:
1.
Ada
penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas tambahan untuk setiap karyawan. (R)
2.
Uraian tugas
disosialisasikan kepada pengemban tugas dan lintas program terkait. (D)
Kriteria
1.5.2
Setiap karyawan mempunyai dokumen (file) kepegawaian
yang lengkap dan mutakhir.
Pokok Pikiran:
·
Puskesmas
wajib menyediakan file kepegawaian untuk tiap karyawan yang bekerja di
Puskesmas sebagai bukti bahwa karyawan yang bekerja memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dan dilakukan upaya pengembangan untuk memenuhi persyaratan
tersebut.
·
Tenaga
Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus mempunyai Surat Tanda Registrasi
(STR), dan atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
·
File kepegawaian
tiap karyawan berisi antara lain: bukti pendidikan, bukti dilakukan verifikasi terhadap Pendidikan
(ijazah), registrasi (STR) dan perizinan (SIP) serta bukti kredensial bagi tenaga kesehatan, bukti pendidikan dan pelatihan, keterampilan, dan pengalaman yang
dipersyaratkan, uraian tugas
karyawan dan/atau rincian wewenang klinis tenaga kesehatan, hasil
penilaian kinerja karyawan, dan bukti evaluasi
penerapan hasil pelatihan termasuk bukti orientasi.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kelengkapan isi file kepegawaian untuk tiap karyawan yang bekerja di
Pukesmas. (R)
2.
Dokumen kepegawaian dipelihara dan berisi kelengkapan sesuai
dengan yang ditetapkan. (D)
3.
Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut secara periodik
terhadap kelengkapan dan pemutakhiran data kepegawaian. (D)
Kriteria
1.5.3
Asuhan klinis dilakukan secara legal dan profesional
Pokok Pikiran:
·
Asuhan
klinis dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tepat dan kompeten.
·
Untuk menjamin bahwa asuhan klinis
dilakukan secara legal dan profesional maka harus ada kejelasan tugas dan wewenang untuk tiap
tenaga kesehatan yang memberikan asuhan klinis di Puskesmas.
·
Wewenang klinis diberikan sesuai dengan
kompetensi lulusan yang dimiliki berdasar bukti
pendidikan dan pelatihan yang dimiliki.
·
Dalam
kondisi tertentu, jika tenaga kesehatan yang memenuhi persyaratan tidak
tersedia, maka dapat ditetapkan tenaga kesehatan dengan pemberian wewenang
khusus untuk menjalankan asuhan klinis tertentu oleh pejabat yang berwenang.
·
Pemberian
wewenang khusus
yang dimaksud pada kriteria 1.5.3 berupa pelimpahan wewenang delegatif yang
diberikan sesuai dengan persyaratan pendidikan dan pelatihan yang terdiri dari :
-
bagi
tenaga perawat
dapat diberikan pelimpahan wewenang delegatif pada saat keadaan tidak adanya tenaga medis dan tenaga
kefarmasian. (lihat UU no.38
tahun 2014 tentangKeperawatan)
-
bagi tenaga bidan dapat diberikan pelimpahan wewenang
delegatif pada saat keadaan tidak adanya tenaga medis dan atau tenaga kesehatan
lain (lihat UU no.4 tahun 2019 tentang Kebidana)
Elemen Penilaian:
1. Setiap tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
perseorangan mempunyai rincian wewenang klinis sesuai dengan kompetensi lulusan yang dimiliki. (R)
2. Jika tidak tersedia
tenaga kesehatan yang memenuhi persyaratan untuk menjalankan wewenang dalam pelayanan pelayanan kesehatan perseorangan, ditetapkan petugas kesehatan dengan persyaratan tertentu
untuk diberi wewenang khusus. (R)
3. Tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan
perseorangan melaksanakan asuhan
sesuai dengan rincian wewenang klinis
dan/atau wewenang khusus yang diberikan. (D, O, W)
4. Dilakukan evaluasi dan
tindak lanjut terhadap pelaksanaan uraian tugas dan wewenang bagi setiap tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
perseorangan. (D, W)
Kriteria
1.5.4
Karyawan baru dan alih tugas wajib mengikuti
orientasi agar memahami dan mampu melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Pokok Pikiran:
·
Agar
memahami tugas, peran, dan tanggung jawab, karyawan baru dan alih tugas, baik
yang diposisikan sebagai Pimpinan Puskesmas, Penanggung jawab Upaya Puskesmas,
koordinator pelayanan, maupun pelaksana kegiatan harus mengikuti orientasi.
·
Kegiatan
orientasi meliputi orientasi umum dan orientasi khusus.
·
Kegiatan
orientasi umum dilaksanakan untuk mengenal secara garis besar visi, misi, tata
nilai, tugas pokok dan fungsi serta struktur organisasi Puskesmas, program mutu Puskesmas dan keselamatan
pasien, serta program pengendalian infeksi.
·
Kegiatan
orientasi khusus difokuskan pada orientasi di tempat tugas yang menjadi
tanggung jawab dari karyawan yang bersangkutan. Pada kegiatan orientasi ini
karyawan baru diberi/dijelaskan terkait apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan, bagaimana melakukan dengan aman sesuai dengan Panduan Praktik
Klinis, panduan asuhan lainnya dan pedoman program lainnya.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur serta kerangka acuan yang mengatur tentang
kewajiban orientasi karyawan kegiatan
yang baru maupun alih tugas(R, D)
2.
Kegiatan
orientasi dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang disusun. (D, W)
3.
Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan orientasi (D.W)
Kriteria
1.5.5
Dilakukan penilaian kinerja untuk tiap karyawan yang
bekerja di Puskesmas berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang
disepakati.
Pokok Pikiran:
·
Setiap
karyawan wajib memahami uraian tugas masing-masing sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan agar dapat menjalankan pekerjaan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawab yang diemban.
·
Penilaian
kinerja bertujuan untuk menilai sejauh mana kepatuhan terhadap sistem,
mengurangi variasi layanan, dan meningkatkan kepuasan pengguna jasa.
·
Indikator
penilaian kinerja setiap karyawan Puskesmas disusun dan ditetapkanberdasarkan:
a.
uraian
tugas yang menjadi tanggungjawabnya baik uraian tugas pokok dan tugas tambahan
b.
tata
nilai yang disepakati termasuk di dalamnyaprofesionalisme
·
Perlu
ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja yang berdasarkan
uraian tugas dan tata nilai yangdisepakati.
·
Indikator penilaian kinerja
untuk uraian tugas pokok bagi karyawan ASN dapat menggunakan Sasaran Kinerja
Pegawai (SKP).
·
Perlu
ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja yang berdasarkan
uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.
·
Hasil
penilaian kinerja ditindaklanjuti untuk perbaikan kinerja masing-masing
karyawan.
·
Penilaian
kinerja karyawan mengacu pada ketentuan penilaian kinerja karyawan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur penilaian kinerja karyawan.(R)
2.
Ditetapkan
indikator penilaian kinerja karyawan sebagaimana
diminta dalam pokok pikiran. (R)
3.
Dilakukan
penilaian kinerja karyawan minimal setahun
sekali. (D)
4.
Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut
terhadap hasil penilaian kinerja karyawan untuk perbaikan. (D)
Kriteria
1.5.6
Karyawan wajib mengikuti kegiatan pendidikan dan
pelatihan yang dipersyaratkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas.
Pokok Pikiran:
·
Pelayanan
Puskesmas baik upaya
kesehatan masyarakat maupun Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang harus
dilayani oleh tenaga yang profesional dan kompeten.
·
Untuk
memenuhi persyaratan kompetensi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan wajib
mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan.
·
Pendidikan dan pelatihan bagi karyawan harus direncanakan sesuai dengan hasil analisis
kebutuhan Pendidikan dan pelatihan.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi karyawan Puskesmas.
(R)
2.
Ada rencana usulan
mengikuti pendidikan dan
pelatihan bagi karyawan berdasarkan analisis kebutuhan pendidikan dan
pelatihan. (D, W)
3.
Ada bukti
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan rencana yang diusulkan. (D)
4.
Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut penerapan hasil pelatihan
terhadap karyawan yang mengikuti pendidikan atau
pelatihan. (D, W)
Kriteria
1.5.7
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3).
Pokok Pikiran:
·
Karyawan yang
bekerja di Puskesmas mempunyai risiko terpapar infeksi terkait dengan pekerjaan
yang dilakukan dalam pelayanan pasien baik langsung maupun tidak langsung, oleh
karena itu karyawan mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan
perlindungan terhadap kesehatannya.
·
Program
pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan sesuai ketentuan yang
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas, demikian juga pemberian imunisasi bagi
karyawan sesuai dengan hasil identifikasi risiko epidemiologi penyakit infeksi,
serta program perlindungan karyawan terhadap penularan penyakit infeksi proses
pelaporan jika terjadi paparan, tindak lanjut pelayanan kesehatan, dan
konseling perlu disusun dan diterapkan.
·
Karyawan juga
berhak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan yang dilakukan oleh pasien,
keluarga pasien, maupun oleh sesama karyawan.
Program perlindungan karyawan terhadap kekerasan fisik termasuk proses
pelaporan, tindak lanjut pelayanan kesehatan, dan konseling, perlu disusun dan
diterapkan. (lihat juga
KMP : 1.4.2)
·
Dalam pengelolaan
limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain harus memperhatikan jarum suntik
dan limbah benda tajam yang lain dikumpulkan dalam wadah khusus untuk membuang
jarum suntik dan limbah benda tajam yang bersifat tertutup, tidak tembus benda
tajam, dan tidak bocor (lihat juga KMP : 1.4.3;
dan PMP : 5.5.4)
·
Jika limbah
limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain diserahkan kepada pihak ketiga,
harus dipastikan bahwa limbah tersebut dikelola oleh pihak ketiga sesuai dengan
prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakandan prosedur Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) bagi karyawan. (R)
2.
Disusun dan ditetapkan proggram K3 bagi karyawan (R, D,
W)
3.
Dilakukan
pemeriksaan kesehatan berkala terhadap karyawan untuk menjaga kesehatan
karyawan sesuai
dengan program yang telah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
(D, W)
4.
Dilakukan
identifikasi area berpotensi risiko dan ada bukti dilakukan upaya terukur untuk
mengurangi risiko tersebut. (D, O)
5.
Ada program dan pelaksanaan
imunisasi bagi karyawan sesuai dengan tingkat risiko dalam pelayanan. (D, W)
6.
Dilakukan pengelolaan
jarum suntik dan benda tajam untuk menghindari perlukaan (D.W) (lihat juga PMP :
5.5.4)
7.
Dilakukan
konseling dan tindak lanjut terhadap karyawan yang terpapar penyakit infeksi
atau cedera akibat kerja. (D, W)
Standar
1.6
Penggerakan
dan PelaksanaanPuskesmasharus
mengacu pada visi, misi, tujuan dan tata nilai, sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi Puskesmas yang
ditetapkan
Kegiatan Puskesmas dilaksanakan sesuai
dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, tugas pokok dan fungsi Puskesmas secara
efektif dan efisien
Kriteria
1.6.1.
Visi, misi, tujuan dan tata nilai dipahami oleh seluruh petugas sebagai
acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas dan dikomunikasikan kepada masyarakat dan
pihak terkait.
Pokok
Pikiran :
·
Kegiatan
penyelenggaraan Puskesmas harus dipandu oleh visi, misi, tujuan dan tata nilai
yang ditetapkan oleh Pimpinan Puskesmas agar mampu memenuhi kebutuhan dan
harapan masyarakat.
·
Tata
nilai yang disusun mencerminkan diterapkannya budaya mutu dan keselamatan pasien/masyarakat.
·
Setiap
karyawan wajib memahami visi, misi, tujuan dan tata nilai, dan menerapkan dalam
kegiatan penyelenggaraan Puskesmas
Elemen
Penilaian:
1.
Ada
kebijakan dan prosedur untuk
mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, dan tata nilai yang relevan dengan
kebutuhan dan harapan pengguna pelayanan. (R)
2.
Setiap
petugas memahami penerapan visi, misi, tujuan dan tata nilai dalam memberikan
pelayanan. (D, O, W)
Kriteria
1.6.2.
Struktur organisasi ditetapkan dengan kejelasan
tugas, wewenang, tanggung jawab, dan
tata hubungan kerja.
Pokok Pikiran:
·
Agar
dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi, perlu disusun struktur
organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan daerah
Kabupaten/Kota.
·
Untuk
tiap jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota, perlu ada kejelasan tugas,
wewenang, tanggungjawab dan persyaratan jabatan.
·
Perlu
dilakukan pengaturan terhadap tata hubungan kerja di dalam struktur organisasi
yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
·
Pengisian jabatan dalam struktur organisasi
tersebut dilaksanakan berdasarkan persyaratan jabatan oleh Kepala Puskesmas
dengan menetapkan penanggungjawab masing-masing upaya.
·
Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung Jawab
Upaya Puskesmas
·
Efektivitas struktur dan pengisian jabatan
perlu dikaji ulang secara periodik oleh Puskesmas untuk menyempurnakan struktur
yang ada dan efektivitas organisasi agar sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan. (lihat juga 1.1.5)
Elemen
Penilaian:
1.
Ada
struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota dengan kejelasan alur komunikasi dan koordinasi antar
posisi dalam struktur (R) (lihat juga KMP : 1.1.5)
2.
Ada
uraian jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang memuat uraian tugas, tanggung
jawab, wewenang, dan persyaratan jabatan. (R)
3.
Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung jawab Upaya
Puskesmas. (R)
4.
Dilakukan
kajian secara periodik terhadap struktur dan/ atau pengisian jabatan. (D, W)
5.
Hasil
kajian ditindak lanjuti dengan usulan perbaikan struktur ke dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota dan/atau
pengisian jabatan. (D)
Kriteria
1.6.3.
Adanya peraturan internal yang mengatur tata tertib dan perilaku dalam pelaksanaan kegiatan Puskesmas sesuai
dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas (lihat juga KMP : 1.1.1)
Pokok
Pikiran :
·
Perlu
disusun peraturan internal yang mengatur tata tertib dan perilaku
Pimpinan Puskesmas, penanggungjawab upaya Puskesmas, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan Puskesmas yang sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata
nilai Puskesmas termasuk budaya mutu dan keselamatan pasien.
·
Ada
indikator yang digunakan untuk mengukur perilaku pemberi pelayanan.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
peraturan internal yang disepakati bersama oleh Pimpinan Puskesmas,
penanggungjawab upaya Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana dalam
melaksanakan upaya Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas. (R)
2.
Peraturan
internal tersebut disusun sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai
Puskesmas termasuk budaya mutu dan keselamatan. (D)
Kriteria
1.6.4.
Kepala Puskesmas melaksanakankomunikasi internal, pengarahan, koordinasi, perbaikan dan umpan
balik dalam pelaksanaan kegiatan dan upaya
pencapaian indikator kinerja sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pencapaian
tujuan, kualitas kinerja, dan penggunaan sumber daya
Pokok
Pikiran:
·
Untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pelayanan
dan kegiatan manajerial perlu dilakukan
komunikasi internal. Komunikasi internal
dilakukan dalam rangka melakukan pengarahan, koordinasi internal, perbaikan dan penyampaian umpan balik.
·
Kepala Puskesmas, Penanggung jawab upaya, dan koordinator pelayanan
mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan dukungan bagi karyawan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
Arahan dan dukungan dapat diberikan dalam bentuk kebijakan lokal, Lokmin, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dan pembimbingan oleh pimpinan
(lihat juga UKM : 2.4.1)
·
Kepala Puskesmas, Penanggung jawab upaya, dan koordinator pelayanan
mempunyai kewajiban memantau pelaksanaan kegiatan apakah sesuai dengan
rencana yang disusun dan capaian kinerja yang didukung oleh sistem pencatatan
dan pelaporan yang baku, baik melalui perbaikan
terhadap capaian kinerja dari laporan yang disusun, pembahasan dalam
pertemuan, lokakarya mini, maupun perbaikan
langsung terhadap pelaksanaan kegiatan.
·
Koordinator pelayanan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan
dan/atau umpan balik terkait dengan capaian kinerja dan pelaksanaan
kegiatan. Berdasarkan laporan dan umpan
balik tersebut dilakukan upaya perbaikan (lihat juga KMP : 1.8.1 dan 1.6.11)
Elemen Penilaian:
1.
Ada kebijakan tentang komunikasi internal dengan lintas program dalam pelaksanaan
kegiatan Pukesmas. (R)
2.
Ada prosedur yang jelas tentang pengarahan dan koordinasi oleh Kepala
Puskesmas dan Penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan kepada pelaksana kegiatan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka. (R)
3.
Ada prosedur perbaikan
pelaksanaan kegiatan dan capaian kinerja pelayanan baik oleh Kepala
Puskesmas maupun Penanggung jawab upaya dalam upaya mencapai tujuan yang
ditetapkan. (R)
4.
Ada prosedur penyampaian laporan dan umpan balik dari pelaksana kepada koordinator pelayanan, dari koordinator ke penanggung jawab upaya, dan dari penanggung
jawab upaya kepada Kepala Pukesmas. (R)
5.
Dilaksanakan pengarahan dan koordinasi oleh Kepala Puskesmas dan
Penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dalam pelaksanaan
kegiatan. (D.W)
6.
Dilaksanakan perbaikan terhadap
pelaksanaan kegiatan dan capaian kinerja sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan. (D, W)
7.
Dilakukan pelaporan dan umpan balik
pelaksanaan kegiatan dan capaian kinerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. (D, W)
Kriteria
1.6.5.
Kepala
Puskesmas dan Penanggung Jawab upaya mendelegasikan
wewenang manajerial apabila
meninggalkan tugas.
Pokok
Pikiran:
·
Sebagai
wujud akuntabilitas, pimpinan dan/atau penanggung jawab upaya Puskesmas wajib
melakukan pendelegasian wewenang kepada pelaksana kegiatan apabila meninggalkan
tugas.
·
Perlu
diatur bagaimana kriteria dan prosedur pendelegasian wewenang terkait dengan besarnya
beban dalam pelaksanaan kegiatan baik Kepala Puskesmas maupun penanggung jawab
upaya, agar proses
pendelegasian dilakukan dengan tepat kepada orang yang tepat (pendelegasian wewenang yang dimaksud adalah pendelegasian manajerial)
Elemen Penilaian:
1.
Ada
kriteria yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala Puskesmas kepada
Penanggung jawab upaya, dan dari Penanggung jawab upaya kepada koordinator
pelayanan, dan dari koordinator pelayanan kepada pelaksana kegiatan apabila
meninggalkan tugas. (R)
2.
Ada
prosedur yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala Puskesmas kepada
Penanggung jawab upaya, dari Penanggung jawab upaya kepada koordinator
pelayanan, dan dari koordinator pelayanan kepada pelaksana kegiatan apabila
meninggalkan tugas. (R)
3.
Terdapat
bukti pelaksanaan pendelegasian wewenang sesuai dengan kriteria dan prosedur
yang ditetapkan. (D)
Kriteria
1.6.6.
Kepala
Puskesmas dan Penanggung jawab upaya membina
tata hubungan kerja dengan pihak terkait lintas sektoral.
Pokok Pikiran:
·
Upaya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat tidak dapat dilakukan oleh sektor
kesehatan sendiri, program kesehatan perlu didukung oleh sektor di luar
kesehatan, demikian juga pembangunan berwawasan kesehatan harus dipahami oleh
sektor terkait.
·
Mekanisme
pembinaan, komunikasi, dan koordinasi perlu ditetapkan dengan prosedur yang
jelas, misalnya melalui pertemuan/lokakarya lintas sektoral (lihat juga UKM :
2.4.1)
Elemen Penilaian:
1. Dietatapkan kebijakan dan
prosedur komunikasi dan koordinasi eksternal dengan lintas sektor dalam
pelaksanaan kegiatan Pukesmas. (R)
2. Dilakukan
identifikasi dan penetapan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan masyarakat dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang. (D, W)
3. Dilakukan
komunikasi dan koordinasi lintas sektor sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang disusun. (D, W)
4. Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi peran lintas sektor dalam
pelaksanaan kegiatan Puskesmas minimal setahun sekali. (D, W)
Kriteria
1.6.7.
Kebijakan, pedoman/panduan, kerangka acuan dan prosedur terkait pelaksanaan kegiatandisusun,
didokumentasikan, dan dikendalikan, serta dokumen
bukti pelaksanaan kegiatan dikendalikan.
Pokok Pikiran:
·
Untuk menyusun,
mendokumentasikan, dan mengendalikan seluruh dokumen perlu disusun Pedoman tata naskah.
·
Pedoman tata naskah sebagai acuan dalam penyusunan dokumen regulasi
yang meliputi kebijakan, pedoman, panduan, kerangka acuan, dan prosedur, maupun
dalam pengendalian dokumen dan dokumen bukti rekaman pelaksanaan kegiatan.
·
Pedoman
tata naskah mengatur antara lain:
a.
penyusunan,
kajian dan persetujuan dokumen (kebijakan, pedoman, panduan, kerangka acuan,
dan prosedur) oleh orang yang ditunjuk
b.
proses dan frekuensi
kajian dan keberlanjutan persetujuan
c.
pengendalikan
dokumen
d.
perubahan
dokumen dan identifikasi histori perubahan
e.
pemeliharaan
identitas dan keterbacaan dokumen
f.
pengeloaan
dokumen yang diperoleh dari luar Puskesmas
g.
retensi dokumen
yang kadaluwarsa sesuai dengan perundangan yang berlaku, dengan tetap menjamin
agar dokumen tersebut tidak digunakan secara salah.
·
Untuk
memastikan bahwa pelayanan dan kegiatan
terlaksana secara konsisten dan reliabel maka perlu disusun
pedoman kerja dan prosedur kerja.
·
Prosedur
kerja perlu didokumentasikan dengan baik dan dikendalikan, demikian juga
dokumen bukti rekaman sebagai bentuk pelaksanaan prosedur juga harus
dikendalikan sebagai bukti pelaksanaan kegiatan.
·
Masalah
dalam pelaksanaan kegiatan, ataupun masalah kinerja harus ditindak lanjuti
dengan upaya perbaikan.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan pedoman tata naskah Puskesmas sebagaimana
diminta dalam pokok pikiran mulai dari huruf a sampai huruf g. (R)
2.
Ditetapkan kebijakan,pedoman/panduan, prosedur
dan kerangka acuan KMP,
penyelenggaraan UKM dan UKPP. (R)
Kriteria
1.6.8.
Pelaksanaan
kegiatan pelayanan Puskesmas dipandu dengan kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka acuan, dan prosedur.
Pokok Pikiran:
·
Agar
pelaksanaan kegiatan pelayanan Puskesmas baik Upaya Kesehatan Perseorangan dan
Penunjang maupun Upaya Kesehatan Masyarakat dapat terlaksana secara efektif
dalam mencapai tujuan yang diharapkan harus dipandu dengan kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka acuan dan prosedur yang jelas
untuk pelaksanaan kegiatan tiap upaya kesehatan masyarakat.
·
Masing-masing
pelayanan kesehatan perseorangan harus menyusun
pedoman pelayanan kesehatan perseorangan sebagai acuan dalam proses pemberian
pelayanan kesehatan perseorangan. Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, tenaga kesehatan wajib bekerja sesuai dengan rincian wewenang klinis
dan berdasarkan pada panduan praktik klinis dan/ atau prosedur yang jelas dalam
pelaksanaan pelayanan klinis.
Elemen Penilaian:
1.
Kegiatan KMP, UKM, dan UKPP dilaksanakan mengacu pada kebijakan, pedoman/
panduan/ kerangka acuan, dan prosedur yang ditetapkan.(R, D)
2.
Pimpinan
Puskesmas memastikan kegiatan KMP, UKM, danUKPP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, kebijakan, pedoman/
panduan/ kerangka acuan, dan prosedur yang disusun. (D, O, W)
Kriteria
1.6.9.
Jaringan
pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan di wilayah kerja dikelola
dan dioptimalkan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kepada masyarakat.
Pokok Pikiran:
·
Puskesmas perlu
mengidentifikasi jaringan dan jejaring yang ada di wilayah kerja Puskesmas
untuk optimalisasi koordinasi dan atau rujukan di bidang upaya kesehatan
·
Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab Upaya Puskesmas mempunyai
kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap jaringan pelayanan
Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan kesehatan tingkat
pertama yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Agar jaringan dan jejaring tersebut dapat
memberikan kontribusi implementasi PIS PK baik dalam bentuk pelayanan UKM dan UKPP
yang mudah diakses oleh masyarakat.
·
Jaringan
pelayanan Puskesmas meliputi : Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan praktik bidan desa, atau sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
·
Jejaring
fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerjanya seperti klinik, Puskesmas,
apotek, laboratorium, praktik mandiri tenaga kesehatan, dan Fasilitas kesehatan
lainnya.
·
Program
pembinaan meliputi aspek KMP, UKM, UKPP, termasuk pembinaan ketenagaan, sarana prasarana, dan pembiayaan dalam upaya pemberian pelayanan yang bermutu
Elemen Penilaian:
1.
Dilakukan
identifikasi jaringan dan jejaring faslitas pelayanan kesehatan yang ada di
wilayah kerja Puskesmas. (D)
2.
Disusun
rencana program pembinaan terhadap jaringan dan jejaring fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan jadwal dan penanggung jawab yang jelas. (D)
3.
Dilakukan evaluasi
dan tindak lanjut terhadap rencana dan jadwal pelaksanaan program pembinaan jaringan dan
jejaring.(D)
Kriteria
1.6.10.
Kepala
Puskesmas melaksanakanmanajemen keuangan
Pokok Pikiran:
·
Anggaran
yang tersedia di Puskesmas harus dikelola secara transparan akuntabel, efektif
dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen keuangan.
·
Agar
pengelolaan anggaran dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, efektif dan
efisien, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan yang
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
·
Untuk
Puskesmas yang menerapkan PPK BLUD harus mengikuti peraturan perundangan dalam
manajemen keuangan BLUD dan menerapkan Standar Akuntansi Profesi (SAP).
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
Petugas Pengelola Keuangan Puskesmas dengan kejelasan tugas, tanggung jawab dan
wewenang. (R)
2.
Ditetapkan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan dalam
pelaksanaan pelayanan Puskesmas. (R)
Kriteria
1.6.11.
Adanya jaminan ketersediaan data
dan informasi melalui terselenggaranya sistem manajemendata dan informasi di Puskesmas .
Pokok Pikiran:
·
Pengambilan
keputusan dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat perlu didukung
oleh ketersediaan data dan informasi.
·
Sistem manajemen
data dan informasi tersebut harus dapat menjamin ketersediaan data dan
informasi hasil kinerja Puskesmas .
·
Data
dan informasi tersebut meliputi minimal: data wilayah kerja, demografi, budaya
dan kebiasaan masyarakat, pola penyakit terbanyak, surveilans epidemiologi,
evaluasi dan pencapaian kinerja, PIS-PK, data dan informasi lain yang
ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Kesehatan . (lihat juga KMP : 1.1.1. dan UKM
:2.1.1 dan 2.6.)
·
Data
dan informasi tersebut digunakan baik untuk pengambilan keputusan di Puskesmas
dalam peningkatan pelayanan maupun pengembangan program-program kesehatan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maupun pengambilan keputusan pada tingkat
kebijakan di Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota termasuk penyampaian informasi kepada masyarakat dan pihak
terkait.
· Selain itu, ketersediaan data dan informasi juga sangat
penting untuk kebutuhan
kegiatan penilaian kinerja Puskesmas, Peningkatan Mutu Puskesmas, Keselamatan
Pasien, dan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
· Data
Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien,
dan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, sekurang-kurangnya meliputi:
a) Hasil pengukuran
indikator mutu dan kinerja KMP, UKM, UKPP (layanan klinis). (lihat juga KMP
:1.8.1; danPMP : 5.1.2)
b)
Hasil pengukuran indikator Keselamatan
Pasien (lihat juga
PMP: 5.1.2; 5.3 dan 5.4)
c)
Hasil pengukuran indikator Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) . (Lihat juga PMP : 5.1.2;dan 5.5)
d)
Hasil perbaikan
dan evaluasi pengukuran indikator
mutu dan kinerja KMP, UKM dan
UKPP. (Lihat juga
KMP :1.1.3 dan 1.8.1; PMP 5.1.2; dan kriteria 5.1.5)
· Sistem manajemen data dan informasi juga diperlukan untuk dapat menyediakan data untuk mendukung penilaian
kinerja karyawan, baik tenaga
kesehatan maupun
tenaga non kesehatan.
· Dengan adanya sistem manajemen data dan informasi tersebut maka pada gilirannya akan memudahkan Tim Peningkatan Mutu, para penanggung jawab upaya pelayanan, dan
masing-masing pelaksana pelayanan baik UKM maupun UKPP di masing-masing unit
kerja dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi keberhasilan upaya
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
· Sistem Manajemen Data dan Informasi di Puskesmas mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Sistem Informasi Puskesmas
· Sistem Informasi Puskesmas dapat diselenggarakan secara
elektronik dan/atau secara nonelektronik
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan
tentang sistem manajemen data dan informasi
di Puskesmas sebagaimana
dimaksud pada pokok pikiran.(R)
2.
Tersedia
prosedur pelaporan data dan distribusi
informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan dan berhak memperoleh data dan informasi (R)
3.
Dilakukan
identifikasi data dan informasi yang harus tersedia di sistem manajemen
data dan informasi di Puskesmas (D)
4.
Dilaksanakan
pengumpulan, penyimpanan, analisis data dan pelaporan serta distribusi
informasi sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (D
5.
Tersedia
data dan informasi hasil kinerja dalam sistem manajemen
data dan informasi Puskesmas yang dapat
diakses oleh para penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan untuk dimanfaatkan peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko, serta penilaian kinerja
karyawan (D)
6.
Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap sistem manajemen data
dan informasiPuskesmas secara periodik (D, W)
Standar
1.7
Kerjasama/Kontrak Pihak Ketiga
Dilaksanakan Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan
Perundangan-undangan.
Jika sebagian kegiatan
dikerjasamakan/dikontrakkan kepada pihak ketiga, Kepala Puskesmas memastikan
bahwa pihak ketiga memenuhi standar yang ditetapkan
Kriteria
1.7.1
Adanya dokumen kerjasama/kontrak yang jelas dengan
pihak ketiga yang ditandatangani oleh para pihak dengan spesifikasi pekerjaan
yang jelas dan memenuhi standar yang berlaku
Pokok
Pikiran :
·
Jika
ada wewenang pada pengelola Puskesmas untuk mengontrakkan sebagian kegiatan
kepada pihak ketiga, maka proses kontrak harus mengikuti peraturan perundangan
yang berlaku, dan menjamin bahwa kegiatan yang dikontrakkan pada pihak ketiga
tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana dan menaati peraturan perundangan
yang berlaku.
·
Isi dokumen
kontrak/perjanjian kerja sama meliputi kejelasan ruang lingkup kontrak kegiatan yang harus
dilakukan, misal Manajemen, Klinis, Obat dan BMHP, Alat Kesehatan, SDM, Gizi,
Kebersihan, pengolahan limbah termasuk B3, dan IT, peran dan tanggung jawab masing-masing
pihak, personil yang melaksanakan kegiatan, kualifikasi, indikator dan standar
kinerja, masa berlakunya Kontrak/Perjanjian Kerja Sama, proses kalau terjadi
perbedaan pendapat, termasuk bila terjadi pemutusan hubungan kerja.
·
Pengelolaan
kontrak mengacu pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018
Elemen Penilaian:
1.
Ada
dokumen Kontrak/Perjanjian Kerja Sama yang memuat sebagaimana diminta dalam
pokok pikiran, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (D)
2.
Ada
kejelasan indikator dan standar kinerja pada pihak ketiga dalam melaksanakan
kegiatan. (D)
3.
Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut perbaikan
oleh pengelola pelayanan terhadap pihak ketiga berdasarkan indikator dan
standar kinerja (D)
Standar
1.8
Pengawasan,
pengendaliandan penilaian kinerja dilakukan
secara periodik.
Untuk menilai
efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan, kesesuaian dengan rencana,
dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat,maka dilakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian
kinerjadapat berupa pemantauan, supervisi,
lokmin, audit internal, dan rapat tinjauan manajemen.
Kriteria
1.8.1
Dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penilaian
kinerja dengan menggunakan indikator kinerja yang ditetapkan
sesuai dengan jenis pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah. ( Lihat juga KMP : 1.1.1 ; dan 1.1.5 ; UKM : 2.9.1 dan 2.9.2)
Pokok
Pikiran:
·
Pengawasan,
pengendalian dan penilaian terhadap kinerja dilakukan dengan menggunakan indikator
kinerja yang jelas untuk memudahkan melakukan perbaikan penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan
pada periode berikutnya
·
Indikator kinerja
adalah indikator untuk menilai cakupan kegiatan dan manajemen Puskesmas
·
Indikator
kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan kegiatan perlu disusun, dipantau dan dianalisis secara periodik sebagai bahan
untuk perbaikan kinerja dan perencanaan periode berikutnya
·
Indikator-indikator
kinerja tersebut
meliputi:
a)
Indikator
kinerja Manajemen Puskesmas
b)
Indikator
kinerja cakupan pelayanan
UKM
c)
Indikator
kinerja cakupan pelayanan UKPP
·
Dalam
menyusun indikator-indikator tersebut harus mengacu pada Standar Pelayanan
Minimal Kabupaten, Kebijakan/Pedoman dari Kementerian Kesehatan,
Kebijakan/Pedoman dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kebijakan/Pedoman dari dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota
·
Hasil pengawasan,
pengendalian dan penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk
memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan Puskesmas serta perencanaan tahunan
dan perencanaan lima tahunan.
·
Hasil pengawasan,
pengendalian dan penilaian terhadap kinerja
KMP, UKM, dan UKPP diumpan balikkan pada lintas program dan lintas sektoruntuk
mendapatkan masukan/asupan dalam perbaikan kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada
periode berikutnya.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur untuk melakukan
pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja yang dilakukan oleh Kepala
Puskesmas dan Penanggungjawab jenis layanan (R)
2.
Ditetapkan
indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang disediakan
dan kebijakan pemerintah (R)
3.
Kepala
Puskesmas bersama dengan penanggung jawab, koordinator dan pelaksana menetapkan
tahapan pencapaian kinerja untuk tiap indikator yang ditetapkan (D, W)
4.
Dilakukan
pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja secara periodik sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, dan hasilnya diumpan-balikkan pada lintas program dan lintas sektor (D)
5.
Dilakukan
evaluasi dan
tindak lanjut terhadap hasil pemantauan dan penilaian
kinerja terhadap target yang ditetapkan dan hasil kaji banding dengan Puskesmas
lain (D)
6.
Dilakukan
analisis terhadap hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja untuk
digunakan dalam perencanaan kegiatan masing-masing upaya Puskesmas, dan untuk perencanaan
Puskesmas (D)
7.
Hasil
pengawasan, pengendalian dalam bentuk perbaikan
kinerja disediakan dan digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja
pelaksanaan kegiatan Puskesmas dan revisi perencanaan kegiatan bulanan (D, W)
8.
Hasil pemantauan, pengendalian dan penilaian kinerja dalam bentuk Laporan Penilaian
Kinerja Puskesmas (PKP), serta upaya perbaikan kinerja dilaporkan kepada Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota (D)
Kriteria
1.8.2
Lokakarya mini lintas
program dan lokakarya mini lintas sektor dilakukan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur (lihat juga KMP : 1.8.1)
Pokok Pikiran :
·
Proses maupun hasil pelaksanaan upaya Puskesmas perlu dikomunikasikan
oleh Kepala
Puskesmas, Penanggung
jawab Upaya baik
KMP, UKM, dan UKPP kepada serta lintas program dan lintas sektor terkait agar ada
kesamaan persepsi untuk efektivitas pelaksanaan upaya Puskesmas.
·
Komunikasi dan koordinasi Puskesmas melalui Lokakarya
mini bulanan lintas program dan Lokakarya mini triwulan lintas sektor
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
·
Lokakarya mini bulanan digunakan untuk : menyusun secara
lebih terinci kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 (satu) bulan
mendatang, khususnya dalam waktu, tempat, sasaran, pelaksana kegiatan, dukungan
(lintas program dan sektor) yang diperlukan, serta metode dan teknologi yang
digunakan; menggalang kerjasama dan keterpaduan serta meningkatkan motivasi
petugas.
·
Lokakarya mini triwulan digunakan untuk : menetapkan
secara konkrit dukungan lintas sektor yang akan dilakukan selama 3 (tiga) bulan
mendatang, melalui sinkronisasi/harmonisasi RPK antar-sektor (antar-instansi)
dan kesatupaduan tujuan; menggalang kerjasama, komitmen, dan koordinasi lintas
sektor dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan;
meningkatkan motivasi dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan pembangunan
masyarakat kecamatan
Elemen Penilaian
1.
Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaksanaan
Lokmin Bulanan dan Lokmin triwulanan (R)
2.
Dilakukan lokakarya mini bulanan dan triwulanan secara konsisten dan periodik untuk mengkomunikasikan, mengkoordinasikan dan
mengintegrasikan upaya – upaya Puskesmas (D,W)
3.
Dilakukan pembahasan
permasalahan, hambatan dalam pelaksanaan kegiatan dan rekomendasi tindak lanjut
dalam lokakarya mini (D,W)
4.
Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi lokakarya
mini bulanan dan triwulan dalam bentuk perbaikan pelaksanaan kegiatan. (D,W)
Kriteria
1.8.3
Kepala Puskesmas dan penanggung jawab melakukan pengawasan, pengendalian
kinerja, dan kegiatan perbaikan kinerja melalui audit
internal yang terencana sesuai dengan masalah kesehatan prioritas, masalah
kinerja, risiko, maupun rencana pengembangan pelayanan (lihat juga KMP : 1.8.1)
Pokok Pikiran:
·
Kinerja
Puskesmas dan upaya perbaikan mutu yang dilakukan perlu dipantau apakah mencapai target yang ditetapkan.
·
Audit
internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan pengendalian yang dilakukan secara sistematis oleh tim audit internal yang
dibentuk oleh Kepala Puskesmas
·
Hasil
temuan audit internal disampaikan kepada Kepala Puskesmas, Penanggung jawab
atau Tim Mutu, Penanggung jawab atau Tim Keselamatan Pasien, dan Penanggung
jawab atau Tim PPI, Penanggung jawab
Upaya Puskesmas, dan pelaksana kegiatan sebagai dasar untuk melakukan
perbaikan.
·
Jika
ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi tidak dapat
diselesaikan sendiri oleh pimpinan
dan karyawan Puskesmas, maka permasalahan tersebut dapat dirujuk ke Dinas
Kesehatan daerah
Kabupaten/Kota untuk ditindak lanjuti.
Elemen Penilaian:
1.
Kepala
Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian tugas, wewenang, dan
tanggung jawab yang jelas. (R)
2.
Disusun
rencana program audit internal tahunan dan kerangka
acuan audit sebagai
acuan untuk melakukan audit dengan penjadwalan yang jelas. (R)
3.
Kegiatan
audit internal dilaksanakan sesuai dengan rencana dan kerangka acuan yang
disusun. (D, W)
4.
Ada
laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada Kepala Puskesmas, Tim Mutu, pihak yang diaudit dan unit terkait.
(D)
5.
Tindak
lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil audit internal baik
oleh kepala Puskesmas, penanggung jawab maupun pelaksana. (D)
Kriteria
1.8.4
Dilakukan
tinjauan manajemen secara periodik yang bertujuan untuk meninjau dan menilai
efektivitas sistem manajemen untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan (lihat juga 1.8.1)
Pokok Pikiran:
·
Pelaksanaan
perbaikan mutu dan kinerja direncanakan dan dipantau serta ditindaklanjuti. (lihat juga PMP : 5.1.5)
·
Kepala
Puskesmas dan Penanggung jawab Mutu secara periodik melakukan pertemuan
tinjauan manajemen untuk membahas umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan,
hasil audit internal, hasil penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan
Upaya Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, maupun perubahan kebijakan
mutu jika diperlukan, serta membahas hasil pertemuan tinjauan manajemen
sebelumnya, dan rekomendasi untuk perbaikan.
·
Pertemuan
tinjauan manajemen dipimpin oleh Penanggung jawab Mutu.
Elemen Penilaian:
1.
Kepala
Puskesmas menetapkan kebijakan
dan prosedur pertemuan tinjauan
manajemen. (R)
2.
Kepala
Puskesmas bersama dengan Tim Mutu
merencanakan pertemuan tinjauan manajemen. (D, W)
3.
Dilaksanakan
Pertemuan
tinjauan manajemen untuk membahas umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan,
hasil audit internal, hasil penilaian kinerja, perubahan proses atau sistem
penyelenggaraan Upaya Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, perubahan
sistem manajemen, maupun perubahan kebijakan mutu jika diperlukan, serta
membahas hasil pertemuan tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk
perbaikan (D)
4.
Rekomendasi
hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti dan dievaluasi. (D)
BAB
2. Penyelenggaraan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
2.1.
Perencanaan pelayanan UKM
dilaksanakan secara terpadu.
Perencanaan
pelayanan UKM Puskesmas disusun
secara terpadu berbasis wilayah kerja Puskesmasdengan melibatkan lintas
program dan lintas sektor sesuai dengan analisis kebutuhan
masyarakat, data hasil penilaian kinerja Puskesmas termasuk memperhatikanhasil
pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK) dan
capaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) daerah Kabupaten/Kota.(lihat
juga KMP : 1.1.2 terkait perencanaan dan KMP : 1.6.11 )
Kriteria
2.1.1.
Perencanaan pelayanan UKM di Puskesmas disusun secara terpadu berbasis wilayah kerja Puskesmas berdasarkan
hasil analisis kebutuhan dan
harapan masyarakat,
analisis data pencapaian kinerja pelayanan UKM dengan
memperhatikandata PIS PK dan SPM. (lihat juga KMP: 1.1.1 dan UKM : 2.6)
Pokok Pikiran:
·
Identifikasi
kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan UKM dilakukan dengan Survei
Mawas Diri dan Musyawarah Masyarakat Desa maupun melalui pertemuan pertemuan
konsultatif lainnya dengan masyarakat seperti jajak pendapat, temu muka, survei
mawas diri, survei kepuasan masyarakat dan media lainnya (lihat juga KMP :
1.1.1)
·
Pelaksanaan identifikasi kebutuhan dan harapan
masyarakat mengacu pada kebijakan dan prosedur yang
berlaku.
·
Hasil
identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat yang telah dianalisis dan dibahas
bersama lintas program dan lintas sektor, selanjutnya dijadikan sebagai dasar
dalam penyusunan rencana usulan kegiatan
UKM.
·
Data
capaian kinerja
pelayanan UKMdianalisis denganmemperhatikan hasil pelaksanaan PIS PK dan
capaian target SPM yang berbasis wilayah kerja Puskesmas. Hasil analisis
tersebut dibahas secara terpadu bersama lintas program dan lintas sektor
sebagai dasar dalam penyusunan rencana usulan kegiatan UKM.( Lihat juga KMP
: 1.6.11)
·
Kegiatan-kegiatan dalam setiap pelayanan UKM di Puskesmas disusun oleh Kepala
Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas mengacu pada analisis data kinerja, analisis
data PIS PK, analisis capaian SPM daerah Kabupaten/Kota, pedoman atau acuan yang sudah
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan,Dinas Kesehatan Provinsi, maupun Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, dengan mengutamakan program prioritas
nasional (antara lain penurunan Stunting, peningkatan cakupan Imunisasi, Penanggulangan
TB, pengendalian Penyakit Tidak Menular, penurunan Angka Kematian Ibu/ AKI dan Angka Kematian Neonatus/ AKN), serta memperhatikan kebutuhan dan
harapan masyarakat.
·
Dalam standar ini, kata “pelayanan” digunakan
untukmenggantikan kata “program”, contoh: Program Promkes menjadi
Pelayanan Promkes.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan,dan prosedur sebagai dasar dalam
melakukan Identifikasi Kebutuhan dan Harapan Masyarakat (R)
2.
Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok
masyarakat, keluarga dan individu yang merupakan sasaran pelayanan UKM. (D, W)
3.
Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat
dianalisis bersama dengan lintas program dan lintas sektor sebagai bahan untuk
pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan. (D,W)
4.
Data capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dianalisis bersama lintas
program dan lintas sektor dengan memperhatikan hasil pelaksanaan PIS PK sebagai bahan untuk pembahasan dalam menyusun
rencana kegiatanyang berbasis wilayah kerja. (D,W)
5.
Tersedia rencana usulan kegiatan UKM yang disusun
secara terpadu berbasis wilayah kerja Puskesmasberdasarkan hasil analisis kebutuhan dan harapan
masyarakat, hasil pembahasan analisis data capaian kinerjapelayanan UKMdengan
memperhatikan hasil pelaksanaan kegiatan PISPK(D,W)
Kriteria
2.1.2.
Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas
memuat kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan
dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, dimana proses kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan
oleh masyarakat sendiri dengan difasilitasi oleh Puskesmas. (lihat juga KMP :1.1.2 dan UKM:
2.1.1)
Pokok Pikiran:
·
Dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan di wilayah kerja, setiap pelaksana kegiatan, koordinator
pelayanan,dan penanggung jawab UKM Puskesmas wajib melakukan fasilitasi
pembangunan yang berwawasan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
·
Pemberdayaan
Masyarakat Bidang Kesehatan yang selanjutnya disebut Pemberdayaan masyarakat
adalah proses untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan individu,
keluarga serta masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya kesehatan yang
dilaksanakan dengan cara fasilitasi proses pemecahan masalah melalui pendekatan
edukatif dan partisipatif serta memperhatikan kebutuhan potensi dan sosial
budaya setempat
·
Strategi
Pemberdayaan Masyarakat meliputi :
a.
peningkatan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mengatasi permasalahan
kesehatan yang dihadapi;
b.
peningkatan
kesadaran masyarakat melalui penggerakan masyarakat;
c.
pengembangan
dan pengorganisasian masyarakat;
d.
penguatan
dan peningkatan advokasi kepada pemangku kepentingan;
e.
peningkatan
kemitraan dan partisipasi lintas sektor, lembaga kemasyarakatan, organisasi
kemasyarakatan,dan swasta;
f.
peningkatan
pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal; dan
·
Penyelenggaraan
Pemberdayaan Masyarakat dilakukan dengan tahap :
a.
pengenalan
kondisi desa/kelurahan;
b.
survei
mawas diri;
c.
musyawarah
di desa/kelurahan;
d.
perencanaan
partisipatif;
e.
pelaksanaan
kegiatan; dan
f.
pembinaan
kelestarian.
g.
pengintegrasian
program, kegiatan, dan/atau kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat yang sudah ada
sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan masyaraka
·
Perencanaan
pemberdayaan masyarakat teritegrasi dengan Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga)
melalui pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS
PK).
·
Pengembangan/pengorganisasian
masyarakat (community organization) dalam pemberdayaan dilakukan dengan
mengupayakan peran dan fungsi organisasi masyarakat dalam pembangunan
kesehatan. Membangun kesadaran masyarakat merupakan awal dari kegiatan pengorganisasian
masyarakat yang dilakukan dengan membahas bersama tentang kebutuhan dan harapan
mereka, berdasarkan prioritas masalah kesehatan sesuai dengan sumber daya yang
dimiliki.
·
Bentuk
pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan
UKBM seperti Komunitas Peduli Kesehatan
Remaja, Komunitas Peduli HIV/AIDS, Peduli TB, Komunitas peduli kesehatan ibu
dan anak, dan seterusnya dan/atau melalui kegiatan di tatanan-tatanan seperti
sekolah, pesantren, pasar, tempat ibadah dan lain-lain.
·
Kegiatan fasilitasi berupa:
a.
melakanakan advokasi dan
sosialisasi kepada masyarakat, pemangku
kepentingan dan mitra terkait untuk mendukung pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat
b.
melakukan
pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan penyelenggaraan pemberdayaan
masyarakat
c.
melakukan
koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku kepentingan di wilayah kerja
puskesmas dalam pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat;
d.
membangun
kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan dan swasta di wilayah kerja
puskesmas dalam pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat
e.
mengembangkan
media komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan terkait Pemberdayaan
Masyarakat dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya berbasis kearifan local;
f.
melakukan
peningkatan kapasitas Tenaga Pendamping Pemberdayaan Masyarakat dan Kader;
g.
melakukan
dan memfasilitasi edukasi kesehatan kepada masyarakat;
h.
menggerakan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan Pemberdayaan Masyarakat;
i.
melakukan
pencatatan dan pelaporan pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di tingkat
kecamatan dan kabupaten/kota secara berkala; dan
j.
melakukan
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di wilayah kerja
puskesmas secara berkala
·
Kegiatan fasilitasi yang dimaksud
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi terhadap kegiatan pemberdayaan
masyarakat tersebut.
·
Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang
kesehatan tergambar dalam Rencana Usulan Kegiatan dan
Rencana Kerja setiap Koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM
puskesmas.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur yang mewajibkan Penanggung jawab UKM,
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
untuk memfasilitasi pembangunan berwawasan kesehatan dan proses pemberdayaan
masyarakat. (R)
2. Terdapat kegiatan fasilitasi pemberdayaan masyarakat yang dituangkan dalam RUK dan RPK Puskesmas dan sudah disepakati
bersama masyarakat. (D, W)
3. Terdapat bukti keterlibatan
masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi untuk mengatasi masalah
kesehatan diwilayahnya. (D.W)
4. Terdapat kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam
pelaksanaan pelayanan
UKM Puskesmas yang bersumber dari swadaya masyarakat dan atau kontribusi swasta. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan berwawasan kesehatan. (D)
Kriteria
2.1.3.
Rencana Pelaksanaan Pelayanan (RPK) UKM terintegrasi lintas
program dan mengacu pada Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas.
Pokok Pikiran:
·
Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas
disusun secara terintegrasi lintas program agar efektif dan efisien serta
melalui tahapan perencanaan Puskesmas. (lihat juga KMP : 1.1.2 dan UKM: 2.1.1)
·
Penyusunan RPK harus mengacu pada
RUK. Jika sebagian kegiatan yang direncanakan dalam RUK tidak dapat
dilaksanakan karena keterbatasn sumber daya, maka dimungkinkan sebagian
kegiatan yang tercantum dalam RUK tidak dituangkan dalam RPK
·
RPK pelayanan UKM menggambarkan
kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dan
dijabarkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan setiap bulan.
·
RPK pelayanan UKM dimungkinkan untuk
diubah/ disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan
dan kondisi – kondisi tertentu.
·
RPK pelayanan UKM dirinci dalam RPK
untuk masing-masing pelayanan UKM dan disusun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk
tiap kegiatan dari masing-masing pelayanan UKM.
Elemen Penilaian:
1.
Tersedia rencana
pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan UKM
yang terintegrasi dalam rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan Puskesmas dengan
kejelasan siapa yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya untuk setiap kegiatan.
(R)
2.
Tersedia
RPK bulanan untuk masing-masing pelayanan
UKM yang disusun setiap bulan dengan kejelasan pelaksana tiap
kegiatan. (R)
3.
TersediaKerangka
Acuan Kegiatan (KAK) untuk
tiap kegiatan dari masing-masing Pelayanan UKMsesuai dengan RPK yang disusun (R)
4.
Dilakukan evaluasi terhadap rencana pelaksanaan pelayanan
UKM berdasarkan hasil pemantauan (D.W)
5.
Jika
terjadi perubahan rencana pelaksanaan pelayanan UKM berdasarkan hasil pemantauan,
kebijakan atau kondisi tertentu maka dilakukan penyesuaian rencana pelaksanaan
kegiatan (D
Standar
2.2.
Penanggung
jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM memastikan kemudahan akses sasaran dan
masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan UKM
Pelayanan UKM
Puskesmas mudah diakses oleh sasaran dan masyarakat, untuk mendapatkan
informasi kegiatan serta penyampaian umpan balik dan keluhan. (lihat juga KMP :1.2.2)
Kriteria
2.2.1.
Penjadwalan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas disepakati bersama dengan
memperhatikan masukan sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program
dan lintas sektor yang dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan rencana. ( Lihat
juga KMP : 1.1.4 ;1.2.2; 1.8.2; dan UKM : 2.1.3)
Pokok Pikiran:
·
Jadwal
pelaksanaan kegiatan disusun berdasarkan masukan dari sasaran,
masyarakat, kelompok
masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait dan disepakati
bersama. Jadwal tersebut memuat waktu, tempat dan sasaran kegiatan.
·
Agar sasaran, masyarakat, lintas
program dan lintas sektor berperan aktif dalam kegiatan, maka jadwal
pelaksanaan kegiatan UKM harus disampaikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor
terkait dengan memanfaatkan media komunikasi yang sudah ditetapkan.
·
Bilamana dilakukan perubahan jadwal,
informasi tentang waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan UKM harus disepakati
dan diinformasikan dengan jelas dan tempat kegiatan mudah diakses oleh sasaran
kegiatan UKM, masyarakat dan kelompok
masyarakat.
Elemen Penilaian:
1. Tersedia jadwal
pelaksanaan kegiatan UKM yang disusun
berdasarkan hasil kesepakatan dengan sasaran, masyarakat, kelompok
masyarakat,lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
2.
Jadwal
pelaksanaan kegiatan UKM
diinformasikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program,
dan lintas sektor melalui media komunikasi yang sudah ditetapkan (D, W).
3.
Tersedia
bukti penyampaian informasi perubahan jadwal jika terjadi perubahan jadwal
pelaksanaan kegiatan (D,W)
4.
Hasil penyampaian
informasi jadwal pelaksanaan kegiatan UKM dievaluasi dan ditindaklanjuti (D.W)
Kriteria
2.2.2.
Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
memastikan akses sasaran dan masyarakat terhadap informasi, kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan balik
dan keluhan.
(lihat juga KMP : 1.2.2)
Pokok Pikiran:
·
Informasi
tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan jadwal kegiatan, perlu
disampaikan pada lintas program dan lintas sektor terkait agar mereka dapat
optimal berkontribusi dalam pencapaian tujuan kegiatan UKM.
·
Masyarakat,
kelompok masyarakat, dan individu
yang menjadi sasaran perlu mendapatkan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang
akan dilaksanakan, tujuan, tahapan dan jadwal pelaksanaan, sehingga dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan dan harapan mereka, dan menjamin pelaksanaan
kegiatan tepat sasaran dan tepat waktu.
·
Kejelasan
informasi yang disampaikan perlu dievaluasi, yaitu evaluasi terhadap penerimaan
informasi oleh sasaran dan pemberian informasi yang dilaksanakan Puskesmas.
·
Keberhasilan
pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas tergantung pada peran aktif masyarakat, kelompok masyarakat,
keluarga, dan individu yang menjadi sasaran.
·
Agar
sasaran berperan aktif dalam kegiatan UKM, maka pelaksanaan
kegiatan UKM perlu mempertimbangkan kondisi sosial, tata nilai budaya masyarakat
sebagai dasar untuk menetapkan metode dan teknologi yang
digunakan dalam pelaksanaan
kegiatan UKM.
·
Akses
sasaran terhadap kegiatan perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti untuk perbaikan dalam
mempermudah akses dan penyediaan kegiatan UKM.
·
Kemudahan
akses bagi sasaran adalah kejelasan prosedur/tahapan dan tidak berbelit-belit dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
·
Metode
adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: Ceramah,
diskusi, pembinaan, kunjungan rumah dan lain sebagainya. Teknologi adalah
media/audio visual aid yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: Lembar balik, model,
LCD, film dan lain sebagainya.
·
Untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan sasaran kegiatan diperlukan umpan
balik dari masyarakat dan sasaran kegiatan untuk melakukan penyesuaian dan
perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.
·
Umpan
balik dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dari masyarakat,
kelompok masyarakat, dan sasaran kegiatan UKM.
·
Masyarakat,
kelompok masyarakat, dan sasaran program dapat menyampaikan keluhan secara
langsung maupun tidak langsung kepada Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM.
·
Keluhan
dan umpan balik ditindak lanjuti dengan pembahasan atau pertemuan konsultatif
dengan tokoh masyarakat, kelompok masyarakat, masyarakat atau individu yang
merupakan sasaran melalui forum-forum yang ada, misalnya badan penyantun
Puskesmas, konsil kesehatan masyarakat dan forum-forum komunikasi yang lain.
·
Kepala
Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan
UKM membahas umpan balik dan keluhan sebagai bahan untuk melakukan perbaikan
dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan UKM.
Elemen
Penilaian:
1. Informasi
tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan jadwal kegiatan
disampaikan kepada kelompok
masyarakat, masyarakat, sasaran, lintas
program dan lintas sektor terkait. (D,W)
2. Pelaksanaan
kegiatan dilakukan dengan metode dan teknologi yang dikenal oleh masyarakat
atau sasaran. (D,W)
3. Umpan balik/keluhan
dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran diidentifikasi dan
ditindaklanjuti. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap akses informasi, akses kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan balik
dan keluhan
terhadap kegiatan UKM.(D,W)
Standar
2.3.
Pelayanan UKM dilaksanakan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan sasaran yang mengacu pada peraturan/
kebijakan,
pedoman/panduan, dan prosedur yang disusun berdasar ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Kriteria
2.3.1.
Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur
pengelolaan pelayanan
UKM Puskesmas yang menjadi acuan
dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan ditetapkan,
dikendalikan dan didokumentasikan. (lihat juga KMP : 1.6.7 dan
1.6.8)
Pokok Pikiran:
·
Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan proseduryang
menjadi acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas tersedia
di Puskesmas.
·
Penyusunan
kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedurmengacu
pada ketentuan peraturan perundangan dan pedoman-pedoman yang merupakan dokumen
eksternal dan harus tersedia.
·
Format-format
dokumen yang digunakan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas harus ditetapkan dan seragam untuk satu Puskesmas
(lihat juga
KMP: 1.6.7)
·
Kegiatan
pengelolaan
dan pelaksanaan UKM Puskesmas mengacu pada rencana pelaksanaan kegiatan yang
sudah ditetapkan dalam rangka mencapai indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu pelayanan UKM yang
telah ditetapkan termasuk upaya dalam rangka mendukung Program Prioritas
Nasional seperti penurunan
AKI dan AKN, pencegahan dan penurunan stunting,
peningkatan
cakupan dan kualitas imunisasi, penanggulangan TB,
dan pengendalian
Penyakit Tidak Menular.
·
Catatan
hasil pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas harus dikendalikan.
Pengendalian dokumen meliputi: penomoran, tanggal terbit, catatan tentang
revisi, pemberlakuan, dan tanda tangan Kepala Puskesmas.
·
Kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan dan prosedur yang
disusun, dapat dikaji ulang dan direvisi bila diperlukan sesuai dengan
kebutuhan dan bila terjadi perubahan kebijakan pemerintah.
·
Pedoman/panduan
adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah langkah-langkah yang harus
dilakukan.
·
Pedoman
merupakan dasar untuk menentukan dan melaksanakan kegiatan.
·
Panduan
adalah petunjuk dalam melakukan kegiatan, sehingga dapat diartikan pedoman
mengatur beberapa hal, sedangkan panduan hanya mengatur 1 (satu) kegiatan.
Elemen
Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan yang menjadi acuan dalam pengelolaan dan
pelaksanaan pelayanan UKM
Puskesmas.(R)
2.
Tersedia Peraturan Perundangan dan Pedoman Eskternal
yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas sebagai dokumen eksternal yang
dikendalikan. (D)
3.
Peraturan, kebijakan, prosedur, dan
format-format dokumen pelayanan UKM yang digunakan dan dikendalikan sesuai dengan pedoman pengendalian dokumen yang sudah
ditetapkan. (D)
4.
Dilakukan
evaluasi dan tindaklanjut terhadapregulasi
yang disusun
dan menjadi acuan dalam pengelolaan
dan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas
(D.W)
Standar
2.4.
Penggerakan dan Pelaksanaan
Pelayanan UKM dilakukan dan dikoordinasikan dengan melibatkan
lintas program dan lintas sektor terkait.
Penggerakan dan
Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan
sesuai dengan kebijakan,
pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka acuan yang disusundan dikoordinasikan
melalui forum lokakarya mini
bulanan dan triwulan.
Kriteria
2.4.1.
Dilakukan
komunikasi dan koordinasi dalam pengelolaan pelayanan UKM Puskesmas (lihat juga KMP : 1.6.4 dan 1.6.6)
Pokok Pikiran:
·
Keberhasilan
pelaksanaan pelayanan
UKM hanya dapat dicapai jika dilakukan komunikasi dan koordinasi baik lintas
program maupun lintas sektor terkait
mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi
pelaksanaan kegiatan UKM.
·
Berbagai
mekanisme komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan antara lain
melaluipertemuan-pertemuan,lokakarya mini, dan penggunaan media/tekhnologi informasi.
·
Kebijakan,
dan prosedurkomunikasi
dan koordinasi dalam penyelenggaraan pelayanan UKM perlu ditetapkan
dan dijadikan
acuan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
·
Evaluasi
komunikasi & koordinasi
dilaksanakan sesuai
dengan mekanisme komunikasi & koordinasi yang ditetapkan
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan,
panduan, dan prosedur komunikasi dan
koordinasi. (R)
2.
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas melakukan komunikasi dan koordinasi kepada lintas
program dan lintas sektor terkait sesuai kebijakan, panduan dan prosedur yang
ditetapkan. (D,W)
3.
Dilakukan evaluasi dan tindaklanjut terhadap pelaksanaan komunikasi dan koordinasi yang sudah dilaksanakan (D.W).
Standar
2.5.
Pelayanan UKM dilaksanakan
dengan metode pembinaan secara berjenjang agar efisien dan
efektif dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan
metode pembinaan secara berjenjang untuk mengidentifikasi masalah dan hambatan,
menganalisis penyebab masalah dan merencanakan tindak lanjut.
Kriteria
2.5.1.
Penanggung
jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKMPuskesmas bertanggung jawab terhadap
pencapaian tujuan, pencapaian kinerja, pelaksanaan kegiatan UKM, dan penggunaan sumber daya,
Pokok Pikiran:
·
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanankegiatan UKM
Puskesmas mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan dukungan bagi
pelaksana kegiatan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Arahan dapat dilakukan dalam bentuk
pembinaan, pendampingan, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dalam
pelaksanaan kegiatan UKM.
·
Pembinaan penanggungjawab UKM Puskesmas kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatanUKM meliputi pemahaman pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian
masalah dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
·
Pembinaan
juga dilakukan untuk menganalisis permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan UKM.
·
Dalam
melaksanakan analisis terhadap masalah dan hambatan pelaksanaan kegiatan UKM,
Penanggung
jawab UKM,
koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas
mengidentifikasi masalah dan hambatan, menganalisis penyebab masalah dan
merencanakan tindak lanjut
untuk perbaikan kegiatan UKM. Dilakukan evaluasi
terhadap hasil implementasi tindak lanjut tersebut dengan maksud untuk menilai
sejauhmana tindak lanjut tersebut menyelesaikan masalah.
Elemen
Penilaian:
1. Penanggung
jawab UKMmelakukan pembinaan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM secara periodik sesuai dengan
jadwal yang disepakati.(D,W) (lihat juga KMP
: 1.6.4; UKM : 2.2.1 dan 2.2.2)
2. Penanggung
jawab UKM,
koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi
permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM, (D,W)
3. Penanggung
jawab UKM,
koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas melakukan analisis
penyebab masalah dan hambatan, dan merencanakan tindak lanjut untuk
mengatasi masalah dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.(D,W)
4.
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan tindak lanjut untuk
mengatasi masalah dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.(D,W)
5. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan evaluasi dan
tindaklanjut terhadap hasil pelaksanaan pada
elemen penilaian 4 ( empat) (D,W)
Standar
2.6.
Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PISPK
Pelaksanaan
pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK dalam upaya mewujudkan keluarga sehat dan
masyarakat sehat melalui pengorganisasian masyarakat dengan terbentuknya
upaya-upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) dan tatanan-tatanan sehat
yang merupakan bentuk implementasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).
Kriteria
2.6.1.
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM bersama dengan Tim
Pembina Keluarga melaksanakan pemetaan dan intervensi kesehatan berdasarkan permasalahan
keluarga sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati.
Pokok Pikiran:
·
Kegiatan Kunjungan Keluarga yang dilaksanakan oleh Tim
Pembina Keluarga digunakan untuk menyampaikan Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada keluarga sebagai intervensi awal dan didokumentasikan.
·
Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan dientry
pada aplikasi keluarga sehat dan atau pada
profil keluarga sehat (Prokesga).
·
Dokumentasi hasil kunjungan dapat berupa hasil intervensi awal dan hasil
intervensi lanjut.
·
Dokumentasi hasil kunjungan awal dan hasil intervensi (pemutakhiran/update)dokumentasi dilakukan oleh tim data Puskesmas (admin dan surveior). ( Lihat juga KMP : 1.6.11)
·
Tim pembina keluarga menyampaikan
informasi dan laporan hasil kunjungan keluarga serta berkoordinasi dengan penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar dapat
dilakukan analisis dan intervensi lanjut
·
Tim Pembina
keluarga adalah
tenaga kesehatan Puskesmas yang dibentuk oleh Kepala
Puskesmas melalui Surat Keputusan Kepala Puskesmas.
·
Kegiatan
UKM melalui
PISPK sebagai bentuk intervensi dilaksanakan sesuai
dengan jadwal yang disepakati dengan masyarakat yang menjadi sasaran. (Lihat juga UKM : 2.1.2)
Elemen
Penilaian :
1.
Dibentuk Tim Pembina
Keluarga, tenaga
administrasi dan surveyor dengan uraian tugas yang jelas. (R)
2.
Tim Pembina Keluarga
melakukankunjungan keluarga dan intervensi
awal yang
telah direncanakan melalui proses persiapan, dan didokumentasikan. (D,W)
3.
Tim Pembina Keluarga
melakukan penghitungan indeks keluarga sehat (IKS) pada tingkat keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan Puskesmas secara manual atau secara elektronik (dengan
Aplikasi Keluarga Sehat). (D)
4.
Tim Pembina Keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan kepada Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM untuk bersama-sama melakukan
analisis hasil kunjungan keluarga. (D,W)
5.
Tim Pembina Keluarga bersama Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensilanjut kepada keluarga
sesuai permasalahan kesehatan pada tingkat keluarga.(D,W)
6.
Penanggungjawab UKM mengkoordinir pelaksanaan intervensi lanjut. (D,W)
7.
Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan intervensi lanjut dan melaporkan hasil yang telah dilaksanakan
kepada tim pembina keluarga dan selanjutnya dilakukan pemuktahiran/update
dokumentasi. (D, W)
Kriteria
2.6.2.
Intervensi lanjut ditujukan pada
wilayah kerja
Puskesmas berdasarkan permasalahan
yang sudah dipetakan dan dilaksanakan terintegrasi dengan pelayanan UKM Puskesmas.
Pokok Pikiran:
·
Untuk
melaksanakan intervensi lanjut tingkat
wilayah diperlukan penyusunan
rencana berdasarkan
pemetaan wilayah kerja Puskesmas,
baik yang spesifik terhadap RT,
RW, desa/kelurahan ataupun yang secara wilayah kerja Puskesmas.
·
Penyusunan
rencana intervensi
lanjut terintegrasi dengan lintas program dan dapat melibatkan lintas sektor
terkait, didasarkan pada
analisis IKS awal.
·
Intervensi
sesuai dengan hasil analisis dan pemetaan antara lain dilakukan melalui
kegiatan UKM (termasuk yang bersifat inovatif), pengorganisasian masyarakat
dalam bentuk UKBM dan tatanan-tananan (sekolah, pesantren, pasar tempat ibadah dan lain-lain).
·
Perlu
dilakukan perbaikan dan evaluasi pelaksanaan
intervensi lanjutan oleh Penanggung
jawab UKM,
koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar permasalahan yang
terjadi dalam pelaksanaan PISPK dapat segera ditindaklanjuti.
·
Tindak
lanjut dilaksanakan sebagai bagian terintegrasi dalam kegiatan pelayanan UKM
Puskesmas.
·
Perbaikan dan
evaluasi PISPK di tingkat Puskesmas dilaksanakan mulaidari tahap persiapan pelaksanaan,
pelaksanaan kunjungan keluarga dan intervensi awal, pelaksanaan analisis
indeks keluarga sehat (IKS) awal,
pelaksanaan intervensi
lanjut dan analisis perubahan IKS.
·
Rencana
intervensi lanjut terintegrasi dengan rencana pelaksanaan kegiatan
masing-masing pelayanan UKM Puskesmas.
·
Dalam perbaikan
dan evaluasi dilaksanakan proses verifikasi yang bertujuan untuk
menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan PIS PK sesuai dengan hasil pelatihan serta informasi
kondisi kesehatan setiap keluarga yang ada pada prokesga atau aplikasi dapat dipertanggungjawabkan.
Elemen Penilaian :
1.
Tim pembina
keluarga bersama dengan penanggung jawab UKM melakukan analisisIKS awal dan pemetaan masalah di tiap tingkatan
wilayah, sebagai dasar dalam menyusun rencana intervensi lanjut secara
terintegrasi lintas program dan dapat melibatkan lintas sektor terkait (D, W)
2.
Rencana intervensi lanjut
dikomunikasikan dan dikoordinasikan dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya
triwulan Puskesmas.(D,W)
3.
Dilaksanakan intervensi lanjutan sesuai
dengan rencana yang disusun (D,W)
4.
PenanggungjawabUKM Puskesmas berkoordinasi
dengan Penanggung jawab UKPP, Penanggungjawab
Jaringan dan Jejaring Pelayanan Puskesmas melakukan perbaikan pelaksanaan intervensi lanjutan yang
dilakukan (D,W)
5.
Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pada setiap tahapan
PIS PK antara lain melalui
supervisi, laporan, lokakarya mini dan pertemuan-pertemuan penilaian
kinerja.(D,W)
Kriteria
2.6.3
Pelaksanaan
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagai bagian dari intervensi lanjut
dalam bentuk peran serta masyarakat terhadap masalah-masalah kesehatan
Pokok pikiran
·
Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas) adalah suatu tindakan sistematis dan terencana
yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas
hidup.
·
Kegiatan
Germas merupakan bagian terintegrasi dari intervensi lanjut terhadap
masalah-masalah kesehatan yang diidentifikasi dalam mewujudkan perilaku hidup
bersih dan sehat yang dapat dilihat dari perubahan IKS tingkat keluarga dan
wilayah yang semakin membaik.
·
Germas
bertujuan agar masyarakat terjaga kesehatan, tetap produktif, hidup dalam
lingkungan yang bersih, ditandai dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
peningkatan edukasi hidup sehat, peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan
pencegahan dan deteksi dini penyakit, penyediaan pangan sehat dan percepatan
perbaikan gizi, peningkatan perilaku hidup sehat dan peningkatan aktivitas
fisik.
·
Sasaran
Germas adalah sasaran untuk masing-masing kegiatan Germas, yaitu seluruh lapisan
masyarakat, termasuk individu, keluarga dan masyarakat untuk mempraktikkan pola
hidup sehat sehari-hari.
·
Puskesmas
berperan dalam mensukseskan Germas antara lain melalui kegiatan pemberdayaan
individu dan keluarga yang diukur melalui Indeks individu dan keluarga sehat,
pemberdayaan masyarakat yang diukur dengan terbentuknya UKBM dan pembangunan
wilayah berwawasan kesehatan yang diukur dengan Indeks Masyarakat Sehat dan
Indeks Tatanan Sehat.
·
Kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan kejelasan jenis kegiatan,
indikator untuk tiap kegiatan, dan terintegrasi dalam kegiatan UKM Puskesmas.
Elemen Penilaian :
1. Ditetapkannya sasaran Germas dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas oleh Kepala Puskesmas. (R)
2. Dilaksanakan perencanaan pembinaan Germas secara terintegrasi dalam kegiatan UKM Puskesmas. (D,O,W)
3. Dilakukan upaya pelaksanaan pembinaan Germas yang melibatkan lintas program
dan lintas sektor terkait untuk mewujudkan perubahan
perilaku sasaran Germas.
(D,W)
4. Dilakukan pemberdayaan masyarakat,
keluarga dan individu dalam mewujudkan gerakan masyarakat hidup sehat yang ditandai dengan semakin membaiknya IKS tingkat keluarga dan
wilayah dan terbentuknya UKBM. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut
terhadap pelaksanaan pembinaan gerakan
masyarakat hidup sehat. (D,W)
Standar
2.7.
Penyelenggaraan UKM Esensial
Upaya Kesehatan
Masyarakat Esensial direncanakan, dilaksanakan dipantau dan dievaluasi
Kriteria
2.7.1.
Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Promosi Kesehatan
Pokok Pikiran:
·
Cakupan UKM Esensial Promosi Kesehatan diukur dengan 3 indikator yaitu:
a.
persentasi posyandu aktif,
b.
terbentuknya tatanan sehat sesuai dengan pedoman
c.
melakukan proses pemberdayaan masyarakat.
·
Persentase Posyandu Aktif adalah posyandu yang mampu melaksanakan
kegiatan utamanya secara rutin setiap bulan (KIA: ibu hamil, ibu nifas, bayi,
balita, KB, imunisasi, gizi, pencegahan dan penanggulangan diare) dengan
cakupan masing-masing minimal 50% dan melakukan kegiatan tambahan.
·
Terbentuknya Tatanan Sehat sesuai dengan pedoman adalah upaya yang
dilakukan petugas Puskesmas dalam membentuk tatanan/tempat yang mengupayakan
kesehatan dengan melakukan proses untuk memberdayakan masyarakat melalui
kegiatan menginformasikan, mempengaruhi dan membantu masyarakat agar berperan
aktif untuk mendukung perubahan perilaku dan lingkungan sehat serta menjaga dan
meningkatkan kesehatan masyarakat. Contoh : rumah tangga sehat, sekolah sehat,
dan lain-lain
·
Melakukan Proses Pemberdayaan Masyarakat adalah
memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat dengan tahapan :
a.
pengenalan kondisi
desa/kelurahan;
b.
survei mawas diri;
c.
musyawarah di
desa/kelurahan;
d.
perencanaan
partisipatif;
e.
pelaksanaan
kegiatan; dan
f.
pembinaan
kelestarian
·
Untuk mencapai kinerja UKM Esensial
Promosi Kesehatan dilakukan upaya
sebagai berikut:
a.
melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku
kepentingan dan masyarakat;
b.
pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan
pemberdayaan masyarakat;
c.
melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku
kepentingan di wilayah kerja puskesmas;
d.
membangun kemitraan dengan ormas dan swasta di wilayah
kerja puskesmas, mengembangkan media KIE,
e.
melakukan peningkatan kapasitas; memfasilitasi edukasi
kesehatan kepada masyarakat; dan
f.
penggerakan masyarakat.
·
Dilakukan pemantauan dan analisis serta
tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan
upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Promosi Kesehatan yang telah
dilakukan .
Elemen Penilaian:
1.
Tercapainyaindikator kinerja pelayanan UKM
esensial Promosi
Kesehatan (R,.D).
(lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.9.5)
2. Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM esensial Promkes sebagaimana pokok pikiran (D.W.O)
3.
Dilakukan pemantauan dan
penilaian serta tindaklanjut secara periodik dan berkesinambunganterhadap
capaian
indikator dan upaya yang telah dilakukan (D.W.O)
Kriteria
2.7.2.
Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan
Lingkungan
Pokok Pikiran:
·
Cakupan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan diukur dengan 3 indikator
utama, yaitu:
a. jumlah
desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
b. Persentasi Fasilitas Umum (TFU) yang memenuhi syarat
kesehatan dan;
c. Persentasi Tempat Pengolahan Pangan (TPP) yang memenuhi
syarat kesehatan.
·
Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Kesehatan
Lingkungan dilakukan upaya sebagai berikut:
-
pemicuan,
pendampingan verifikasi desa STBM
serta up date data, dan
lain-lain
-
melakukan
inspeksi kesehatan lingkungan TTU dan TPP, pembinaa, updatedata dan lain-lain
·
Dilakukan pemantauan dan analisis serta
tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan
upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Kesehatan Lingkungan
yang telah dilakukan .
Elemen Penilaian :
1.
Tercapainyaindikator
kinerja pelayananUKM
esensial Kesehatan
Lingkungan (R.D)(lihat
juga KMP 1.8.1, UKM 2.9.5)
2.
Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai
kinerja pelayananUKM esensial Kesehatan
Lingkungan sebagaimana pokok pikiran (D.W.O)
3.
Dilakukanpemantauan dan
penilaian serta tindaklanjut secara periodik dan berkesinambunganterhadap
capaian
indikator dan upaya yang telah dilakukan (D.W.O)
Kriteria
2.7.3.
Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial KIA.
Pokok Pikiran:
·
Cakupan UKM esensial Kesehatan Keluarga diukur dengan 5 indikator utama
yaitu:
a. Persentasi ibu hamil mendapatkan
pelayanan antenatal terpadu
b. presentasi balita yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal
c. Persentasi
remaja yang mendapatkan pelayanan kesehatan peduli remaja
d. Persentasi calon pengantin yang
mendapatkan pelayanan kesehatan
e. Persentasi lanjut usia yang
mendapatkan pelayanan
·
Pelayanan Antenatal terpadu adalah
pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua
ibu hamil serta terpadu dengan program lain yang memerlukan intervensi selama
kehamilannya.
·
Sasaran pelayanan antenatal adalah
seluruh ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas.
·
Pelayanan Kesehatan Balita sebagaimana
dalam standar pelayanan minimal:
a.
penimbangan
berat badan
b.
pengukuran
panjang bada/tinggi badan
c.
pemantauan
perkembangan
d.
imunisasi
e.
pemberian
vitamin a
f.
pelayanan
balita sakit
·
Sasaran pelayanan balita sehat adalah
seluruh balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas
·
Kriteria Puskesmas mampu laksanan
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) jika memnuhi kriteria:
a.
ada
tenaga terlatij/terorientasi pkpr
b.
ada
pedoman pkpr
c.
menyediakan
layanan konseling bagi remaja
·
Layanan untuk remaja di Puskesmas PKPR melalui pelayanan
dalam dan luar Gedung, meliputi layanan medis termasuk pemeriksaan penunjang
dan rujukannya, konseling, pemberian KIE dan Pendidikan Keterampilan Hidup
Sehat (PKHS), Pemberdayaan kader remaja baik di sekolah maupun di masyarakat
melalui posyandu remaja.
·
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Puskesmas PKPR
mengikuti prinsip-prinsip menjamin privasi dan kerahasian, mempromosikan
kemandirian remaja tanpa mensyaratkan izin orang tua, kebebasan berkunjung,
biaya terjangkau/gratis, memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.
·
Pelayanan kesehatan reproduksi Catin
minimal meliputi:
a.
anamnesa
b.
pemeriksaan
fisik
c.
pemeriksaan
status gizi
d.
pemeriksaan
darah (hb, golongan darah)
e.
skrinning
imunisasiTT
f.
KIE Kesprocatin
·
Pelayanan kesehatan lanjut usia
meliputi: skrining kesehatan (pemeriksaan tekanan darah, pengkajian paripurna
pasien Geriatri, pemeriksaan lab sederhana: gula darah, kolsteraol, asam urat),
Anamnesa perilaku berisiko, pemeriksaan fisik, IMT, pengobatan, rujukan dan
pemberian Buku Kesehatan Lansia)
·
Untuk mencapai kinerja UKM Esensial KIA
dilakukan upaya sebagai berikut:
a. Pelaksanaan kelas ibu
hamil
dan kelas ibu balita, minila 50% desa sudah mempunyai kelas ibu hamil dan kelas ibu balita
b. Puskesmas sudah
melakukan orientasi P4K
c. Puskesmas melaksanakan
penyeliaan fasilitatif minimal 2 kali dalam setahun
d. Penanggungjawab UKM
tahu cara menghitung sasaran ibu hamil dan balita
e. Peningkatan peran
masyarakat dalam pemanfaatan bukuKIA melalui pelaksanaan kelas ibu balita,
sosialisasi/orientasi kader kesehatan, guru PAUD/KB/TK/RA dan kelompok BKB
f. Puskesmas PKPR
menjangkau sasaran remaja di luar Gedung melalui UKS baik di sekolah umum
maupun SLB, pesantren, posyandu remaja, prmauka, pelayanan ke panti/LKSA dan
rutan anak/LPKA
g. Puskesmas melakukan
kerjasama dengan KUA, Lembaga agama lin dan LS, terkait lainnya dalam mendorong
catin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi.
h. Puskesmas melakukan
pelayanan kesehatan reproduksi bagi catin yang berkualitas dengan penyediaan
SDM dan sarana prasarana untuk melakukan KIE dan screening kesehatan
i. Pemanfaatan kohort
usia reproduksi dalam memantau pelayanan bagi catin dan pelayanan KB
j. Pelayanan Lansia di
Puskesmas yang santun lansia mengkuti prinsip-prinsip:
-
memberikan
pelayanan yang baik dan berkualitas
-
memberikan
prioritas pelayanan kepada lansia dan penyediaan sarana yang aman dan mudah
diakses
-
memberikan
dukungan/bimbingan pada lansia dan keluarga secara
berkesinambungan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya
-
melakukan
pelayanan secara proaktif melalui kegiatan pelayanan di luar gedung
-
melakukan
korrdinasi dengan lintas program dengan pendekatan siklus hidup
-
dan
melakukan kerjasama dengan lintas sektor, organisasi kemasyarakatan maupun
dunia usaha dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lansia.
·
Adanya dokumentasi hasil upaya-upaya
pelaksanaan 5 indikator utama (pelayanan antenatal terpadu, pelayanan kesehatan
balitam pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan balita,
pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan reproduksi calon
pengantin yang pelayanan kesehatan lanjut usia) beserta laporan kegiatan.
·
Adanya hasil evaluasi dari permasalahan
kesehatan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan atau
ditindaklanjuti melalui RUK Puskesmas.
·
Adanya sumber pembiayaan dalam mengatasi
permasalahan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan dalam
RKA Puskesmas.
·
Dilakukan pemantauan dan analisis serta
tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan
upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial KIA yang telah dilakukan .
Elemen Penilaian:
1. Tercapainyaindikator kinerja pelayananUKM Esensial
KIA (R.D)(lihat juga KMP
1.8.1, UKM 2.9.5)
2. Dilaksanakan
upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayananUKM esensial Kesehatan Keluarga sebagaimana pokok
pikiran(D.W.O)
3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut
secara periodik dan berkesinambungan
terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)
Kriteria
2.7.4.
Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Gizi.
Pokok Pikiran:
·
Ibu hamil KEK apabila tidak ditangani
akan berisiko melahirkan bayi Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang menjadi salah satu penyumbang masalah
stunting.
·
ASI
Eksklusif merupakan salah satu standar emas Pemberian Makan Bayi dan Anak yang
akan berkontribusi berkurangnya kejadian Gizi Kurang dan stunting.
·
Surveilan gizi berupaya memantau secara
terus menerus masalah-masalah yang terjadi agarbila ada masalah cepat
tertangani dan menjadi dasar untuk perencanaan yang baik
·
Cakupan UKM Esensial Gizi diukur
dengan 3 indikator utama :
a.
Puskesmas
melaksanakan Surveilans Gizi
b.
Persentasi bayi usia
kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif.
c.
Pelaksanaan
Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita.
·
Untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
Esensial Gizi dilakukan upaya sebagai berikut:
a. Melaksanakan
Surveilans Gizi, melalui:
·
pengumpulan data dalam EPPGBM
(elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat)
·
pengolahan dan analisis data EPPGBM
·
diseminasi pemanfaatan data EPPGBM
·
pemberian PMT kepada ibu hamil KEK
·
pemberian TTD kepada ibu hamil
·
pemberian TTD pada remaja putri
b. Pemberian ASI Eksklusif pada
bayi usia kurang dari 6 bulan melalui;
·
Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif kepada ibu
hamil dan ibu balita
·
Pelaksanaan 10 Langkah Keberhasilan
Menyusui
·
Pelaksanaan kegiatan Kelompok pendukung
Ibu Menyusui dan ibu balita
c. Pelaksanaan Tata
Laksana Gizi Buruk pada balita, melalui:
·
Tersedianya Tim Asuhan Gizi yang
kompeten dalam pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada balita
·
Puskesmas mempunyai Pedoman/NSPK/SOP
dalam Tata Laksana Gizi Buruk pada balita
·
Tersedianya pelayanan Tata Laksana Gizi
Buruk (rawat jalan/rawat inap)
·
Dilakukan pemantauan dan analisis serta
tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan
upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Gizi yang telah dilakukan meliputi:
a.
Pelaksanaan
EPPGBM yang memuat:
1)
data
sasaran serta pemberian pmt bumil kek
2)
pemberian
TTD
pada ibu hamil
3)
pemberian
TTD pada remaja putri
b. Analisa
dan diseminasi hasil EPPGBM
c. Adanya Tim Asuhan Gizi
dalam penanganan dan Tata Laksana Gizi Buruk, adanya pelaporan Gizi buruk yang
telah ditindak lanjuti
d. Pelaksanaan KIE ASI
Eksklusif pada ibu hamil dan ibu balita
e.
Pelaksanaan
konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak
Elemen Penilaian:
1. Tercapainyaindikator
kinerja pelayananUKM
esensial Gizi (R.D)
(lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.9.5)
2. Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kinerja pelayananUKM esensial Gizi sebagaimana pokok pikiran (D.W.O)
3.
Dilakukan
pemantauan dan penilaian serta tindaklanjut secara periodik dan berkesinambunganterhadap
capaian
indikator dan upaya yang telah dilakukan (D.W.O)
Kriteria
2.7.5.
Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Pokok Pikiran:
·
Cakupan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) diukur
dengan 3 indikator utama P2P yang
ditetapkan oleh Puskesmas.
·
Untuk mencapai kinerja UKM Esensial
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
dilakukan upaya sesuai dengan pedoman yang berlaku.
·
Dilakukan pemantauan dan analisis serta
tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan
upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit yang telah
dilakukan .
Elemen Penilaian:
1.
Tercapainyaindikator
kinerja pelayananUKM
esensial Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit. (R.D)
(lihat juga KMP 1.8.1, UKM 2.9.5)
2.
Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai
kinerja pelayananUKM esensial Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit sebagaimana pokok pikiran (D.W.O)
3. Dilakukan pemantauan
dan penilaian serta tindaklanjut secara periodik dan berkesinambunganterhadap
capaian
indikator dan upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)
Standar
2.8.
UKM
Pengembangan
Puskesmas melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Kriteria
2.8.1
Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan direncanakan,
dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi.
Pokok Pikiran:
·
Puskesmas
melaksanakan upaya kesehatan masyarakat pengembangan berdasarkan permasalahan
yang ada di wilayah kerja.
·
Cakupan UKM Pengembangan
diukur dengan 3 indikator utama
Pengembangan yang ditetapkan oleh Puskesmas.
·
Untuk mencapai kinerja UKM
Pengembangan dilakukan upaya sesuai
dengan pedoman yang berlaku.
·
Dilakukan pemantauan dan analisis serta
tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan dan upaya pencapaian kinerja yang
telah dilakukan .
Elemen Penilaian:
1. Tercapainyaindikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan. (R) (lihat juga
KMP 1.8.1, UKM 2.9.5)
2.
Dilaksanakan upaya-upaya untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM Pengembangan sebagaimana pokok pikiran (D.W.O)
3.
Dilakukan pemantauan dan penilaian
serta tindaklanjut secara periodik dan berkesinambunganterhadap capaian indikator
dan upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)
Standar
2.9.
Pengawasan, Pengendalian dan
Penilaian Kinerja pelayanan UKM Puskesmasdilakukan
dengan menggunakan indikator kinerja pelayanan UKM
Pengawasan,
pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan untuk menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan
pelayanan, kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat. Pengawasan,
pengendalian, penilaian kinerja pelayanan UKM dilaksanakan dalam bentuk
pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM dengan menggunakan
indikator kinerja pelayanan UKM (lihat juga KMP : 1.8.1)
Kriteria
2.9.1.
KepalaPuskesmas menetapkan
kebijakan dan prosedur pengawasan dan
pengendalian terhadap pelaksanaankegiatan UKM (lihat juga KMP : 1.8.1)
Pokok Pikiran:
·
Pengawasan
dan pengendalian dapat dilakukan dalam bentuk pemantauan dan /atau supervisi
secara periodik untuk ditindak lanjuti dalam upaya perbaikan.
·
Pemantauan
dan supervisi proses pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu dilakukan secara
periodik oleh Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas untuk menjaga
agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang sudah
ditetapkan.
·
Agar
sasaran dan tujuan pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan dicapai dengan
optimal, maka perlu ditetapkan kebijakan yang mengatur pemantauan dan supervisi
pelaksanaan kegiatan UKM sampai dengan pelaporannya.
·
Pemantauan
dan supervisi pelaksanaan kegiatan meliputi sasaran, waktu, tempat, dan metode kegiatanuntuk semua pelayanan UKM.
Elemen
Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
dan
capaian kegiatan pelayanan UKM Puskesmas.
(R)
2.
Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil
pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pelayanan UKM (D.W)
Kriteria
2.9.2.
Kepala Puskesmas dan
Penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan supervisi untuk mengendalikan
pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas
secara periodik.
Pokok Pikiran:
·
Perbaikan terhadap
pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu dilakukan
melalui pelaksanaan supervisi yang disusun secara periodik dengan jadwal yang
jelas (lihat juga
KMP : 1.6.4; UKM : 2.2.1; dan 2.2.2)
·
Rencana dan jadwal kegiatan supervisi perlu
diinformasikan kepada koordinator
pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas, sehingga pelaksana dapat mempersiapkan diri.
·
Kepala
Puskesmas dan Penanggungjawab UKM Puskesmas melaksanakan kegiatan supervisi dan
bersama koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan
UKM Puskesmas merencanakan tindak lanjut perbaikan dalam pengelolaan dan
pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas.
·
Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab (PJ) UKM
memberitahukan kepada Koordinator Pelayanan terhadap rencana pelaksnaan
kegiatan pengawasan dan pengendalian
·
Supervisi
adalah pengawasan terhadap proses, kegiatan dan pelaksana kegiatan yang sedang melaksanakan kegiatan.
·
Tahapan pelaksanaan supervisi sebagai berikut:
a)
Penyusunan jadwal kegiatan supervisi diinformasikan
kepada koordinator dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas agar dapat menyiapkan
bahan yang diperlukan.
b)
Bahan persiapan adalah analisis secara mandiri terhadap
tugas yang akan disupervisi meliputi jadwal, KAK, dan SOP kegiatan.
c)
Supervisi dilakukan oleh Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM yang dilaksanakan secara langsung di tempat kegiatan.
d)
Jika ditemukan ketidaksesuaian atau hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM, maka dilakukan pembahasan dan tindaklanjut
perbaikan
Elemen
Penilaian:
1.
Penanggung Jawab UKM menyusun kerangka
acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas
2.
Kerangka acuan dan jadwal supervisi
pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM. (D.W)
3.
Koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM
Puskesmas melaksanakan analisis mandiri
terhadap proses pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas
sebelum supervisi dilakukan. (D,W)
4.
Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
melakukan supervisi sesuai dengan kerangka acuan kegiatan supervisi dan
jadwal yang disusun. (D,W)
5.
Kepala Puskesmas dan
Penanggung jawab UKM Puskesmas menyampaikan hasil supervisi kepada
Koordinator pelayanan dan pelaksanan kegiatan (D,W)
6.
Koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM menindaklanjuti hasil
supervisi dengan tindakan perbaikan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan.
(D,W)
Kriteria
2.9.3.
Penanggung jawab UKM
wajib melakukan pemantauan
dalam upaya
pelaksanaan kegiatan UKM sesuai dengan jadwal yang
sudah disusun agar dapat mengambillangkah tindak lanjut untuk perbaikan.
(lihat juga KMP :1.6.4; UKM : 2.2.1 dan 2.2.2)
Pokok Pikiran:
·
Permasalahan atau ketidaksesuaian yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan UKM terkait dengan waktu, tempat, akses sasaran, pelaksana
dan metode serta teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan UKM.
·
Pemantauan terhadap
pelaksanaan kegiatan UKM sesuai jadwal yang disusun pada bulan sebelumnya
digunakan untuk menuntaskan penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan
yang disusun.
·
Pelaksanaan pembahasan kesesuaian dilaksanakan dalam
Lokakarya Mini bulanan untuk menghasilkan jadwal pelaksanaan kegiatan pada
bulan berikutnya, dan dalam lokakarya mini triwulan untuk memantau peran
lintas sektor terkait
dalam
pelaksanaan pelayanan UKM.
·
Rencana pelaksanaan kegiatan yang sedang dilaksanakan
dapat direvisi bila perlu, sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah
dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat atau sasaran, serta usulan-usulan
perbaikan yang rasional.
·
Perbaikan terhadap
jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap bulan dan menjadi bagian dari
pembahasan dalam lokakarya mini bulanan
Puskesmas.
·
Pergeseran
jadwal bisa terjadi antar bulan atau dengan melaksanakan perbaikan terhadap
komponen jadwal seperti tempat, waktu, sasaran kegiatan, pelaksana, serta
metode dan teknologi.
·
Perubahan
rencana pelaksanaan kegiatan dimungkinkan apabila terjadi perubahan kebijakan
pemerintah dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat dan sasaran, maupun hasil
perbaikan dan pencapaian kinerja.
Perubahan rencana kegiatan memperhatikan usulan-usulan dari pelaksana, lintas
program, dan lintas sektor terkait.
·
Perubahan terhadap
rencana tahunan harus dilakukan dengan alasan yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja.
Elemen
Penilaian:
1.
Dilakukan pemantauankesesuaian pelaksanaan kegiatan terhadap kerangka acuan dan jadwal kegiatan pelayanan UKM. (D, W)
2.
Dilakukan pembahasan terhadap hasil pemantauan dan hasil capaian
kegiatan pelayanan UKM oleh Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM
Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya mini triwulan. (D,W)
3.
Penanggung jawabUKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana melakukan tindak lanjut perbaikan berdasarkan hasil pemantauan. (D,W)
4.
Kepala Puskesmas dan Penanggung jawabUKM bersama Lintas Program dan
Lintas Sektor terkait melakukan penyesuaian rencana kegiatan berdasarkan hasil
perbaikan dan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan dan harapan masyarakat
atau sasaran.(D,W)
5.
Penanggung jawab UKM Puskesmas menginformasikan penyesuaian rencana kegiatan kepada koordinator pelayanan, pelaksanan
kegiatan, sasaran
kegiatan, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
Kriteria
2.9.4.
Penanggung
jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan
UKMPuskesmas melaksanakan tugas dan tanggung jawab
sesuai dengan uraian tugas (lihat juga KMP: 1.5.1.
dan 1.5.5)
Pokok Pikiran:
·
Penanggungjawab UKM, koordinator
pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan
uraian tugas yang telah ditetapkan.
·
Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya,
Penanggungjawab UKM, koordinator
pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM berpedoman pada kebijakan dan prosedur agar dapat
mencapai hasil kinerja yang diharapkan.
·
Uraian Tugas yang dimaksud adalah uraian
tugas pelaksanaan pelayanan UKM
Elemen
Penilaian:
1.
Kepala Puskesmas melakukan pemantauan terhadap Penanggung
jawab UKM dalam melaksanakan tugas berdasarkan uraian tugas.(D,W)
2.
Penanggung jawabUKM Puskesmas melakukan pemantauan terhadap koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM dalam melaksanakan tugas berdasarkan uraian tugas.(D,W)
3.
Jika terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan uraian
tugas oleh Penanggung
jawab UKM,
Kepala Puskesmas melakukan tindak lanjut
terhadap hasil perbaikan .(D,W)
4.
Jika terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan uraian
tugas olehkoordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan,
Penanggung jawabUKM Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil perbaikan .(D,W)
Kriteria
2.9.5.
Kepala Puskesmas dan
Penanggung jawab UKM melakukan upaya perbaikan terhadap hasil
penilaian capaian kinerja pelayanan
UKM (lihat juga PP : 5.1.5)
Pokok Pikiran :
·
Adanya ketetapan tentang indikator capaian kinerja pelayanan
UKM yang disusun
berdasar Standar Pelayanan Minimal, Kebijakan/Pedoman dari Kementerian
Kesehatan, Kebijakan/Pedoman dari Dinas Kesehatan Provinsi, dan
Kebijakan/Pedoman dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota
dan kebijakan Puskesmas untuk masing-
masing kegiatan UKM. (
lihat juga KMP : 1.1.5 dan
1.8.1)
·
Kegiatan pengumpulan hasil data capaian kinerja pelayanan UKM
yang tercantum dalam laporan pelaksanaan pelayanan UKM disampaikan kepada
penanggungjawab UKM setiap bulan dengan tetap memperhatikan periodisasi
pembuatan dan pengumpulan laporan. (
Lihat juga KMP : 1.6.11 tentang
manajemen data dan informasi)
·
Penanggung jawab UKM dan
koordinator
pelayanan dan pelaksana
kegiatan
UKM melakukan
analisis terhadap capaian kinerja berdasarkan indikator kinerja pelayanan
UKM dan indikator mutu pelayananUKM yang telah dikumpulkan untuk
melihat pencapaian kinerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan.(Lihat
juga KMP :1.1.1
dan 1.1.3;dan PMP: 5.1.2).
Elemen
Penilaian:
1.
Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu pelayanan UKM.
(R)
2.
Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pengumpulan
data capaian indikator
kinerjapelayanan UKM dan indikator mutu pelayanan UKM sesuai dengan periodisasi pengumpulan yang telah
ditetapkan.
(D,W)
3.
Penanggung Jawab UKM dan Koordinator pelayanan serta
pelaksana kegiatan melakukan pembahasan terhadap
capaian kinerja bersama dengan lintas program.
(D,W)
4.
Disusun
rencana tindaklanjut berdasarkan hasil pembahasan capaian kinerja pelayanan
UKM. (D,W)
5. Dilakukan pelaporan
data capaian kinerjabeserta kegiatan UKM kepada
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. (D)
6.
Ada bukti umpan balik (feedback)
dari Dinas KesehatanDaerah Kabupaten/kota terhadap laporan upaya perbaikan
capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas secara periodik. (D)
7. Dilakukan tindak
lanjut terhadap umpan balik dari Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota. (D)
Kriteria
2.9.6.
Penilaian kinerja terhadap
penyelenggaraan pelayanan UKM dilaksanakan secara
periodik untuk menunjukan akuntabilitas
dalam pengelolaan pelayanan UKM. (Lihat
juga KMP :1.8.1)
Pokok
Pikiran:
·
Kepala
Puskesmas, Penanggung jawab UKM,
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM bertanggungjawab
dalam membudayakan perbaikan kinerja secara berkesinambungan, konsisten dengan
visi, misi dan tujuan Puskesmas.
·
Kepala
Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
menetapkan kebijakan
dan prosedur penilaian kinerja pelayanan UKM
·
Kepala
Puskesmas bersama Penanggung jawab UKM perlu melakukan penilaian terhadap
kinerja pelayanan UKM
secara periodik.
·
Penilaian
kinerja dimaksudkan untuk menunjukan akuntabilitas dalam pengelolaan dan
pelaksanaan UKM Puskesmas dan melakukan perbaikan jika hasil penilaian kinerja
tidak mencapai target yang diharapkan.
·
Penilaian
tersebut dilakukan dalam rapat Kepala Puskesmas bersama dengan Penanggungjawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM.
Elemen
Penilaian:
1.
Ditetapkan Kebijakan dan prosedur tentang
penilaian kinerja dalam penyelenggaraan pelayanan UKM secara berkesinambungan (R).
2.
Kepala Puskesmas, Penanggung
Jawab UKM , Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pembahasan
penilaian kinerja paling sedikit dua kali setahun (D,W)
3.
Disusun
rencana tindak lanjut terhadap hasil pembahasan penilaian kinerja pelayanan UKM
(D,W).
4.
Hasil penilaian kinerja
dilaporkan kepada
dinas kesehatandaerah
kabupaten/kota (D)
5.
Ada bukti umpan balik (feedback)
dari Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/kota terhadap laporan hasil penilaian kinerja pelayanan UKM (D)
6.
Hasil umpan balik (feedback)
dari dinas kesehatandaerah
kabupaten/kota ditindaklanjuti. (D)
Bab 3 . Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan dan
Penunjang (UKPP)
Standar
3.1. Hak dan Kewajiban
Hak
dan Kewajiban Pasien diperhatikan dan dipenuhi oleh penyelenggara pelayanan
kesehatan
Kriteria
3.1.1.
Hak
dan kewajiban pasien, keluarga, dan petugas dipertimbangkan dan diinformasikan
pada saat pendaftaran (Lihat juga UKPP :
3.2.1; 3.3.6 dan 3.6.2)
Pokok Pikiran:
·
Kepala
Puskesmas bertanggung jawab dalam
penetapan dan pelaksanaan kebijakan pemberian pelayanan kepada pasien
yang melindungi hak pasien dan keluarga. Seluruh karyawan harus
mengetahui dan mengerti hak dan kewajiban pasien dan keluarga, serta hak
dan kewajiban sebagai karyawan Puskesmas dalam
memberikan pelayanan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Kepala
Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis wajib mengarahkan dan memastikan bahwa seluruh petugas
bertanggung jawab dalam pelaksanaan perlindungan hak dan pemenuhan
kewajiban dalam pelayanan pasien. Untuk melindungi
secara efektif dan mengedepankan hak pasien, Kepala
Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis bekerja sama dan
berusaha memahami tanggung jawab mereka dalam hubungannya dengan komunitas yang
dilayani, sedangkan petugas yang melayani dijamin akan memperoleh hak dan
melaksanakan kewajibannya sebagaimana ditetapkan.
·
Hak
pasien dan keluarga merupakan salah satu elemen dasar dari proses pelayanan di
Puskesmas, yang melibatkan petugas pasien dan keluarga. Kebijakan dan prosedur
harus ditetapkan dan dilaksanakan untuk menjamin bahwa petugas Puskesmas yang
terkait dalam pelayanan pasien memberi respons terhadap hak pasien dan
keluarga, ketika mereka melayani pasien. Hak pasien tersebut perlu dipahami
baik oleh pasien maupun oleh petugas yang memberikan pelayanan, oleh karena itu
pasien perlu mendapatkan informasi tentang hak dan kewajiban pasien sejak
proses pendaftaran.
·
Hak
dan kewajiban meliputi :
Hak-hak pasien meliputi:
(1)
memperoleh layanan yang manusiawi,
adil, jujur, dan
tanpa diskriminasi;
(2)
memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional;
(3)
memperoleh pelayanan
yang efektif dan
efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi;
(4)
memilih dokter dan dokter
gigi serta kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Puskesmas;
(5)
meminta konsultasi
tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter dan dokter gigi lain yang
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Puskesmas;
(6)
mendapatkan privasi
dan kerahasiaan penyakit
yang diderita termasuk data-data medisnya; ( Lihat juga KMP :
1.6.12)
(7)
mendapatkan
informasi yang meliputi
diagnosis dan tata
cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternative
tindakan, risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi,
dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan sertya
perkiraan biaya pengobatan;
(8)
memberikan persetujuan
atau menolak atas
tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya;
(9)
didampingi keluarganya
dalam keadaan kritis;
(10)
menjalankan ibadah
sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal tersebut tidak
mengganggu pasien lainnya;
(11)
memperoleh keamanan
dan keselamatan dirinya
selama dalam perawatan di Puskesmas;
(12)
mengajukan usul,
saran, perbaikan atas perlakuan
Puskesmas terhadap dirinya;
(13)
menolak pelayanan
bimbingan rohani yang
tidak sesuai dengan
agama dan kepercayaan yang dianut;
(14)
mendapatkan perlindungan atas
rahasia kedokteran termasuk
kerahasiaan rekam medik;
(15)
mendapatkan akses
terhadap isi rekam medis;
(16)
memberikan persetujuan
atau menolak untuk menjadi bagian dalam suatu penelitian kesehatan;
(17)
menyampaikan keluhan
atau pengaduan atas
pelayanan yang diterima;
(18)
mengeluhkan pelayanan
Puskesmas yang tidak
sesuai standar pelayanan
melalui media cetak
dan elektronik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(19)
menggugat dan/atau
menuntut Puskesmas apabila
Puskesmas diduga memberikan
pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar
baik secara perdata ataupun pidana.
Kewajiban Pasien:
(1)
mematuhi peraturan
yang berlaku di Puskesmas;
(2)
memberikan
ijin kepada fasilitas pelayanan kesehatan terhadap akses rekam medis, baik
rekam medis non elektronik maupun rekam medis elektronik
(3)
menggunakan fasilitas Puskesmas secara
bertanggungjawab;
(4)
menghormati hak-hak
pasien lain, pengunjung
dan hak Tenaga Kesehatan serta petugas lainnya yang
bekerja di Puskesmas
;
(5)
memberikan informasi
yang jujur, lengkap
dan akurat sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang
masalah kesehatannya;
(6)
memberikan informasi
mengenai kemampuan finansial
dan jaminan kesehatan yang dimilikinya;
(7)
mematuhi rencana
terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan di Puskesmas dan disetujui
oleh Pasien yang bersangkutan
setelah mendapatkan penjelasan
sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
(8)
menerima segala
konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi yang
direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan dan/atau tidak mematuhi
petunjuk yang diberikan
oleh Tenaga Kesehatan
dalam rangka penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
(9)
memberikan imbalan
jasa atas pelayanan yang diterima.
·
Selama
proses pelaksanaan layanan pasien, petugas kesehatan harus memperhatikan dan
menghargai kebutuhan dan hak pasien. Kebutuhan dan keluhan pasien
diidentifikasi selama proses pelaksanaan layanan. Perlu ditetapkan kebijakan
dan prosedur untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keluhan pasien/keluarga
pasien, menindaklanjuti, dan menggunakan informasi tersebut untuk perbaikan.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan
kebijakan dan prosedur penyampaian hak dan kewajiban pasien/keluarga selama
proses pendaftaran dengan cara dan bahasa yang dipahami oleh pasien
dan/keluarga (R)
2. Hak dan kewajiban pasien
diinformasikan selama proses pendaftaran dengan cara dan bahasa yang dipahami
oleh pasien dan/keluarga sesuai regulasi. (D,
O, W, S)
3. Hak pasien/keluarga termasuk tata nilai dan
kepercayaan pasien diperhatikan mulai dari pendaftaran, selama proses asuhan
sampai dengan pasien pulang. (O,W)
4. Privasi pasien dan kebutuhan pasien akan privasi
diidentifikasi dan diperhatikan pada waktu melakukan anamnesis, pemeriksaan,
pelaksanaan asuhan, pemberian tindakan, dan transportasi/pemindahan pasien.
(D, O,W)
Kriteria
3.1.2.
Persetujuan
umum diminta pada waktu mendaftar rawat jalan dan setiap rawat inap, dan
persetujuan tindakan medik yang berisiko tinggi diminta sebelum
pelaksanaan tindakan berisiko tinggi.
Pokok
Pikiran:
·
Puskesmas wajib
meminta persetujuan umum (general consent) kepada pasien atau
keluarganya yang berisi persetujuan
terhadap tindakan yang berisiko rendah, prosedur diagnostik, pengobatan medis
lainnya, batas-batas yang telah ditetapkan, dan persetujuan lainnya, termasuk peraturan tata tertib dan penjelasan tentang hak dan
kewajiban pasien
·
Persetujuan umum
tersebut diminta pada saat pasien datang pertama kali untuk rawat jalan dan
setiap rawat inap.
·
Salah
satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan yang
diterimanya adalah dengan cara memberikan informed consent/informed
choice. Setiap tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadap pasien, harus mendapatkan persetujuan. Untuk
menyetujui/memilih tindakan, pasien harus diberi penjelasan/konseling tentang
hal yang berhubungan dengan pelayanan yang direncanakan, karena diperlukan
untuk suatu keputusan persetujuan.
·
Penjelasan
tentang tindakan kedokteran minimal mencakup :
a)
diagnosis
dan tata cara tindakan kedokteran
b)
tujuan
tindakan kedokteran yang dilakukan
c)
alternatif
tindakan lainnya dan risikonya
d)
risiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi
e)
prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan
f)
perkiraan
pembiayaan
·
Informed Consent atau Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
·
lnformed
consent dapat diperoleh pada
berbagai titik waktu dalam proses pelayanan. Misalnya, informed consent
diperoleh ketika pasien masuk rawat inap
dan sebelum suatu tindakan atau pengobatan tertentu yang berisiko.
Proses persetujuan ditetapkan dengan jelas oleh Puskesmas dalam kebijakan dan
prosedur, yang mengacu kepada undang-undang dan peraturan yang berlaku.
·
Pasien
dan keluarga dijelaskan tentang tes/tindakan, prosedur, dan pengobatan mana
yang memerlukan persetujuan dan bagaimana mereka dapat memberikan persetujuan
(misalnya, diberikan secara lisan, dengan menandatangani formulir persetujuan,
atau dengan cara lain). Pasien dan keluarga memahami siapa yang dapat
memberikan persetujuan selain pasien. Petugas pelaksana tindakan yang diberi
wewenang telah terlatih untuk memberikan penjelasan kepada pasien dan mendokumentasikan
persetujuan tersebut.
·
Pasien
atau mereka yang membuat keputusan atas nama pasien, dapat memutuskan untuk
tidak melanjutkan pelayanan atau pengobatan yang direncanakan atau meneruskan
pelayanan atau pengobatan setelah kegiatan dimulai, termasuk menolak untuk
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
·
Pemberi
pelayanan wajib memberitahukan pasien dan keluarganya tentang hak mereka untuk
membuat keputusan, potensi hasil dari keputusan tersebut dan tanggung jawab
mereka berkenaan dengan keputusan tersebut. Pasien dan keluarganya diberitahu
tentang alternatif pelayanan dan pengobatan.
·
Yang
dimaksud dengan alternatif pelayanan dan pengobatan adalah alternatif lain
dalam tindakan pelayanan maupun pengobatan misalnya pasien diare menolak di infus
maka pasien diedukasi agar minum air dan oralit sesuai kondisi tubuh pasien
Elemen
Penilaian:
1. Ditetapkan
kebijakan dan prosedur persetujuan umum (general
consent), dan persetujuan tindakan medik (informed consent). (R)
2. Persetujuan umum diminta saat pertama kali pasien masuk rawat jalan dan
setiap kali masuk rawat inap (D, W)
3. Pasien/keluarga pasien memperoleh
informasi mengenai tindakan medis/pengobatan tertentu yang berisiko yang akan
dilakukan sebelum memberikan persetujuan atau penolakan
termasuk konsekuensi dari keputusan penolakan tersebut.
(D)
4. Pelaksanaan general
consent dan informed
consent didokumentasikan. (D)
Standar
3.2.
Proses
Pendaftaran Pasien dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pelanggan dan
keselamatan pasien.
Proses pendaftaran pasien memenuhi
kebutuhan pelanggan dan didukung oleh sarana dan lingkungan yang memadai.
Kriteria
3.2.1.
Pendaftaran dilaksanakan dengan efektif dan
efisiensesuai dengan kebutuhan pelanggan, informasi tentang pendaftaran dan fasilitas rujukan
tersedia pada waktu pendaftaran.
Pokok Pikiran:
·
Pasien harus diberi kemudahan akses
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Pendaftaran
pasien meliputi: pendaftaran pasien rawat jalan, pendaftaran pasien rawat inap,
dan menahan pasien untuk observasi atau stabilitasi.
·
Kebutuhan
pasien perlu diperhatikan, diupayakan dan dipenuhi sesuai dengan misi dan
sumber daya yang tersedia di Puskesmas. Jika kebutuhan pasien tidak dapat
dipenuhi, maka dapat dilakukan rujukan ke Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan (FKRTL)
·
Kebijakan
dan prosedur pendaftaran perlu disusun yang memuat:
a)
proses
pendaftaran
b)
identifikasi
kebutuhan dan kepuasan pelanggan
c)
keselamatan
pasien
d)
koordinasi
pendaftaran dengan unit kerja yang lain
·
Keselamatan
pasien dan petugas sudah harus diperhatikan sejak pertama pasien kontak dengan
Puskesmas, dengan demikian prosedur pendaftaran sudah mencerminkan penerapan
upaya keselamatan pasien, terutama dalam hal identifikasi pasien minimal dengan 2 identitas
yang relatif tidak berubah: nama lengkap pasien, tanggal
lahir, nomor identitas kependudukan dan nomor rekam media.
·
Pedoman pendaftaran perlu disusun sebagai acuan bagi petugas dalam melaksanakan pelayanan pendaftaran
di Puskesmas. Dalam melaksanakan pelayanan pendaftaran perlu dibuat acuan
tentang alur pendaftaran, kriteria petugas pendaftaran, dan dokumen yang
diperlukan pada saat pendaftaran serta tetap memperhatikan prinsip
sasaran keselamatan pasien. (lihat juga PMP : 5.1.1 dan 5.3.1)
·
Di
tempat pendaftaran, pasien dan masyarakat dapat memperoleh informasi tentang sarana pelayanan, antara
lain: tarif, jenis pelayanan, alur dan proses pendaftaran, alur dan proses
pelayanan, rujukan, dan ketersediaan tempat tidur untuk Puskesmas
perawatan/rawat inap.
·
Informasi
di tempat pendaftaran harus tersedia dengan jelas, mudah diakses, dan dipahami
oleh pasien dan masyarakat, dengan memperhatikan latar belakang tata nilai,
budaya dan bahasa.
·
Pasien
mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang tahapan pelayanan klinis yang akan dilalui mulai
dari proses kajian sampai pemulangan. Tahapan pelayanan klinis adalah tahapan
pelayanan sejak mendaftar, diperiksa sampai dengan meninggalkan tempat
pelayanan dan tindak lanjut di rumah jika diperlukan. Informasi tersebut
termasuk apabila pasien perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi. (Lihat juga UKPP :
3.1)
·
Informasi tentang
rujukan harus tersedia di pendaftaran termasuk ketersediaan Perjanjian Kerja
Sama (PKS) dengan FKRTL yang memuat jenis pelayanan yang disediakan.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur
pendaftaran (R)
2.
Tersedia
informasi tentang pendaftaran, jenis
pelayanan, alur pendaftaran, prosedur dan alur pelayanan,
jadwal pelayanan dan informasi lain tentang sarana
pelayanan yang dapat diakses oleh pelanggan serta
tentang kerjasama dengan fasilitas rujukan untuk menjamin kesinambungan
pelayanan klinis (D, O, W)
3.
Pendaftaran
dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dengan memperhatikan
keselamatan pasien (O,W,S)
Kriteria
3.2.2.
Pasien
dengan kendala dan/ atau berkebutuhan
khusus diidentifikasi dan difasilitasi agar dapat memperoleh pelayanan klinis
yang optimal.
Pokok Pikiran:
·
Puskesmas
melayani berbagai populasi masyarakat, termasuk diantaranya pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan
khusus, antara lain: balita,
ibu hamil, disabilitas,lanjut
usia, kendala bahasa, budaya, atau kendala lain yang dapat berakibat terjadinya
hambatan atau tidak optimalnya proses asesmen maupun pemberian asuhan klinis.
·
Kesulitan
atau hambatan tersebut perlu diantisipasi agar dapat dilakukan upaya untuk
mengurangi dan menghilangkan kesulitan atau hambatan tersebut mulai saat pendaftaran,
pemberian asuhan, sampai dengan pemulangan.
Elemen penilaian:
1.
Dilakukan
identifikasi dan tindak lanjut terhadap pasien dengan keterbatasan,
kendala dan/atau berkebutuhan khusus.
(D)
2.
Dilakukan fasilitasi
kepada pasien dengan kendala dan atau berkebutuhan khusus dalam
proses pelayanan.(O,S)
Kriteria
3.2.3.
Pasien
gawat darurat diberikan prioritas untuk asesmen
sebagai bentuk pelaksanaan triase.
Pokok Pikiran:
·
Pasien
gawat
darurat diidentifikasi dengan
proses triasemengacu pada pedoman tata laksana triase sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
·
Prinsip triase dalam memberlakukan
sistem prioritas dengan penentuan atau penyeleksian pasien yang harus
didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa
yang timbul berdasarkan:
a)
Ancaman
jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b)
Dapat
meninggal
dalam hitungan jam
c)
Trauma
ringan
d)
Sudah
meninggal
Pasien-pasien tersebut
didahulukan diperiksa dokter sebelum pasien yang lain, mendapat pelayanan
diagnostik sesegera mungkin dan diberikan pengobatan sesuai dengan kebutuhan.
·
Pasien
harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk yaitu bila tidak tersedia
pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan kondisi emergensi
dan pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang mempunyai kemampuan
lebih tinggi.
·
Dalam
penanganan pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera, prinsip
pencegahan dan pengendalian infeksi diterapkan untuk pasien dengan risiko
penularan infeksi, misalnya infeksi melalui udara/airborne.
Elemen penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, pedoman
dan prosedur tentang pelaksanaan proses triase dalam memprioritaskan pasien
dengan kebutuhan gawat darurat. (R)
2. Pasien diprioritaskan atas dasar kegawat daruratannya seperti yang
tercantum di pokok pikiran. (D,O,S)
3. Pasien gawat darurat yang perlu dirujuk ke FKRTL, diperiksa
dan dibuat stabil terlebih dahulu sesuai kemampuan Puskesmas dan dipastikan
dapat diterima di FKRTL (D,O)
Standar
3.3.
Pengkajian, Rencana
Asuhan, dan Pemberian Asuhan
dilaksanakan secara paripurna.
Kajian pasien dilakukan secara paripurna untuk
mendukung rencana dan pelaksanaan pelayananoleh petugas kesehatan profesional
dan/atau tim kesehatan antar profesi yang digunakan untuk menyusun keputusan
layanan klinis. Pelaksanaan asuhan dan pendidikan pasien/keluarga
dilaksanakan sesuai rencana yang disusun, dipandu oleh kebijakan dan prosedur,
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku
Kriteria
3.3.1.
Proses kajian awal
dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai kebutuhan dan harapan
pasien/keluarga.
Pokok Pikiran:
·
Proses kajian pasien merupakan proses yang
berkesinambungan dan dinamis, baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat
inap. Proses kajian pasien menentukan efektivitas
asuhan yang akan dilakukan.
·
Kajian pasien meliputi tugas proses utama, yaitu:
a. Mengumpulkan
data dan informasi tentang kondisi fisis, psikologis, status sosial, dan
riwayat penyakit. Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut dilakukan
anamnesis (data Subjektif = S), pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang
(data Objektif = O).(Lihat juga KMP : 1.6.11 tentang manajemen data dan informasi)
b. Analisis
data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan masalah, kondisi, dan
diagnosis untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien (asesmen atau analisis = A)
c. Membuat
rencana asuhan (Perencanaan asuhan = P), yaitu menyusun solusi untuk mengatasi
masalah atau memenuhi kebutuhan pasien.
·
Pada saat pasien pertama kali diterima dilakukan
kajian awal, untuk selanjutnya dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan
baik pada pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap sesuai dengan
perkembangan kondisi kesehatannya.
·
Ketika pasien diterima di Puskesmas untuk memperoleh
pelayanan klinis perlu dilakukan kajian awal yang paripurna oleh tenaga medis,
keperawatan/kebidanan, dan disiplin yang lain meliputi: status
fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual, ekonomi, riwayat kesehatan,
riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen risiko jatuh, asesmen fungsional
(gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko gizi, , kebutuhan edukasi, dan rencana
pemulangan.
·
Kajian awal hanya dapat
dilakukan oleh dokter, dokter
gigi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai
dengan rincian wewenang klinis.
·
Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka hasil
kajian harus dicatat dalam rekam medis. Informasi yang ada dalam rekam medis
harus mudah diakses oleh petugas yang bertanggung jawab dalam memberikan
asuhan, agar informasi tersebut dapat digunakan pada saat dibutuhkan demi
menjamin kesinambungan dan keselamatan pasien. Rekam medis pasien adalah
catatan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan medis,
penunjang medis, dan keperawatan/kebidanan.
·
Kajian awal sampai pada penegakan diagnosis dan
penetapan pelayanan/tindakan sesuai kebutuhan serta rencana tindak lanjut dan
evaluasinya.
·
Kajian awal juga dapat digunakan untuk membuat
keputusan perlu atau tidaknya dilaksanakan review/kajian
ulang pada situasi yang meragukan,dengankajian medis, kajian penunjang medis,
kajian keperawatan/kebidanan,
dan kajian lain wajib didokumentasikan dengan baik. Hasil kajian tersebut harus
dapat dengan cepat dan mudah ditemukan kembali dalam rekam medis atau dari
lokasi lain yang ditentukan untuk dapat digunakan oleh petugas yang melayani
pasien.
·
Dalam kajian awal, dilakukan kajian apakah pasien
memerlukan rencana pemulangan (discharge
planning) berdasar kriteria yang ditetapkan sesuai dengan keragaman
kebutuhan pasien.
·
Pada saat kajian awal perlu
diperhatikan juga apakah pasien mengalami kesakitan atau nyeri. Nyeri adalah
bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung akan terjadi kerusakan
jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan
·
Ada beberapa cara untuk
membantu menilai nyeri dengan menggunakan skala assessment nyeri, misalnya
:
§ Visual Analog Scale (VAS)
Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling
banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara
visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri
diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap
sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan
deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain
mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal
atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa
nyeri. Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS
adalah penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca
bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual dan
motorik serta kemampuan konsentrasi
No Pain Worst
Possible Pain
§
Verbal Rating Scale (VRS)
Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan pada skala ini,
sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih
bermanfaat pada periode pasca bedah, karena secara alami verbal / kata-kata
tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal
menggunakan kata - kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat
nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya
nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang,
cukup berkurang, baik/ nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi
pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.
No Pain Mild Pain Moderate
Pain Severe
Pain Very
Severe Pain Worst
Possible Pain
§
Numeric Rating Scale (NRS)
Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif
terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS
terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya adalah keterbatasan
pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk
membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak yang
sama antar kata yang menggambarkan efek analgesik.
§
Wong Baker Pain Rating Scale
Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun
yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan jenis dan
isi kajian awal dalam rekam medis secara kolaboratif antar praktisi klinis. (R)
2.
Terdapat
prosedur kajian awal untuk mengidentifikasi berbagai kebutuhan dan harapan
pasien dan keluarga pasien, mencakup pelayanan medis, penunjang medis,
keperawatan/kebidanan, dan pelayanan klinis yang lain. (R)
3.
Dilakukan
kajian awal oleh tenaga yang kompeten mengacu pada standar profesi, dicatat dalam rekam
medis, digunakan untuk penyusunan rencana asuhan,
koordinasi dalam pemberian asuhan,
dan rencana pemulangan. (D, O, W)
4.
Dilakukan kajian dan penanganan
nyeri. (D,O,W)
5.
Disusun
rencana pemulangan untuk pasien yang memerlukan rencana pemulangan sesuai
dengan hasil kajian awal (D, W)
Kriteria
3.3.2.
Tenaga kesehatan dan/ atau tim kesehatan antar profesi yang profesional
melakukan kajian pasien untuk menetapkan
diagnosis dan rencana asuhan.
Pokok Pikiran:
·
Kajian
pasien dan
penetapan diagnosis hanya boleh dilakukan oleh tenaga professional yang
kompeten. Proses kajian tersebut dapat dilakukan secara individual atau jika
diperlukan oleh tim kesehatan antar profesi yang terdiri dari dokter, dokter
gigi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai
dengan kebutuhan pasien.
·
Kajian pasien baik kajian awal maupun kajian ulang
harus dicatat dalam rekam medis untuk mengetahui histori dan perkembangan
kondisi pasien sebagai dasar untuk menyusun rencana asuhan.
·
Rencana
asuhan disusun
berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan dalam bentuk diagnosis dan asuhan
klinis yang akan diberikan.
·
Luaran
klinis tergantung dari ketepatan dalam penyusunan rencana asuhan yang sesuai
dengan kondisi pasien dan standar pelayanan klinis, oleh karena itu dalam
menyusun rencana asuhanperlu dipandu oleh panduan praktik klinis dan/atau standar
pelayanan yang ditetapkan.
·
Jika
dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, maka harus dilakukan
koordinasi dalam penyusunan rencana asuhan terpadu.
·
Yang
dimaksud dengan tenaga professional yang kompeten adalah tenaga yang dalam melaksanakan tugas profesinya dipandu
oleh standar dan kode etik profesi, dan mempunyai kompetensi sesuai dengan
pendidikan dan pelatihan yang dimiliki, dan dapat dibuktikan dengan adanya
sertifikat kompetensi.
·
Tenaga medis dapat
memberikan pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi tertentu kepada perawat, bidan atau tenaga
kesehatan pemberi asuhan yang lain secara tertulis. Pelimpahan wewenang tersebut hanya dapat
dilakukan dalam keadaan tenaga medis tidak berada ditempat, dan/atau karena
keterbasatan ketersediaan tenaga medis.
·
Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan
medis tersebut dilakukan dengan ketentuan:
1)
Tindakan yang dilimpahkan
termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima
pelimpahan
2)
Pelaksanaan tindakan yang
dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan
3)
Pemberi pelimpahan tetap
bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan
sesuai dengan pelimpahan yang diberikan
4)
Tindakan yang dilimpahkan
tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan
5)
Tindakan yang dilimpahkan
tidak bersifat terus menerus.
Elemen Penilaian:
1. Kajian pasien dan penetapan
diagnosis dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
profesional dan kompeten, dan dicatat dalam rekam medis. (R,D,O)
2. Tersedia Panduan praktik klinis
dan prosedur asuhan klinis yang disusun
berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan. (R)
3. Tersedia tim kesehatan antar profesi
untuk melakukan kajian jika diperlukan penanganan secara tim. (R,D,O)
4. Rencana asuhan klinis dan/atau
rencana asuhan terpadu disusun sesuai dengan kebutuhan pasien, berdasar panduan
praktik klinis, dan proseduryang ditetapkan (D)
5. Dalam keadaan tertentu jika tidak
tersedia tenaga medis, dapat dilakukan pelimpahan wewenang tertulis
kepada perawat dan/ atau bidan yang telah mengikuti pelatihan, untuk melakukan
kajian awal medis dan pemberian asuhan medis sesuai kewenangan delegative yang
diberikan. (R,D)
Kriteria
3.3.3.
Pelaksanaan layanan
bagi pasien gawat darurat dan/atau berisiko tinggi lainnya
dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang berlaku.
Pokok Pikiran:
·
Pasien
berisiko tinggi adalah pasien yang dikategorikan berisiko tinggi karena usia,
kondisi kesehatan, atau mempunyai kebutuhan kritis untuk segera mendapat
pertolongan, termasuk pasien rentan yang karena kondisinya tidak mampu menjaga
diri sendiri terhadap adanya bahaya atau kekerasan.
·
Kasus-kasus
yang termasuk gawat darurat dan/atau berisiko tinggi perlu diidentifikasi, dan
ada kejelasan kebijakan dan prosedur dalam pelayanan pasien gawat darurat 24
jam
·
Kasus-kasus
berisiko tinggi dapat berupa kasus berisiko tinggi terjadinya kematian atau
cedera termasuk kasus gawat darurat pada ibu hamil/melahirkan, risiko bagi
masyarakat atau lingkungan, dan kasus yang memungkinkan terjadinya penularan
infeksi bagi petugas, pasien dan masyarakat.
·
Prosedur
penanganan pasien gawat darurat disusun berdasar panduan praktik klinis untuk
penanganan pasien gawat darurat dengan referensi yang dapat dipertanggung
jawabkan.
·
Penanganan
pasien gawat darurat di Puskesmas Non Rawat Inap dilakukan di ruang tindakan
untuk pelayanan pasien gawat darurat.
·
Penanganan
kasus-kasus berisiko tinggi yang memungkinkan terjadinya penularan baik bagi
petugas maupun pasien yang lain perlu diperhatikan sesuai dengan prinsip
pencegahan dan pengendalian infeksi.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan
pasien gawat darurat (emergensi), pasien berisiko tinggi yang mudah diakses oleh
petugas. (R)
2. Dilakukan identifikasi kasus-kasus
gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi yang sering
terjadi.(D)
3. Pemberian asuhan pada pasien gawat
darurat dan/ atau berisiko tinggi dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan dan
prosedur yang ditetapkan (O, W)
Kriteria
3.3.4.
Rencana asuhan
klinis disusun bersama pasien dengan memperhatikan kebutuhan biologis,
psikologis, sosial, spiritual dan tata nilai budaya pasien.
Pokok Pikiran:
·
Pasien
mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap asuhan yang akan
diperoleh. Pasien/keluarga diberi
peluang untuk bekerjasama dalam menyusun rencana asuhan klinis yang akan
dilakukan. Dalam menyusun rencana asuhan tersebut harus memperhatikan kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, spiritual dan memperhatikan nilai-nilai budaya
yang dimiliki oleh pasien.
·
Resiko
yang mungkin terjadi pada pasien antara lain resiko alergi, infeksi, jatuh dan
efek samping asuhan serta obat
·
Rencana
asuhan mempertimbangkan komunikasi, informasi dan edukasi pada pasien dan
keluarga
Elemen Penilaian:
1. Petugas kesehatan dan/ atau tim
kesehatan melibatkan setiap pasien dalam kajian, penyusun rencana dan pelaksanaan
asuhan termasuk pendidikan/penyuluhan pasien (D,O)
2. Risiko dan efek samping yang mungkin
terjadi pada pasien dipertimbangkan sejak awal dalam menyusun rencana asuhan
dan diinformasikan kepada pasien. (D)
Kriteria
3.3.5.
Asuhan Pasien
diberikan oleh tenaga sesuai kompetensi
lulusan dengan kejelasan rincian wewenang yang sesuai dengan
wewenang yang dimiliki.
Pokok Pikiran:
·
Kompetensi Lulusan Medis
a)
Setiap
pasien dilayani oleh dokter atau dokter gigi penanggung jawab pelayanan yang
mempunyai rincian wewenang klinis sesuai kompetensi yang dimiliki. Asuhan medis
dilaksanakan berdasarkan panduan pelayanan medis dan/atau prosedur pelayanan
medis sesuai dengan rencana asuhan yang disusun. Dalam keadaan dokter atau dokter gigi tidak
tersedia atau tidak berada di tempat, dapat dilakukan pemberian wewenang
delegatif kepada perawat atau bidan atau dengan pemberian wewenang khusus
sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
b)
Pelayanan
klinis harus diberikan dengan efektif dan efisien. Dalam perencanaan maupun
pelaksanaannya harus menghindari pengulangan yang tidak perlu. Untuk itu
diperlukan upaya pendukung yang sesuai dengan kemampuan Puskesmas, dan
dipadukan sebagai hasil kajian dalam merencanakan dan melaksanakan
layananklinis bagi pasien.
c)
Pengulangan
yang tidak perlu dapat berupa pemeriksaan
fisis dan neuorologi, permintaan pemeriksaan
penunjang yang sebelumnya sudah dilakukan, pemberian obat sejenis atau dengan
tujuan yang sama, maupun pemberian asuhan yang lain.
d)
Untuk
mencegah pengulangan yang tidak perlu, dilakukan prosedur terintegrasi, semua
pemeriksaan penunjang, pemberian obat, tindakan, dan asuhan klinis dicatat
dalam rekam medis sehingga petugas pemberi asuhan dapat menggunakannya sebagai
pertimbangan sebelum membuat keputusan asuhan ataupun permintaan pemeriksaan
penunjang.
·
Kompetensi Lulusan Keperawatan/Kebidanan :
Setiap pasien dilayani
oleh perawat/bidan
dan praktisi klinis lain yang mempunyai rincian wewenang klinis sesuai
kompetensi yang dimiliki. Asuhan dilaksanakan berdasarkan panduan pelayanan
keperawatan/kebidanan dan/atau prosedur pelayanan klinis lain sesuai dengan
rencana asuhan yang disusun.
Elemen Penilaian:
1. Asuhan Pasien diberikan oleh dokter
atau dokter gigi penanggung jawab pelayanan, perawat/ bidan, dan tenaga
kesehatan pemberi asuhan yang lain. (D, W)
2. Asuhan Pasien dilakukan sesuai
rencana asuhan dan panduan praktik klinis dan/atau prosedur-prosedur asuhan
klinis, tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu, dan
dicatat dalam rekam medispasien(D,
W)
3. Asuhan yang diberikan dan perkembangan
kondisi pasien serta
kemajuan dalam pemberian asuhan dicatat dalam rekam medis pasien (D)
Kriteria
3.3.6.
Pelaksanaan asuhan
terpadu dikoordinir oleh dokter dan dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan
terpadu, yang disusun untuk memenuhi kebutuhan pasien dan dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan.
Pokok Pikiran:
·
Pada
kondisi tertentu misalnya
kasus penyakit tuberculosis dengan malnutrisi maka perlu penanganan secara
terpadu dari dokter, nutrisionis dan penanggungjawab program TB, pasien
memerlukan asuhan terpadu yang meliputi asuhan medis, asuhan keperawatan,
asuhan gizi,
dan asuhan kesehatan yang lain, sesuai dengan kebutuhan pasien.
·
Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan
berkewajiban mengkoordinasikan pelaksanaan asuhan terpadu untuk mencapai luaran
klinis yang diharapkan, dan upaya promotif maupun preventif bagi
keluarga dan masyarakat.
Elemen Penilaian:
1. Dokter yang bertanggungjawab
terhadap pelayanan pasien melakukan
koordinasi pelaksanaan asuhan terpadu. (D)
2. Asuhan terpadu dilaksanakan secara
kolaboratif oleh pemberi asuhan sesuai dengan rencana asuhan terpadu, panduan
praktik klinis, dan prosedur asuhan klinis dan dicatat
dalam rekam medis secara terintegrasi. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut
perbaikan terhadap pelaksanaan asuhan
terpadu dan kemajuan kondisi pasien. (D)
Kriteria
3.3.7.
Penyiapan,
penggunaan, dan pemberian obat dan/ atau cairan intravena dipandu dengan
kebijakan dan prosedur yang jelas.
Pokok
Pikiran:
·
Penggunaan
dan pemberian obat dan/atau cairan
intravena merupakan kegiatan yang berisiko terhadap terjadinya infeksi, oleh
karena itu perlu dipandu dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.
·
Prinsip-prinsip
aseptik digunakan dalam pemberian obat dan/atau cairan intravena.
Elemen
Penilaian:
1. Ditetapkan
kebijakan dan prosedurpenyiapan, penggunaan dan pemberian
obat/cairan intravena (R)
2.
Obat/cairan
intravena diberikan sesuai dengan kebijakan dan prosedur (D)
Kriteria
3.3.8.
Pasien/keluarga
memperoleh edukasi kesehatan dengan pendekatan yang komunikatif dan bahasa yang
mudah dipahami
Pokok
Pikiran:
·
Untuk
meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerjasama antara petugas
kesehatan dan pasien/keluarga. Pasien/keluarga perlu mendapatkan penyuluhan
kesehatan dan edukasi yang terkait dengan penyakit dan kebutuhan klinis pasien,
oleh karena itu penyuluhan dan pendidikan pasien/keluarga perlu dipadukan dalam
pelayanan klinis. Pendidikan dan penyuluhan kepada pasien termasuk perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS).
·
Agar
penyuluhan dan pendidikan pasien/keluarga dilaksanakan dengan efektif maka
dilakukan dengan pendekatan komunikasi interpersonal antara pasien dan petugas
kesehatan, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien/keluarga.
·
Dalam proses memberikan penyuluhan/ pendidikan pada
pasien, didorong agar pasien/keluarga pasien untuk berbicara/ bertanya terkait
dengan masalah kesehatan, pengobatan, dan pemenuhan kebutuhan pasien.
Elemen
Penilaian:
1. Ditetapkan
kebijakan dan prosedur penyuluhan/ pendidikan
kesehatan bagi pasien dan keluarga. (R)
2. Dilakukan penyuluhan/ pendidikan kesehatan bagi
pasien dan keluarga dengan metoda yang dapat dipahami oleh pasien dan keluarga. (D,O)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap
efektivitas penyampaian informasi kepada pasien/ keluarga pasien agar mereka
dapat berperan aktif dalam proses layanan dan memahami konsekuensi layanan yang
diberikan.(D)
Standar
3.4.
Pelayanan anastesi lokal dan
pembedahan minor di Puskesmas dilaksanakan sesuai standar.
Tersedia pelayanan anestesi lokal dan pembedahan
minor untuk memenuhi kebutuhan pasien
Kriteria
3.4.1
Pelayanan
anestesi lokal di Puskesmas dilaksanakan sesuai standar dan peraturan
perundangan yang berlaku.
Pokok Pikiran:
·
Dalam
pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas terutama pelayanan gawat
darurat, pelayanan gigi, dan keluarga berencana kadang-kadang memerlukan
tindakan bedah minor yang membutuhkan lokal anestesi. Pelaksanaan lokal
anestesi tersebut harus memenuhi standar dan peraturan perundangan
yang berlaku, serta kebijakan dan prosedur yang berlaku di Puskesmas.
·
Kebijakan
dan prosedur memuat:
a)
penyusunan
rencana termasuk identifikasi perbedaan antara dewasa, geriatri dan anak atau
pertimbangan khusus
b)
dokumentasi
yang diperlukan untuk dapat bekerja dan berkomunikasi efektif
c)
persyaratan
persetujuan khusus
d)
kualifikasi,
kompetensi, dan keterampilan petugas pelaksana
e)
ketersediaan
dan penggunaan peralatan anestesi
f)
teknik
melakukan anestesi lokal
g)
frekuensi
dan jenis bantuan resusitasi jika diperlukan
h)
tata
laksana pemberianbantuan
resusitasi yang tepat
i)
tata
laksana terhadap komplikasi
j)
bantuan
hidup dasar
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan
anestesi lokal (R)
2.
Pelayanan
anestesi lokal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten sesuai dengan kebijakan.
(D, O, W)
3.
Dilakukan pemantauan
status fisiologi pasien selama pemberian anestesi lokal oleh petugas
melakukan anestesi lokal dan dicatat dalam rekam medis pasien (D)
4.
Jenis,
dosis dan teknik anestesi lokal ditulis dalam rekam medis pasien.(D)
Kriteria
3.4.2
Pelayanan
bedah di Puskesmas direncanakan dan dilaksanakan memenuhi standar dan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pokok Pikiran:
·
Dalam
pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas terutama pelayanan gawat
darurat, pelayanan gigi, dan keluarga berencana kadang-kadang memerlukan
tindakan bedah minor yang membutuhkan anestesi. Pelaksanaan bedah minor
tersebut harus memenuhi standar dan peraturan yang berlaku, serta kebijakan dan
prosedur yang berlaku di Puskesmas.
·
Dokter yang melakukan pembedahan wajib :
a.
menyampaikan informasi dan
hasil kajian pasien
b.
menyusun rencana tindakan
pembedahan berdasar kajian pasien
c.
edukasi pada pasien/keluarga
terkait pembedahan yang akan dilakukan, termasuk komplikasi yang mungkin terjadi
dan hasil yang tidak diharapkan
d.
melaksanakan prosedur
pembedahan yang aman
e.
menyusun laporan pembedahan
yang meliputi: diagnosis sesudah pembedahan, nama dokter yang melakukan
pembedahan, prosedur pembedahan yang dilakukan dan rincian temuan, ada tidaknya
komplikasi, specimen yang dikirim untuk diperiksa (jika ada), tanggal, waktu,
tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.
f.
melakukan perbaikan pasien pada saat pemulihan
g.
melakukan perbaikan pasca pembedahan termasuk memberikan
instruksi pemulangan.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkankebijakan dan prosedur pelayanan
pembedahan (R)
2. Dokter atau dokter gigi
yang akan melakukan pembedahan minor membuat kajian sebagai dasar untuk
menyusun rencana asuhan pembedahan.(D)
3.
Dokter atau dokter
gigi yang akan melakukan pembedahan minor menjelaskan risiko, manfaat,
komplikasi potensial, dan alternatif kepada pasien/keluarga pasien.(D)
4.
Pembedahan
dilakukan sesuai prosedur, dan dicatat dalam rekam medis
dalam bentuk laporan operasi.(D)
5.
Status fisiologi
pasien dipantau terus menerus selama dan segera setelah pembedahan dan
dituliskan dalam rekam medis. (D,O)
Standar
3.5.
Pemberian
makanan dan terapi gizi sesuai dengan kebutuhan pasien dan ketentuan peraturan perundangan
Pemberian makanan dan terapi gizi diberikan sesuai
dengan status gizi pasien secara
regular, sesuai dengan rencana asuhan,
umur, budayadan bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Pasien berperan serta
dalam perencanaan dan seleksi makanan
Kriteria
3.5.1.
Pemberian
makanan sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten dengan asuhan
klinis tersedia secara reguler.
Pokok Pikiran
·
Kondisi
kesehatan dan proses pemulihan pasien membutuhkan asupan makanan dan gizi yang
memadai, oleh karena itu makanan perlu disediakan secara regular, sesuai
dengan rencana asuhan, umur, budaya, dan bila dimungkinkan pilihan menu
makanan. Pasien berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.
·
Pemesanan
dan pemberian makanan hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
·
Setiap orang harus mengonsumsi
makanan sesuai dengan standar angka kecukupan gizi
·
Angka Kecukupan Gizi adalah
suatu nilai acuan kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang
menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas fisik untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal
·
Pemberian makanan kepada pasien di Puskesmas diberikan
secara reguler sesuai dengan rencana asuhan berdasarkan hasil penilaian status
gizi dan kebutuhan pasien sesuai Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) yang
tercantum di dalam Pedoman Pelayanan Gizi di Puskesmas.
·
Pemberian makanan kepada pasien rawat inap harus
dicatat dan didokumentasikan dengan baik.
·
Keluarga
pasien dapat berpartisipasi dalam menyediakan makanan bila sesuai dan
konsisten dengan kajian kebutuhan pasien
dan rencana asuhan dengan sepengetahuan dari petugas kesehatan yang berkompeten.
·
Bila
keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien, mereka diberikan
edukasi tentang makanan yang dilarang/kontra indikasi dengan kebutuhan dan
rencana pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi obat dengan makanan.
Elemen Penilaian
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur pemberian makanan pada pasien sesuai dengan status gizi
dan rencana asuhan gizi. (R)
2. Disusun rencana asuhan gizi berdasar
kajian kebutuhan gizi pada pasien sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan
pasien. (D)
3. Distribusi
dan pemberian makanan dilakukan sesuai jadwal dan pemesanan. (D, W)
4. Pasien dan/ atau keluarga diberi
edukasi tentang pembatasan diit pasien dan keamanan/kebersihan makanan, bila
keluarga ikut menyediakan makanan bagi pasien. (D)
5.
Dilakukan
dokumentasi asuhan gizi yang diberikan kepada semua pasien gizi. (D,W)
Standar
3.6.
Pemulangan dan
tindak lanjut pasien dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan dengan prosedur yang
tepat. Jika pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain, rujukan dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi pasien
ke sarana pelayanan lain diatur dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.
Kriteria
3.6.1
Pemulangan dan tindak
lanjut pasien yang bertujuan untuk kelangsungan layanan dipandu oleh prosedur
yang baku
Pokok Pikiran:
·
Untuk
menjamin kesinambungan pelayanan, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur
pemulangan pasien dan tindak lanjut.
·
Dokter/dokter
gigi bersama dengan tenaga kesehatan yang lain menyusun rencana pemulangan yang
berisi instruksi dan/atau dukungan yang perlu diberikan baik oleh Puskesmas maupun
keluarga pasien pada saat pemulangan maupun tindak lanjut di rumah, sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan.
·
Pemulangan
dilakukan oleh dokter/dokter gigi yang bertanggungjawab terhadap pasien.
·
Pemulangan pasien dilakukan berdasar kriteria yang
ditetapkan oleh dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab terhadap pasien untuk
memastikan bahwa kondisi pasien layak untuk dipulangkan dan akan memperoleh
tindak lanjut pelayanan sesudah dipulangkan, misalnya pasien rawat jalan yang
tidak memerlukan perawatan rawat inap, pasien rawat inap tidak lagi memerlukan
perawatan rawat inap di Puskesmas, pasien yang karena kondisinya memerlukan
rujukan ke FKRTL, pasien yang karena kondisinya dapat dirawat di rumah
atau rumah perawatan, pasien yang menolak untuk perawatan rawat inap, pasien/
keluarga yang meminta pulang atas permintaan sendiri.
·
Resume medis berisikan :
a)
Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostic
b)
Indikasi pasien rawat inap, diagnosis dan kormobiditas
lain
c)
Prosedur tindakan dan terapi yang telah diberikan
d)
Obat yang sudah diberikan dan obat untuk pulang
e)
Kondisi kesehatan pasien
f)
Instruksi tindak lanjut dan dijelaskan kepada pasien,
termasuk nomor kontak yang dapat dihubungi dalam situasi darurat
·
Informasi yang diberikan kepada pasien/ keluarga pada
saat pemulangan atau rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain diperlukan agar
pasien/keluarga memahami tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk mencapai
hasil pelayanan yang optimal.
·
Resume Medis yang diberikan kepada pasien saat pulang
dari rawat inap terdiri dari :
a)
data umum pasien
b)
anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
c)
pemeriksaan
d)
terapi, tindakan dan atau anjuran
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemulangan
dan/ tindak lanjut oleh dokter/dokter gigi dengan kriteria pemulangan dan/
tindak lanjut yang jelas. (R)
2. Pasien dan/ atau keluarga pasien
mendapat penjelasan tentang rencana pemulangan dan tindak lanjut yang perlu
dilakukan. (D,O,W)
3. Dokter/dokter gigi, perawat/bidan, dan
pemberi asuhan yang lain melaksanakan pemulangan dan asuhan
tindak lanjut sesuai dengan rencana yang disusun.
(D)
4. Resume
medis diberikan kepada pasien saat pemulangan. (D, O,W)
Standar
3.7
Rujukan
Rujukan dilaksanakan apabila pasien
memerlukan penanganan yang bukan merupakan kompetensi dari fasilitas kesehatan
tingkat pertama
Kriteria
3.7.1
Terdapat kebijakan dan
prosedur rujukan yang jelas
Pokok Pikiran:
·
Jika
kebutuhan pasien akan
pelayanan tidak dapat dipenuhi
oleh Puskesmas, maka pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mampu
menyediakan pelayanan berdasarkan
kebutuhan pasien.
·
Proses
rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur termasuk alternatif rujukan sehingga
pasien dijamin memperoleh pelayanan yang dibutuhkan di tempat rujukan pada saat
yang tepat.
·
Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih mampu
dilakukan untuk memastikan kemampuan dan ketersediaan pelayanan di FKRTL.
·
Pasien yang akan dirujuk dilakukan stabilisasi sesuai
dengan standar rujukan
·
Pasien/keluarga
pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang rencana rujukan. Informasi yang perlu
disampaikan kepada pasien meliputi: alasan rujukan, fasilitas kesehatan yang
dituju, termasuk pilihan fasilitas kesehatan lainnya, jika ada, sehingga
pasien/keluarga dapat memutuskan fasilitas yang mana yang dipilih, serta kapan
rujukan harus dilakukan.
(lihat juga UKP : 3.1.2 dan 3.2.3)
·
Jika
pasien perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lain, wajib diupayakan proses
rujukan berjalan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan pasien agar pasien
memperoleh kepastian mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan
tersebut dengan konsekuensinya.
·
Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pasien
(misalnya kebutuhan transportasi, petugas kompeten yang mendampingi, sarana
medis dan keluarga yang menemani termasuk pilihan fasilitas kesehatanrujukan)
selama proses rujukan.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur
rujukan. (R)
2.
Pasien/keluarga pasien
memperoleh informasi rujukan dan memberi persetujuan untuk dilakukan rujukan ke
fasilitas kesehatan yang lain (D)
3.
Proses
rujukan dilakukan berdasarkan kebutuhan pasien dan kriteria rujukan untuk
menjamin kelangsungan layanan.(D)
4.
Dilakukan
komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi tujuan rujukan untuk
memastikan kesiapan fasilitas tersebut untuk menerima rujukan.(D)
5.
Dilakukan tindakan
stabilisasi sebelum pasien dirujuk sesuai kondisi pasien, indikasi medis dan kemampuan dan wewenang yang
dimiliki, agar keselamatan pasien selama
pelaksanaan rujukan dapat terjamin. (D,W)
6.
Jika pasien/keluarga
pasien menolak untuk dilakukan rujukan, pasien/keluarga
pasien harus menyatakan secara tertulis penolakan rujukan setelah mendapat
informasi tentang konsekuensi jika menolak rujukan, dan tanggung jawab mereka
akibat menolak rujukan, dan alternatif pelayanan yang mungkin dilakukan (D)
Kriteria
3.7.2
Selama proses rujukan
pasien secara langsung, pemberi asuhan yang
kompeten terus memantau kondisi pasien, dan Fasilitas kesehatan penerima
rujukan diberi resume tertulis mengenai kondisi klinis pasien dan tindakan yang
telah dilakukan.
Pokok Pikiran:
·
Merujuk
pasien secara langsung ke fasilitas kesehatan lain dapat merupakan proses yang
singkat dengan pasien yang sadar dan dapat berbicara, atau merujuk pasien koma
yang membutuhkan pengawasan keperawatan atau medis yang terus menerus. Pada
kedua kasus tersebut pasien perlu dipantau oleh
petugas yang kompeten. Kompetensi pemberi
asuhan yang mendampingi selama transfer ditentukan oleh kondisi pasien. Petugas yang mendampingi pasien memberikan informasi
secara lengkap (SBAR) tentang kondisi pasien kepada petugas penerima transfer
pasien.
·
Yang
dimaksud dengan rujukan langsung adalah proses rujukan yang dilakukan pihak
Puskemas dengan menggunakan fasilitas transportasi yang disediakan oleh pihak Puskesmas, dilakukan perbaikan oleh pemberi asuhan yang kompeten, dan
diserahkan kepada petugas di fasilitas kesehatan rujukan tujuan yang telah
dihubungi sebelumnya.
·
Yang
dimaksud rujukan tidak langsung adalah proses rujukan yang dilakukan dengan
proses pelaksanaannya diserahkan kepada pasien.
·
Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi
mengenai kondisi pasien dikirim bersama pasien. Salinan resume pasien tersebut
diberikan kepada fasilitas kesehatan penerima rujukan bersama dengan pasien.
·
Resume tersebut memuat kondisi klinis pasien, prosedur,
dan pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan pasien lebih lanjut.
Elemen penilaian
1. Tersedia fasilitas
transportasi untuk merujuk pasien sesuai standar.
(O)
2. Selama proses rujukan secara langsung
semua pasien selalu dipantau dan dicatat
oleh pemberi asuhan yang kompeten dengan memperhatikan kondisi pasien. (D)
3. Informasi klinis pasien atau resume
klinis pasien dikirim ke fasilitas kesehatan penerima rujukan bersama pasien
dan resume klinis memuat kondisi pasien, prosedur dan tindakan-tindakan lain
yang telah dilakukan serta kebutuhan pasien akan pelayanan lebih lanjut. (D, O.
W)
4. Dilakukan serah terima pasien yang
disertai dengan informasi yang lengkap (SBAR) kepada petugas di FKRTL ketika melakukan rujukan secara
langsung. (D)
Kriteria
3.7.3
Dilakukan
tindak lanjut terhadap rujukan balik dari FKRTL
Pokok Pikiran:
·
Pasien yang dirujuk balik dari FKRTL sesuai dengan umpan balik rujukan dan dicatat
dalam rekam medis.
·
Jika
Puskesmas menerima umpan balik rujukan pasien dari fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut atau
fasilitas kesehatan lain, maka perlu dilakukan tindak lanjut terhadap pasien
sesuai prosedur yang berlaku melalui proses kajiandengan memperhatikan
rekomendasi umpan balik rujukan.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan
kebijakan dan prosedur pemberian asuhan pasien rujuk balik dari FKRTL.
(R)
2. Dokter/dokter gigi penangggung jawab
pelayanan melakukan kajian ulang kondisi medis sebelum menindaklanjuti umpan
balik dari FKRTL sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan. (D,O)
3.
Dokter/dokter
gigi penanggung jawab pelayanan melakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi umpan
balik rujukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan. (D,O,W)
Standar
3.8
Penyelenggaraan Rekam Medis
Puskesmas wajib menyelenggarakan rekam medis yang berisi data dan
informasi asuhan pasien yang dibutuhkan untuk pelayanan pasien, dan dapat
diakses oleh petugas kesehatan pemberian asuhan, manajemen dan pihak di luar
organisasi yang diberi hak akses terhadap rekam medis untuk kepentingan pasien,
asuransi, sesuai peraturan perundangan. (Lihat juga KMP :
1.6.11)
Kriteria
3.8.1
Ada
pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode prosedur, simbol, dan istilah yang
dipakai
Pokok Pikiran:
·
Standarisasi
terminologi, definisi, kosakata dan penamaan, memfasilitasi pembandingan data dan informasi
di dalam maupun di luar Puskesmas
termasuk FKRTL. Keseragaman
penggunaan kode diagnosa dan kode prosedur/tindakan mendukung pengumpulan dan
analisis data.
·
Singkatan
dan simbol juga distandarisasi dan termasuk daftar “yang tidak boleh digunakan”.
Standarisasi tersebut konsisten dengan standar lokal, nasional, dan internasional.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan standarisasi/pembakuan
kode klasifikasi diagnosis, kode klasifikasi tindakan, terminologi lain,
singkatan-singkatan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam
pelayanan klinis. (R)
2. Kode klasifikasi diagnosis, kode
klasifikasi tindakan, terminologi lain, dan singkatan digunakan dalam pelayanan
klinis sesuai dengan yang ditetapkan. (D)
Kriteria
3.8.2
Petugas memiliki akses
informasi sesuai dengan kebutuhan dan tanggung jawab pekerjaan
Pokok Pikiran:
·
Berkas
rekam medis pasien adalah suatu sumber informasi utama mengenai proses asuhan
dan perkembangan pasien, sehingga merupakan alat komunikasi yang penting. Agar
informasi ini berguna dan mendukung asuhan pasien keberlanjutan, maka perlu
tersedia selama pelaksanaan asuhan pasien dan setiap saat dibutuhkan, serta
dijaga selalu diperbaharui (up to date).
·
Catatan
medis keperawatan dan catatan pelayanan pasien lainnya tersedia untuk semua
praktisi kesehatan pasien tersebut. Kebijakan Puskesmas mengidentifikasi
praktisi kesehatan mana saja yang mempunyai akses ke berkas rekam medis pasien
untuk menjamin kerahasiaan informasi pasien.
·
Privasi
dan kerahasiaan data serta informasi wajib dijaga, terutama data dan informasi
yang sensitif. Penggunaan data rekam medis untuk keperluan selain pelayanan
pasien, misalnya untuk penelitian perlu diatur untuk menjaga kerahasian
informasi rekam medis. (
Lihat juga KMP : 1.6.11)
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan, prosedur dan hak akses petugas terhadap informasi
medis dengan mempertimbangkan tugas,
tanggung jawab petugas, kerahasiaan dan keamanan informasi (R)
2.
Akses petugas terhadap
informasi dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur
(D, O, W)
Kriteria
3.8.3
Adanya
sistem pengisian informasi klinis secara lengkap dan jelas didalam rekam medis
Pokok Pikiran
·
Kelengkapan
isi rekam medis diperlukan untuk menjamin kesinambungan pelayanan, memantau
kemajuan respons pasien terhadap asuhan yang diberikan. Puskesmas menetapkan
kebijakan dan prosedur kelengkapan rekam medis.
·
Dokter,
perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan yang lain bersama-sama menyepakati
isi rekam medis sesuai dengan kebutuhan informasi yang perlu ada dalam
pelaksanaan asuhan pasien.
·
Penyelenggaraan Rekam Medis dilakukan secara berurutan
dari sejak pasien masuk sampai pasien pulang, dirujuk atau meninggal, meliputi
kegiatan :
§ Registrasi
pasien
§ Pendistribusian
rekam medis
§ Pengisian
informasi klinis
§ Pengolahan
data dan pengkodean
§ Klaim
pembiayaan
§ Penyimpanan
rekam medis
§ Penjaminan
mutu
§ Pelepasan
informasi kesehatan
§ Pemusnahan
rekam medis
·
Rekam medis diisi oleh setiap Dokter, Dokter gigi,
dan/atau Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan
·
Apabila terdapat lebih dari satu tenaga Dokter, Dokter
gigi dan/atau Tenaga Kesehatan dalam satu fasilitas kesehatan, maka rekam medis
dibuat secara terintegrasi
·
Rekam Medis harus segera dicatat secara lengkap dan
jelas setelah pasien menerima pelayanan serta mencantumkan nama, waktu dan
tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan/atau Tenaga Kesehatan yang memberikan
pelayanan secara berurutan sesuai waktu pelayanan dan sesuai dengan kompetensi
lulusannya
·
Dalam hal terjadi kesalahan dalam pencatatan Rekam
Medis, Dokter, Dokter gigi, dan/atau
Tenaga Kesehatan lain dapat dilakukan pembetulan. Apabila pencatatan rekam
medis dilakukan secara konvensional maka pembetulan dilakukan dengan cara
mencoret 1 (satu) garis, diparaf dan diberi tanggal, dalam hal diperlukan
penambahan kata atau kalimat diperlukan paraf dan tanggal
·
Isi Informasi klinis pada rawat jalan di FKTP, paling
sedikit meliputi :
§ Identitas
pasien
§ Tanggal
dan waktu
§ Hasil
anamnesis
§ Hasil
pemeriksaan
§ Diagnosis
§ Rencana
penatalaksanaan
§ Pengobatan
dan atau tindakan
§ Persetujuan
dan penolakan tindakan jika diperlukan
§ Nama dan
tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga Kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan
·
Dalam hal pasien rawat inap atau perawatan 1 (satu)
hari isi rekam medis sebagaimana pada rawat jalan ditambahkan dengan :
§ Lembaran
monitoring untuk pasien rujukan sebelum masuk ruang rawat inap
§ surat rujukan untuk
pasien rujukan;
§ catatan
perjalanan
perawatan pasien
mulai dari dirawat inap sampai pasien pulang
§ salinan
resume medis
·
Rekam Medis untuk pasien gawat darurat, ditambahkan :
§ Hasil
pemeriksaan triase
§ Identitas
dan nomor kontak pengantar pasien
§ Sarana
transportasi yang digunakan untuk mengantar pasien
·
Resume Medis pasien paling sedikit terdiri dari :
§ Identitas
Pasien
§ Diagnosis
Masuk dan indikasi pasien dirawat
§ Ringkasan
hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan rencana
tindaklanjut pelayanan kesehatan
§ Nama dan
tanda tangan Dokter atau Dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan
·
Resume Medis yang diberikan kepada pasien saat pulang
dari rawat inap terdiri dari :
§ Data umum
pasien
§ Anamnesis
(riwayat penyakit dan pengobatan)
§ Pemeriksaan
§ Terapi,
tindakan dan atau anjuran
Elemen
Penilaian
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur pengisian rekam medismencakup diagnosis, pengobatan,
hasil pengobatan, dan kontinuitas asuhan yang diberikan (R, D)
2.
Rekam
Medis diisi secara lengkap oleh Dokter, Dokter Gigi dan atau Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan
perseorangan (D, O, W)
3.
Koreksi dan penambahan data pada
Rekam Medis dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku (D, O, W)
4.
Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap
kelengkapan isi rekam medis (D, W)
Kriteria
3.8.4
Adanya sistem yang
memandu penyimpanan dan pemrosesan rekam medis
Pokok Pikiran:
·
Puskesmas
menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan yang menjadi pedoman retensi berkas
rekam medis pasien dan data serta informasi lainnya. Berkas rekam medis klinis
pasien, serta data dan informasi lainnya disimpan (retensi) untuk suatu jangka
waktu yang cukup dan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
guna mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum,
riset dan pendidikan. Kebijakan tentang penyimpanan (retensi) konsisten dengan
kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut. Ketika periode retensi yang
ditetapkan terpenuhi, maka berkas rekam medis klinis pasien dan catatan lain
pasien, data serta informasi dapat dimusnahkan dengan semestinya kecuali
ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik dalam jangka waktu tertentu
sesuai peraturan yang berlaku.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan
kebijakan dan prosedur penyimpanan berkas rekam medis dengan kejelasan masa
retensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (R)
2. Puskesmas mempunyai rekam medis bagi
setiap pasien dengan metode identifikasi sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan. (D, W)
3. Sistem pengkodean, penyimpanan, dan dokumentasi dilakukan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
(D, O, W)
Standar
3.9
Pelayanan Laboratorium dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundangan.
Pelayanan Laboratorium Tersedia Tepat Waktu untuk Memenuhi Kebutuhan
Pengkajian Pasien, serta Mematuhi Standar, Peraturan Perundangan yang Berlaku.
Kriteria
3.9.1
Ditetapkan Kebijakan, jenis-jenis,
dan prosedur pemeriksaan laboratorium.
Pokok Pikiran:
·
Perlu
ditetapkan jenis-jenis pelayanan laboratorium yang tersedia di Puskesmas
·
Agar
pelaksanaan pelayanan laboratorium dapat menghasilkan hasil pemeriksaan yang
tepat, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan laboratorium
mulai dari permintaan, penerimaaan, pengambilan dan penyimpanan spesimen,
pengelolaan reagen pelaksanaan pemeriksaan, dan penyampaian hasil pemeriksaan
kepada pihak yang membutuhkan, serta pengelolaan limbah medis dan bahan
berbahaya dan beracun (B3). (lihat juga KMP : 1.4.3; 1.5.7 dan 1.7.1; PMP : 5.2.1 dan 5.5.4 terkait limbah)
·
Pemeriksaan berisiko tinggi adalah pemeriksaan terhadap
specimen yang berisiko infeksi pada petugas, misalnya spesimen sputum dengan
kecurigaan tuberculosis, darah dari
pasien dengan kecurigaan hepatitis B, HIV/AIDS.
·
Regulasi
pelayanan laboratorium perlu disusun sebagai acuan, yang meliputi kebijakan dan
pedoman, serta prosedur-prosedur pelayanan laboratorium yang mengatur tentang:
a)
jenis-jenis pelayanan laboratorium
yang disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kemampuan Puskesmas
b)
waktu penyerahan hasil pemeriksaan
laboratorium
c)
pemeriksaan laboratorium yang
berisiko tinggi
d)
proses permintaan pemeriksaan,
penerimaan specimen, pengambilan, dan penyimpanan specimen
e)
pelayanan pemeriksaan di luar jam
kerja pada Puskesmas rawat inap atau puskesmas
yang menyediakan pelayanan di luar jam kerja
f)
proses pemeriksaan laboratorium
g)
kesehatan dan keselamatan kerja
dalam pelayanan laboratorium
h)
penggunaan alat pelindung diri
i)
pengelolaan reagen
·
Untuk
menjamin mutu pelayanan laboratorium maka perlu dilakukan upaya pemantapan mutu
internal maupun eksternal di Puskesmas. Pemantapan mutu dilakukan sesuai dengan
jenis dan ketersediaan peralatan laboratorium yang digunakan dan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
·
Puskesmas
wajib mengikuti Pemantaban
Mutu Eskternal (PME) secara periodik yang
diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan oleh pemerintah
·
Uji
silang adalah kegiatan untuk menilai mutu dan kesesuaian hasil pemeriksaan
secara periodik dan berkesinambungan dengan mengirimkan sampel yang sama ke
laboratorium lain/rujukan.
· Jika pemeriksaan laboratorium tidak bisa dilakukan
oleh Puskesmas karena keterbatasan kemampuan, maka dapat dilakukan rujukan
pemeriksaan laboratorium yang dipandu dengan prosedur yang jelas
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan,
jenis-jenis, dan prosedur pelayanan laboratorium di Puskesmas
sesuai kebutuhan masyarakat dan kemampuan Puskesmas (R)
2.
Pemeriksaan
laboratorium dilakukan oleh analis/petugas yang kompeten
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (R. D. O)
3.
Terdapat
bukti dilakukan pemantapan mutu internal dan pemantapan
mutu eksternal terhadap pelayanan laboratorium sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan dilakukan perbaikan jika terjadi penyimpangan (D,O,W)
4.
Ada prosedur rujukan
spesimen dan pasien, jika pemeriksaan laboratorium tidak dapat
dilakukan di Puskesmas (D, O)
Kriteria:
3.9.2
Hasil pemeriksaan
laboratorium selesai dan tersedia dalam waktu sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan
Pokok Pikiran:
·
Pimpinan
Puskesmas perlu menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk melaporkan hasil
tes laboratorium. Hasil dilaporkan dalam kerangka waktu berdasarkan kebutuhan
pasien, pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan petugas pemberi pelayanan
klinis. Pemeriksaan pada gawat darurat dan di luar jam kerja serta pada akhir
minggu termasuk dalam ketentuan ini.
·
Hasil
pemeriksaan yang segera (urgent),
seperti dari unit gawat darurat diberikan perhatian khusus. Sebagai tambahan,
bila pelayanan laboratorium dilakukan bekerja sama dengan pihak luar, laporan
hasil pemeriksaan juga harus tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan atau yang tercantum dalam kontrak.
Elemen Penilaian:
1.
Pimpinan Puskesmas
menetapkan waktu pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium.
(R)
2.
Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap ketepatan waktu
pelaporan hasil pemeriksaan.
(D, W)
Kriteria:
3.9.3
Reagensia esensial dan
bahan lain yang diperlukan sehari-hari selalu tersedia dan dievaluasi untuk
memastikan akurasi dan presisi hasil.
Pokok Pikiran
·
Reagensia
dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada untuk pelayanan laboratorium bagi
pasien harus diidentifikasi dan ditetapkan. Suatu proses yang efektif untuk
pemesanan atau menjamin ketersediaan reagensia esensial dan bahan lain yang
diperlukan.
·
Semua
reagensia disimpan sesuai pedoman dari produsen atau instruksi penyimpanan yang
ada pada kemasan. Evaluasi periodik dilakukan terhadap ketersediaan dan penyimpanan semua
reagensia untuk memastikan akurasi dan presisi hasil pemeriksaan.
·
Ditetapkan kebijakan dan prosedur
untuk memastikan pemberian label yang lengkap dan akurat untuk reagensia dan
larutan yang digunakan merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan reagensia
esensial dan bahan lain yang harus tersedia,
termasuk proses untuk menyatakan jika regen tidak tersedia.
(R)
2.
Reagensia tersedia, diberi label, dan
disimpan sesuai dengan kebijakan
dan prosedur yang telah ditetapkan.
(D, O,W)
Kriteria:
3.9.4
Ditetapkan rentang
nilai normal dan rentang nilai rujukan yang digunakan untuk interpertasi dan
pelaporan hasil laboratorium
Pokok Pikiran:
·
Sesuai
dengan peralatan dan prosedur yang dilaksanakan di laboratorium, perlu
ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan untuk setiap
pemeriksaan yang dilaksanakan.
·
Nilai
normal dan rentang nilai rujukan harus tercantum dalam catatan klinis, sebagai
bagian dari laporan atau dalam dokumen terpisah
·
Jika
pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium luar, laporan hasil pemeriksaan
harus dilengkapi dengan rentang nilai. Jika terjadi perubahan metoda atau
peralatan yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan, atau perubahan terkait
perkembangan ilmu dan tehnologi, harus dilakukan evaluasi dan revisi bila perlu
terhadap ketentuan tentang rentang nilai pemeriksaan laboratorium.
Elemen Penilaian:
1.
Kepala Puskesmas
menetapkan nilai normal dan rentang nilai rujukan untuk setiap pemeriksaan yang
dilaksanakan dan disertakan dalam laporan hasil pemeriksaan laboratorium. (R. D)
2.
Nilai normal dan
rentang nilai rujukan dievaluasi secara berkala dan direvisi
jika diperlukan. (D,W)
Standar
3.10
Pelayanan
kefarmasian dikelola sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
Obat, dan bahan
medis habis pakaitersedia dandikelola sesuai
ketentuan untuk memenuhi kebutuhan pasien
Kriteria
3.10.1
Berbagai jenis obat
dan bahan medis habis pakai yang sesuai dengan kebutuhan tersedia
Pokok Pikiran:
·
Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas, oleh karena itu jenis dan jumlah obat, serta bahan medis habis
pakai harus
tersedia sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
·
Formularium obat yang merupakan
daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di Puskesmas perlu disusun sebagai acuan dalam pemberian pelayanan
pada pasien, mengacu pada formularium nasional dan pemilihan jenis obat melalui
proses kolaboratif antar pemberi asuhan, dengan mempertimbangkan kebutuhan
pasien, keamanan, dan efisiensi.
·
Dalam
hal Puskesmas belum dapat melakukan pelayanan farmasi untuk Program
Rujuk Balik (PRB), maka obat dapat
dilakukan kerjasama dengan apotek yang bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan
·
Jika terjadi kehabisan obat
karena terlambatnya pengiriman, kurangnya stok nasional atau sebab lain yang
tidak dapat diantisipasi
dalam pengendalian inventaris yang normal, perlu diatur suatu proses untuk
mengingatkan para dokter/dokter gigi tentang kekurangan obat tersebut dan saran
untuk penggantinya.
·
Obat yang disediakan harus dapat dijamin keaslian dan
keamanan, oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan rantai pengadaan obat.
Pengelolaan rantai pengadaan obat adalah
suatu rangkaian kegiatan yang meliputi prosesperencanaan dan pemilihan,
pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan obat.(
lihat juga KMP
: 1.1.2 dan UKM
: 2.1.1)
·
Kebijakan,
pedoman, dan prosedur-prosedur pelayanan farmasi harus disusun sebagai acuan
dalam pelayanan, meliputi:
a)
kebijakan
dan pedoman pelayanan farmasi
b)
kebijakan
dan prosedur perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
c)
kebijakan
dan prosedur pengadaan, penyediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai
d)
kebijakan
dan prosedur yang mengatur: proses
peresepan, pemesanan, dan pengelolaan obat
e)
kebijakan
dan prosedur penggunaan obat-obatan pasien rawat inap, yang dibawa sendiri oleh
pasien/ keluarga pasien
f)
kebijakan
dan prosedur untuk menjaga tidak terjadinya pemberian obat yang kedaluwarsa
kepada pasien
g)
kebijakan
dan prosedur jika terjadi kekosongan obat
h)
perbaikan dan pengendalian pengadaan, penyediaan dan penggunaan
obat
i)
pengelolaan
rantai distribusi dan pengadaan obat
j)
ketersediaan
formularium obat
Elemen Penilaian:
1. DitetapkanKebijakandan
prosedur Pelayanan Farmasi di Puskesmas.
(R)
2. Disusun rencana kebutuhan obat dan
bahan medis habis pakai berdasarkan kebutuhan pelayanan.
(R)
3. Dilakukan pengelolaan rantai
distribusi dan pengadaan obat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan. (D,O,W)
4. Tersedia pelayanan
farmasi selama tujuh hari dalam seminggu dan 24 jam pada Puskesmas yang
memberikan pelayanan gawat darurat. (O)
5.
Tersedia daftar
formularium obat Puskesmas.(D)
6. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut
kesesuaian peresepan dan ketersediaan obat dibandingkan dengan formularium Puskesmas.
(D,W)
Kriteria
3.10.2
Peresepan, pemesanan
dan pengelolaan obat dipandu kebijakan dan prosedur
Pokok Pikiran:
·
Pemberian
obat untuk mengobati seorang pasien membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang
spesifik. Puskesmas bertanggung jawab untuk mengidentifikasi petugas dengan
pengetahuan dan pengalaman sesuai persyaratan dan yang juga diizinkan
berdasarkan lisensi, sertifikasi, undang-undang atau peraturan untuk pemberian
obat. Dalam situasi emergensi, perlu diidentifikasi petugas tambahan yang
diizinkan untuk memberikan obat. Untuk menjamin agar obat tersedia dengan cukup
dan dalam kondisi baik, tidak rusak, dan tidak kedaluwarsa, maka perlu
ditetapkan dan diterapkan kebijakan pengelolaan obat mulai dari proses analisis
kebutuhan, pemesanan, pengadaan, pendistribusian, pelayanan peresepan,
pencatatan dan pelaporan.
·
Peresepan dilakukan oleh tenaga medis. Dalam pelayanan resep petugas farmasi wajib
melakukan pengkajian/telaah resep yang meliputi pemenuhan persyaratan
administratif, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis sesuai peraturan
perundangan, antara lain: a) ketepatan identitas pasien, obat,
dosis, frekuensi, aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian; b) duplikasi
pengobatan; c) potensialergi atau sensitivitas; d) interaksi antara
obat dan obat lain atau dengan makanan; e) variasi kriteria penggunaan;
f) berat badan pasien dan atau informasi fisiologik lainnya; dan g)
kontra indikasi.
·
Dalam pemberian obat harus juga dilakukan kajian
benar, meliputi: ketepatan identitas
pasien, ketepatan obat, ketepatan dosis, keterpatan rute pemberian, dan
ketepatan waktu pemberian.
·
Apabila
persyaratan petugas yang diberi wewenang dalam penyediaan obat tidak dapat
dipenuhi, petugas tersebut mendapat
pelatihan khusus tentang penyediaan obat.
·
Untuk
Puskesmas rawat inap penggunaan obat oleh pasien/pengobatan sendiri, baik yang
dibawa ke Puskesmas atau yang diresepkan atau dipesan di Puskesmas, diketahui
dan dicatat dalam rekam
medis. Harus dilaksanakan pengawasan
penggunaan obat, terutama obat-obat psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
·
Obat
yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila
kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien.
·
Obat
yang perlu diwaspadai (high
alert) terdiri atas :
-
obat
risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau kemoterapeutik;
-
obat
yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama (look
alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan Zantac atau
hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip
(NORUM);
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tentang petugas
yang berhak memberikan resep dan petugas
yang berhak memberikan obat termasuk penggunaan obat pasien rawat inap yang dibawa
sendiri oleh pasien. (R)
2. Peresepan,
penyiapan dan pemberian obat dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan. (D, O, W)
3. Dilakukan tindak lanjut terhadap
rekomendasi pengawasan penggunaan dan pengelolaan obat yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota. (D, W)
Kriteria
3.10.3
Ada jaminan kebersihan
dan keamanan dalam penyimpanan, penyiapan, dan penyampaian obat kepada pasien
serta penatalaksanaan obat kedaluwarsa/rusak/out
of date/substitusi
Pokok Pikiran:
·
Agar
obat layak dikonsumsi oleh pasien, maka kebersihan dan keamanan terhadap obat
yang tersedia harus dilakukan mulai dari proses pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, dan penyampaian obat kepada pasien serta penatalaksanaan obat
kedaluwarsa dan/atau rusak/out
of date/substitusi.
·
Puskesmas
menetapkan kebijakan dan prosedur dalam penyampaian obat kepada pasien agar
pasien memahami indikasi, dosis, cara penggunaan obat, dan efek samping yang
mungkin terjadi.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan persyaratan penyimpanan obat dan dilaksanakan sesuai
dengan persyaratan tersebut.
(R,D,O,W)
2. Ditetapkan
kebijakan dan prosedur penanganan obat yang kadaluarsa/ rusak/ ditarik dari
peredaran. (R)
3. Pemberian obat kepada pasien disertai
dengan label obat yang jelas: nama, dosis, waktu, cara pemakaian obat, dan
tanggal kadaluwarsa.(O,W)
4. Pemberian obat disertai dengan
informasi penggunaan obat, kemungkinan efek samping dan efek yang tidak
diharapkan, serta petunjuk penyimpanan obat di rumah dengan
bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien/keluarga pasien.(O,W)
5. Obat kadaluarsa/rusak/ditarik dari
peredaran dikelola sesuai kebijakan dan prosedur.(D,W)
Kriteria
3.10.4
Dilakukan dokumentasi
dalam rekam medis tentang efek obat dan efek
samping yang terjadi akibat pemberian obat-obat yang diresepkan atau riwayat
alergi terhadap obat-obatan tertentu
Pokok Pikiran:
·
Pasien,
dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang lain bekerja bersama untuk
memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan pemantauan adalah untuk mengevaluasi
efek pengobatan terhadap gejala pasien atau penyakitnya dan untuk mengevaluasi
pasien terhadap kejadian efek samping obat.
·
Berdasarkan
pemantauan, dosis atau jenis obat bila perlu dapat disesuaikan dengan memperhatikan pemberian obat secara rasional.
Sudah seharusnya dilakukan pemantauan secara ketat respons pasien terhadap
dosis pertama obat yang baru diberikan kepada pasien. Pemantauan dimaksudkan
untuk mengidentifikasi respons terapetik yang diantisipasi maupun reaksi
alergik, interaksi obat yang tidak diantisipasi, untuk mencegah risiko bagi
pasien. Memantau efek obat termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan setiap
kejadian salah obat (medication error).
·
Perlu
disusun kebijakan tentang identifikasi, pencatatan dan pelaporan semua kejadian
salah obat (medication error) yang
terkait dengan penggunaan obat, misalnya:
salah peresepan obat, salah penyerahan obat, salah pelabelan obat, salah dosis,
salah rute pemberian, salah frekuensi pemberian, memberikan obat salah orang.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan
kebijakan dan prosedur untuk mencatat, memantau efek obat, dan melaporkan bila
terjadi efek samping penggunaan obat. (R)
2. Efek obat, efek samping obat, dan kejadian alergi ditindak lanjuti serta
didokumentasikan dalam rekam medis. (D)
Kriteria
3.10.5
Obat-obatan
emergensi tersedia, dipantau dan aman bilamana disimpan di luar farmasi.
Pokok Pikiran:
·
Bila
terjadi kegawatdaruratan pasien, akses cepat terhadap obat emergensi yang tepat
adalah sangat penting. Perlu ditetapkan lokasi penyimpanan obat emergensi di tempat pelayanan
dan obat-obat emergensi yang harus disuplai ke lokasi tersebut.
·
Untuk
memastikan akses ke obat emergensi bilamana diperlukan, perlu tersedia prosedur
untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian atau kehilangan terhadap obat
dimaksud. Prosedur ini memastikan bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak
atau kedaluwarsa. Keseimbangan antara akses, kesiapan, dan keamanan dari tempat
penyimpanan obat emergensi
perlu dipenuhi.
Elemen Penilaian
1.
Ditetapkan kebijakan pengelolaan obat emergensi. (R)
2.
Obat emergensi
tersedia pada unit-unit dimana diperlukan, dan dapat diakses
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat emergensi, dipantau dan diganti tepat waktu setelah
digunakan atau bila kadaluwarsa. (O, D, W)
Standar
3.11
Pelayanan
Radiodiagnostik dilaksanakan sesuai peraturan perundangan.
Pelayanan
radiodiagnostik disediakan sesuai kebutuhan pasien, dilaksanakan oleh tenaga
yang kompeten, dan mematuhi persyaratan perundangan yang berlaku
Kriteria
3.11.1
Pelayanan
radiodiagnostik disediakan untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan memenuhi
standar nasional, peraturan perundangan yang berlaku.
Pokok Pikiran:
·
Untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan pada masyarakat di wilayah kerja, dan kebutuhan
pemberi pelayanan klinis, dapat disediakan pelayanan radiodiagnostik sebagai
upaya untuk meningkatkan ketepatan dalam menetapkan diagnosis.
·
Pelayanan
radiodiagnostik tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundangan yang berlaku untuk menjaga keselamatan pasien, masyarakat
dan petugas.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan
dan prosedur pelayanan radiodiagnostik sebagaimana dimaksud pada pokok pikiran.
(D, O, W)
2.
Pelayanan
radiodiagnostik dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah
ditetapkan. (D, O, W)
Kriteria
3.11.2
Staf yang kompeten dan
memiliki wewenang melaksanakan pemeriksaan radiodiagnostik,
menginterpretasi hasil, dan melaporkan hasil pemeriksaan tepat waktu sesuai
ketentuan yang ditetapkan.
Pokok Pikiran:
·
Kepala Puskesmas menetapkan
petugas pemberi pelayanan radiodiagnostik untuk melakukan
pemeriksaan diagnostik, menginterpretasi hasil atau memverifikasi dan membuat
laporan hasil
pemeriksaan.
·
Petugas
tersebut mendapat peningkatan
kompetensi dapat melalui pelatihan/inhouse
training/on the job training.
·
Jika
tidak tersedia tenaga yang kompeten, maka dapat dilakukan kerjasama dengan
fasilitas kesehatan yang memiliki wewenang tersebut.
·
Jangka waktu pelaporan hasil pemeriksaan radiologi
diagnostik perlu ditetapkan. Hasil yang dilaporkan dalam kerangka waktu
didasarkan pada kebutuhan pasien, pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan
pemberi pelayanan klinis. Kebutuhan tes untuk pelayanan gawat darurat,
pemeriksaan diluar jam kerja serta akhir minggu termasuk dalam ketentuan ini.
·
Hasil pemeriksaan radiologi yang cito untuk pasien gawat
darurat harus diberi perhatian khusus dalam proses pengukuran mutu. Hasil
pemeriksaan radiodiagnostik yang dilaksanakan dengan kontrak pelayanan oleh
pihak di luar Puskesmas dilaporkan sesuai dengan kebijakan
atau ketentuan dalam kontrak.
Elemen Penilaian:
1.
Kepala Puskesmas
menetapkan tentang waktu pelaporan hasil pemeriksaan.(R)
2.
Pemeriksaan
radiodiagnostik, interpretasi hasil, dan pelaporan hasil pemeriksaan
dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan (D,W)
3.
Ketepatan waktu
pelaporan hasil pemeriksaan diukur, dipantau , dan ditindaklanjuti. (D,W)
Standar
3.12
Audit
Klinis dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan
Audit Klinis dilakukan untuk meningkatkan mutu dan
luaran klinis menjadi penilaian kesesuaian terhadap panduan dan prosedur
pelayanan klinis
Kriteria
3.12.1
Dilakukan audit klinis secara
periodik untuk mengevaluasi kesesuaian penyelenggaraan asuhan dengan panduan
dan prosedur praktik klinis
Pokok Pikiran
·
Audit klinis merupakan suatu upaya evaluasi secara
profesional terhadap mutu pelayanan klinis yang diberikan kepada pasien dengan
menggunakan rekam medis pasien yang dilaksanakan oleh profesi pemberi layanan
klinis.
·
Profesi pemberi layanan klinis adalah tenaga
kesehatan yang memberikan asuhan kepada pasien terdiri dari dokter, dokter
gigi, perawat, bidan, apoteker, nutrisionis dan tenaga kesehatan lain.
·
Untuk memantau mutu pelayanan klinis yang
dilaksanakan di Puskesmas, tim audit klinis melakukan audit klinis minimal 1
tahun sekali dengan mengacu panduan dan prosedur praktik klinis yang telah
ditetapkan.
·
Jika terjadi kematian
maternal dan/ atau kematian perinatal, harus dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan akan ditindak lanjuti dengan pertemuan Audit Maternal
Perinatal (AMP)
·
Audit Maternal Perinatal adalah serangkaian kegiatan
penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal dan neonatal guna
mencegah kesakitan atau kematian serupa di masa yang akan datang.
·
Audit maternal perinatal harus dilakukan melalui
investigasi kualitatif mendalam mengenai penyebab dan situasi kematian maternal
dan perinatal.
·
Audit Maternal Perinatal diselenggarakan oleh tim
di tingkat kabupaten/kota dan provinsiberdasarkan hasil analisis dan interpretasi pemantauan
wilayah setempat oleh Puskesmas, untuk meningkatkan dan
menjaga mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak.
·
Hasil audit maternal perinatal merupakan dasar bagi
pelaksanaan intervensi yang terdiri atas:
a) peningkatan pelayanan
antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara
memadai;
b) pertolongan persalinan yang
bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pascapersalinan dan
kelahiran;
c) Pelayanan Emergensi
Kebidanan dan Neonatal Dasar (PONED) dan Pelayanan Emergensi Kebidanan dan
Neonatal Komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau; dan/atau
d) Rujukan yang efektif untuk
kasus risiko tinggi dan komplikasi yang terjadi
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan, pedoman, dan, prosedur audit klinis (R)
2.
Ditetapkan tim audit klinis yang
bertanggungjawab terhadap mutu pelayanan klinis
(R)
3.
Dilakukan audit klinis sesuai dengan
pedoman dan prosedur yang ditetapkan. (D, W)
4.
Ada bukti
Dinas Kesehatan menindaklanjuti laporan kematian ibu dan/ atau kematian
perinatal dalam bentuk pertemuan AMP. (D,W)
BAB4.
Program Prioritas Nasional
Program Prioritas Nasional di
Puskesmas dilaksnakan melalui pelayanan
integrasi UKM dan UKPP
Standar
4.1.
Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian
neonatus (AKN).
Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin,
pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru
lahir beserta pemantauan dan
evaluasinya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan.
Kriteria
4.1.1.
Puskesmas
melaksanakan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin,
pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru
lahir.
Pokok Pikiran:
·
Pelayanan
kesehatan ibu hamil adalah setiap kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan sejak
terjadinya masa konsepsi
hingga melahirkan.
·
Pelayanan Kesehatan
ibu bersalin, yang
selanjutnya disebut persalinan
adalah setiap kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan
yang ditujukan pada ibu sejak dimulainya persalinan hingga 6 (enam) jam
sesudah melahirkan.
·
Pelayanan
kesehatan masa sesudah melahirkan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
yang dilakukan ditujukan pada ibu selama nifas (6 jam – 42 hari sesudah
melahirkan).
·
Pelayanan
kesehatan bayi baru lahir dilakukan melalui pelayanan kesehatan neonatal
esensial sesuai standar. Pelayanan kesehatan neonatal esensial dilakukan pada
umur 0-28 hari.
·
Pelayanan
kesehatan pada ibu hamil, persalinan, masa sesudah melahirkan, dan bayi baru
lahir dilakukan sesuai dengan standar dalam pedoman yang berlaku.
·
Upaya pelayanan
kesehatan pada ibu hamil dilaksanakan terintegrasi dengan lintas program dalam
rangka penurunan stunting.
·
Pelayanan
pada masa kehamilan meliputi pelayanan sesuai standar kuantitas dan standar
kualitas.
1) Standar kuantitas
adalah Kunjungan 4 kali selama periode kehamilan (K4) dengan ketentuan:
a)
Satu kali pada trimester pertama.
b)
Satu kali pada trimester kedua.
c)
Dua kali pada trimester ketiga
2) Standar Kualitas yaitu
pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T, meliputi:
a)
Pengukuran berat badan dan tinggi
badan.
b)
Pengukuran tekanan darah.
c)
Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).
d)
Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus
uteri).
e)
Penentuan Presentasi Janin dan Denyut
Jantung Janin (DJJ)
f)
Pemberian imunisasi sesuai dengan
status imunisasi.
g)
Pemberian tablet tambah darah minimal
90 tablet.
h) Tes
Laboratorium.
i)
Tatalaksana/penanganan kasus.
j)
Temu wicara (konseling)
·
Pelayanan
pada masa persalinan sesuai standar meliputi:
1)
Persalinan normal.
2)
Persalinan dengan komplikasi
·
Standar
persalinan normal adalah Acuan Persalinan Normal (APN) sesuai standar.
1) Dilakukan di fasilitas kesehatan.
2) Tenaga penolong minimal 2 orang, terdiri dari:
a) Dokter dan bidan,
b) atau 2 orang bidan, atau
c) Bidan dan perawat.
·
Standar
persalinan dengan komplikasi mengacu pada Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
FKTP dan FKRTL.
·
Pelayanan
Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan dilakukan minimal 4 kali:
a)
Pelayanan
pertama dilakukan pada waktu 6-48 jam setelah persalinan
b)
Pelayanan kedua
dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah persalinan
c)
Pelayanan
ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah persalinan
d)
Pelayanan
keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah persalinan.
Dengan ruang lingkup meliputi:
a)
pemeriksaan
status mental ibu
b)
pemeriksaan
tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
c)
pemeriksaan
tinggi fundus uteri
d)
pemeriksanaan
lochia dan perdarahan
e)
pemeriksanaan
jalan lahir
f)
pemeriksaan
payudara dan anjuran pemberian ASI Eksklusif
g)
pemberian
kapsul vitamin A
h)
pelayanan
kontrasepsi pasca persalinan
i)
konseling
j)
identifikasi
risiko dan komplikasi
k)
penanganan
risiko tinggi dan komplikasi pada nifas
·
Pelayanan
bayi baru lahir meliputi pelayanan sesuai standar kuantitas dan standar
kualitas.
1)
Pelayanan standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali selama
periode neonatal, dengan ketentuan:
a)
Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6 - 48 jam
b)
Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3 - 7 hari
c)
Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8 - 28 hari
2)
Standar kualitas:
a)
Pelayanan
Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam).
Perawatan
neonatal esensial saat lahir meliputi:
(1) perawatan neontarus pada 30 detik pertama
(2) menjaga bayi tetap hangat
(3) pemotongan dan perawatan tali pusat.
(4) inisiasi Menyusu Dini (IMD).
(5) Pemberian identitas
(6) injeksi vitamin K1.
(7) pemberian salep/tetes mata antibiotik.
(8) Pemeriksaan fisik bayi baru lahir
(9) Penentuan usia gestasi
(10) pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0).
(11) Pemantauan tanda bahaya
(12) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam
kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu
b)
Pelayanan
Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari).
Perawatan
neonatal esensial setelah lahir meliputi
(1) menjaga bayi tetap hangat
(2) konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI
eksklusif.
(3) memeriksa kesehatan dengan menggunakan standar
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan buku KIA).
(4) pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di
fasilitas kesehatan atau belum mendapatkan injeksi vitamin K1.
(5) imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia <
24 jam yang lahir tidak ditolong tenaga kesehatan.
(6) Perawatan metode kangguru bagi Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
(7) penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi
·
Bagi
Puskesmas yang memberikan pelayanan persalinan harus melakukan pelayanan sesuai
dengan wewenangnya berdasarkan ketentuan peraturan perundangan
·
Untuk
menjamin kesuksesan penyusunan program penuruan angka kematian ibu dan angka kematian neonatus melibatkan Lintas
Program dan Lintas Sektor dan memberdayakan masyarakat. Bentuk keterlibatan
dalam kegiatan ini bisa berupa terbentuknya koordinasi dalam tim yang bertujuan untuk
menurukan AKI dan AKN di
tingkat kecamatan, Desa Siaga dengan pendekatan P4K, Suami Siaga dan kegiatan
pemberdayaan lainnya.
·
Pencatatan dan pelaporan pelayanan
kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa
sesudah melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilaksanakan secara akurat dan sesuai prosedur meliputi
cakupan program kesehatan keluarga, pencatatan kohor, pelaporan kematian ibu, bayi lahir mati dan kematian neonatal serta pengisian dan pemanfaatan
buku KIA.
·
Penyusunan program penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian neonatus (AKN) terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP (lihat juga
KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakandan prosedur pelayanan kesehatan
pada ibu hamil, masa persalinan, masa
sesudah melahirkan dan pelayanan kesehatan
pada bayi baru lahir. (R)
2.
Ditetapkan program penurunan AKI
dan AKN yang disusun berdasarkan analisis masalah Kesehatan Ibu dan Anak dengan melibatkan lintas program dan lintas sektoryang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
3.
Tersedia alat, obat dan prasarana pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru
lahir termasuk standar alat kegawatdaruratan maternal dan neonatal sesuai
dengan standar dan dikelola sesuai dengan prosedur. (D, O, W)
4.
Dilakukan pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa persalinan, masa
sesudah melahirkan dan bayi baru lahir sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
termasuk kewajiban penggunaan partograph pada saat pertolongan persalinan dan
upaya stabilisasi pra rujukan pada kasus komplikasi. (D, O, W)
5.
Dilakukan pelayanan persalinan sesuai dengan standar. (D, O, W)
6.
Program penurunan AKI dan AKN dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor. (D, W)
7.
Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
program penurunan AKI dan AKN termasuk pelayanan kesehatan pada masa hamil,
persalinan dan bayi baru lahir di Puskesmas (D, W)
8.
Dilakukan
pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan (D)
Standar
4.2.
Program Penanggulangan
Tuberkulosis
Puskesmas memberikan pelayanan kepada pasien TB mulai dari penemuan
kasus TB kepada orang yang terduga TB, penegakan diagnosis, penetapan
klasifikasi dan tipe pasien TB, tata laksana kasus terdiri dari pengobatan
pasien beserta pemantauan dan evaluasinya untuk memutus mata rantai penularan sesuai
dengan ketentuan Peraturan
Perundangan.
Kriteria
4.2.1.
Puskesmas melaksanakan pelayanan kepada pasien TB
mulai dari penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB, penegakan diagnosis,
penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB, tata laksana kasus terdiri dari
pengobatan pasien beserta pemantauan dan evaluasinya.
Pokok Pikiran:
·
Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan
rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan
angka kesakitan, kecacatan atau kematian, memutuskan penularan, mencegah
resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat
Tuberkulosis.
·
Program penanggulangan tuberkulosis direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan ditindak lanjuti dalam
upaya eliminasi tuberkulosis.
·
Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB Nasional, Pemerintah
Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota harus menetapkan target
Penanggulangan TB tingkat daerah berdasarkan target nasional dan memperhatikan
strategi nasional.
·
Tuberkulosis merupakan permasalahan penyakit menular baik global maupun
nasional. Upaya untuk penanggulangan
penularan tuberkulosis merupakan salah satu program prioritas nasional bidang
kesehatan
·
Pelayanan pasien TB dilaksanakan melalui
a)
pelayanan kasus TB Sensitif Obat
(SO), terdiri dari:
1.
penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2.
diagnosis dilakukan sesuai standar dengan pemeriksaan tes cepat molekuler,
mikroskopis, dan biakan
3.
pengobatan TB sesuai standar
4.
perbaikan pasien TB dilakukan
melalui pemeriksaan mikroskopis di akhir bulan 2 (dua), akhir bulan 5 (lima)
dan akhir pengobatan.
b)
pelayanan kasus TB Resisten Obat (RO) dilakukan dengan
1.
penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2.
Puskesmas mampu melakukan penjaringan kasus TB RO dan merujuk terduga
untuk melakukan diagnosis jika diperlukan
3.
Puskesmas mampu melanjutkan pengobatan pasien TB RO
4.
Puskesmas mampu melakukan rujukan pemeriksaan laboratorium, follow up
bagi pasien TB RO.
c)
pemberian pengobatan pencegahan TB pada anak dan ODHA
d)
pemberian edukasi tentang penularan, pencegahan penyakit TB dan etika
batuk kepada pasien dan keluarga.
e)
Puskesmas memberikan pelayanan pengawasan menelan obat (PMO) bagi pasien TBC SO dan TBC RO.
f)
kewajiban melaporkan kasus TBC kepada Program Nasional Penanggulangan
TBC.
g)
mengikuti pemantapan mutu laboratorium mikroskopis TBC sesuai ketentuan
Program TBC.
·
Program pengendalian tuberkulosis perlu disusun dan dikoordinasikan baik
dalam upaya preventif maupun upaya kuratif di Puskesmas melalui strategi DOTS.
·
Penyusunan program penanggulangan tuberkulosis terintegrasi dengan penyusunan RUK
dan RPK pelayanan UKM dan UKPP (lihat juga KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur pengendalian tuberkulosis serta target pasien TBC yang
harus diobati di Puskesmas sesuai dengan target penemuan kasus TBC. (R, D,W)
2.
Ditetapkan
program penanggulangan tuberkulosis berdasarkan analisis masalah TB dengan
melibatkan lintas program dan lintas sektoryang
dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D,W)
3.
Ditetapkan
tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter, perawat, analis laboratorium
dan petugas pencatatan pelaporan terlatih(R)
4.
Logistik
baik OAT maupun non OAT disediakan sesuai dengan kebutuhan program serta
dikelola sesuai dengan prosedur (D,W)
5.
Program
penanggulangan tuberkulosis dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor.(D,W)
6.
Dilakukan
tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis, pengobatan, pemantauan,
evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan peraturan perundangan( D, O,W).
Standar
4.3.
Peningkatan cakupan dan mutu
imunisasi
Puskesmas melaksanakan program imunisasi sesuai ketentuan peraturan perundangan.
Kriteria
4.3.1.
Program imunisasi direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan dievaluasi dalam upaya
peningkatan capaian cakupan dan mutu imunisasi.
Pokok Pikiran:
·
Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular yang
dapat dicegah melalui imunisasi, Puskesmas wajib melaksanakan kegiatan
imunisasi sebagai bagian dari program prioritas nasional.
·
Pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas perlu
direncanakan,dilaksanakan, dipantau dan
dievaluasi agar dapat mencapai cakupan imunisasi secara optimal.
·
Perencanaan yang detail (micro planning) meliputi pemetaan
wilayah, identifikasi dan penentuan jumlah sasaran, kebutuhan SDM, penentuan
kebutuhan, jadwal pelaksanaan imunisasi serta jadwal dan mekanisme distribusi
logistik, dan biaya operasional disusun untuk memastikan pelaksanaan program
imunisasi berjalan dengan baik. Micro planning disusun dengan melibatkan
lintas program terkait.
·
Pencatatan dan pelaporan program imunisasi dilaksanakan secara akurat
dan sesuai prosedur meliputi cakupan imunisasi, stok dan pemakaian vaksin dan
logistik lainnya, kondisi peralatan rantai vaksin dan KIPI.
·
Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkala, berkesinambungan,
berjenjang dan dilakukan analisa serta rencana tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil.
·
Tindak lanjut perbaikan program
imunisasi berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi
dilaksanakan meliputi upaya dalam rangka penjangkauan sasaran dan meningkatkan
cakupan imunisasi melalui:
1)
kegiatan
sweeping, drop out follow up (DOFU),
kegiatan SOS (Sustainable Outreach
Services) untuk daerah geografis sulit, defaulter tracking,
Backlog Fighting, Crash Programdan Catch Up Campaign;
2)
upaya peningkatan kualitas imunisasi
melalui pengelolaan vaksin yang sesuai prosedur, pemberian imunisasi yang aman
dan sesuai prosedur, kegiatan validasi data sasaran, Data Quality Self
assessment (DQS), Rapid Convenience Assessment (RCA) untuk melakukan
validasi terhadap hasil cakupan imunisasi dan supervisi berkala; serta
3)
upaya penggerakkan masyarakat melalui
kegiatan penyuluhan sosialisasi melalui berbagai media komunikasi, peningkatan
keterlibatan lintas program dan lintas sektor terkait dan pembentukan forum
komunikasi masyarakat peduli imunisasi.
·
Penyusunan program peningkatan dan cakupan mutu imunisasi terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP (lihat juga
KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur imunisasi.(R)
2.
Ditetapkan
program imunisasi yang disusun secara rinci dan melibatkan lintas program
terkait yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D,W)
3.
Tersedia
vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program dan dikelola sesuai dengan
prosedur (D, O,W)
4.
Kegiatan
Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai
dengan rencana dan prosedur yang telah ditetapkanbersama lintas program dan
lintas sektor. (D, O,W)
5.
Dilakukan
pemantauan, dan evaluasi serta tindaklanjut program imunisasi sesuai hasil
kegiatan pemantauan dan evaluasi. (D,W)
6. Dilakukan
pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (D)
Standar
4.4.
Pencegahan dan Penurunan
Stunting
Puskesmas melaksanakan pencegahan dan penurunan stunting beserta pemantauan dan
evaluasinya sesuai
ketentuan peraturan perundangan.
Kriteria
4.4.1.
Pencegahan dan penurunan stunting direncanakan,
dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi
dengan melibatkan lintas program, lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat.
Pokok Pikiran:
·
Pencegahan dan penurunan stunting merupakan salah satu fokus Pemerintah
yang bertujuan agar anak-anak Indonesia tumbuh dan berkembang secara optimal
dan maksimal disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk
belajar serta berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
·
Upaya pencegahan dan penurunan stunting tidak dapat dilakukan oleh
sektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan dengan pemberdayaan lintas sektor
dan masyarakat melalui perbaikan pola makan, pola asuh, dan sanitasi serta
akses terhadap air bersih.
·
Upaya pencegahan dan penurunan
stunting dilakukan terintegrasi baik lintas program antara lain dalam pelayanan
pemeriksaan kehamilan, imunisasi, kegiatan promosi dan konseling (menyusui dan
gizi), pemberian suplemen dan kegiatan internvesi lainnya, maupun intervensi
yang dilakukan bersama lintas sektor. Kegiatan tersebut diharapkan pada
akhirnya akan berdampak pada peningkatan cakupan intervensi pada sasaran 1.000
HPK.
·
Dalam pencegahan dan penurunan stunting dilakukan upaya untuk
meningkatkan layanan dan cakupan intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi
sensitif sesuai dengan pedoman yang berlaku.
·
Intervensi gizi sensitif antara lain meliputi:
a)
perlindungan sosial
b)
penguatan pertanian
c)
perbaikan air dan sanintasi lingkungan
d)
keluarga berencana
e)
perkembangan
anak usia dini
f)
kesehatan
mental ibu
g)
perlindungan
anak
h)
pendidikan
dalam keas
·
Intervensi gizi spesifik meliputi:
1)
pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri
2)
pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil
3)
pemberian makanan tambahan pada ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
4)
promosi/konseling IMD, ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping ASI yang
tepat/PMBA (Pemberian Makanan Bayi dan Anak)
5)
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita
6)
tata laksana balita gizi buruk
7)
pemberian vitamin A bayi dan balita
8)
pemberian makanan tambahan untuk balita kurus
9)
penganekaragaman makanan
10)
perilaku pemberian makanan dan
situasi
11)
suplemntasi/fortifikasi gizi
mikro
12)
manajemen dan pencegahan
penyakit
13)
intervensi gizi dalam
kedaruratan
·
Dalam pencegahan dan penurunan stunting harus dapat menjamin
terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan sesuai prosedur terutama
pengukuran tinggi badan menurut umur (TB/U) dan perkembangan balita.
·
Pencatatan dan pelaporan program stunting dilaksanakan secara akurat dan
sesuai prosedur.
·
Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi
dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP (lihat juga
KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1)
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakandan prosedurpencegahan
dan penurunan stunting. (R)
2. Ditetapkan program
pencegahan dan penurunan stunting
berdasarkan hasil analisis masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan lintas sektoryang
dipimpin oleh Kepala Puskesmas). (R, D,W)
3. Pencegahan dan
penurunan stunting dalam bentuk intervensi gizi spesifik dan sensitif
dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun bersama
lintas program dan lintas sektor (D, O, W)
4. Dilaksanakan
intervensi gizi spesifik dan sensitif sesuai dengan rencana yang disusun
(D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan,
evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program pencegahan dan
penurunan stunting (D,W).
Standar
4.5.
Pengendalian penyakit tidak
menular dan faktor risikonya
Puskesmas
melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular utama yang melipiti
hipertensi, diabetes mellitus, kanker payudara dan leher rahim, Pasien Rujuk
Balik (PRB) Penyakit Tidak Menular (PTM) dan penyakit katastropik lainnya
sesuai kompetensi di tingkat primer, serta penanganan faktor risiko PTM.
Kriteria
4.5.1.
Program
pengendalian penyakit tidak menular dan faktor resikonya direncanakan,
dilaksanakan, dipantau dan
ditindaklanjuti dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular.
Pokok Pikiran:
·
Meningkatnya faktor risiko dan penyakit tidak menular serta
komplikasinya tidak hanya berdampak pada terjadinya peningkatan angka
morbiditas, mortalitas dan disablilitas, namun juga berdampak kehilangan
produktivitas yang berdampak pada beban ekonomi baik tingkat individu,
keluarga, dan masyarakat
·
Upaya pengendalian penyakit tidak menular dilakukan melalui berbagai
kegiatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan tindakan kuratif dan
rehabilitatif.
·
Kegiatan promotif dan preventif dilakukan melalui upaya:
a)
Promotif yaitu memberikan informasi dan edukasi seluas-luasnya kepada
masyarakat agar tumbuh kesadaran untuk ikut bertanggung jawab terhadap
kesehatan diri dan lingkungannya.
b)
Preventif
1)
Pembinaan terhadap UKBM (POSBINDU), agar penyelenggaraannya tertib 1
kali/bulan dengan kader terlatih (sesuai juknis posbindu terbaru, terlampir)
yang melakukan deteksi dini faktor risiko PTM:
1.1. ukur Tekanan Darah (TD)
1.2. Gula Darah Sewaktu (GDs)
1.3. Indeks Masa Tubuh (IMT) dan
Lingkar Perut (LP) dan
1.4. memberikan edukasi sesuai
indikasi
1.5. menyelenggarakan konseling
upaya berhenti merokok (UBM) dengan tenaga terlatih
1.6. menerapkan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) di lingkungan Puskesmas. Bekerjasama dengan Dinas Kesehatan daerah
Kabupaten/Kota dan instansi terkait mendorong dan mengawasi penerapatan KTR di
7 tatanan (fasyankes, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah, angkutan umum,
fasilitas umum, dan tempat bermain anak)
2)
Preventif di FKTP dilakukan melalui deteksi dini kanker payudara dan
kanker leher rahim dengan Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) dan Inspeksi
Visual Asam Asetat (IVA) pada perempuan usia 30-50 tahun.
·
Kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan melalui upaya:
a)
menguatkan akses Pelayanan terpadu PTM di Puskesmas dengan menguatkan
keterampilan petugas kesehatan dalam penanganan PTM dan faktor risiko PTM
sesuai wewenang dan kompetensi di FKTP.
b)
menguatkan sistem rujukan dari UKBM ke FKTP
c)
menindaklanjuti Program Rujuk Balik (PRB) PTM
d)
menindaklanjuti pelayanan paliatif berbasis komunitas sesuai standar
·
Deteksi dini atau penapisan (screening)
perlu dilakukan untuk mencegah terhadinya peningkatan kasus PTM.
·
Penguatan keterampilan penanganan kasus PTM terutama pada dokter dan
tenaga kesehatan, dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
·
Dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular, antara
lain: diabetes, pola makan tidak sehat,
kurang aktivitas fisik, merokok, dan faktor risiko yang lain, dilakukan secara terintegrasi melalui pendekatan keluarga dengan PIS-PK.
·
Dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular harus dapat menjamin
terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan terpadu sesuai ketentuan..
·
Penyusunan program penanggulangan penyakit menular dan faktor risikonya terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP (lihat juga
KMP : 1.1.2, dan UKM : 2.1.1).
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan
dan prosedur serta target sasaran pelayanan program Pengendalian Penyakit Tidak
Menular (PTM).(R)
2. Ditetapkan program
pengendalian Penyakit Tidak Menular dan program promosi kesehatan termasuk
kegiatan skrining PTM melalui Posbindu dan pendekatan keluarga, untuk
pencegahan penyakit tidak menular, termasuk pengendalian faktor risiko PTM yang
disusun berdasarkan analisis masalah PTM dengan melibatkan lintas
program dan lintas sektoryang dipimpin oleh
Kepala Puskesmas.(R, D,W)
3. Program pengendalian
penyakit tidak menular dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang telah disusun bersama Lintas Program dan Lintas Sektor. (D, O,W)
4. Pelayanan dilakukan
secara terpadu dengan diagnosis, pengobatan dan tindaklanjut pada pasien dengan
penyakit tidak menular sesuai dengan panduan praktik klinis oleh tenaga
kesehatan yang berkompeten. (D, O,W)
5.
Dilakukan
pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
pengendalian penyakit tidak menular. (D,W)
BAB 5. Peningkatan
MutuPuskesmas (PMP)
Standar
5.1.
Peningkatan Mutu dilaksanakan
secara berkesinambungan
Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya perbaikan berkesinambungan,
upaya keselamatan pasien, upaya Manajemen risiko dan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi untuk
meminimalkan risiko bagi pasien, sasaran UKM, masyarakat, dan lingkungan. (lihat juga KMP
1.1.1; 1.1.2; 1.1.3; dan 1.8.1 )
Kriteria
5.1.1.
Kepala Puskesmas menetapkan Tim dan Program Peningkatan Mutu Puskesmas
Pokok Pikiran:
·
Agar
upaya-upaya Peningkatan Mutu, Keselamatan
Pasien, Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI), dan Manajemen Risiko (MR) dapat dikelola dengan baik dan
konsisten dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, maka perlu ditetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab terhadap Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, PPI,
dan Manajemen Risiko.
·
Jika sumber daya tersedia maka dapat dibentuk Tim
Peningkatan Mutu, Tim Manajemen Risiko, dan Tim Keselamatan Pasien, Tim PPI
sesuai ketentuan peraturan perundangan, namun jika tidak tersedia Sumber daya
maka cukup dengan penunjukan penanggung jawab Mutu, Keselamatan Pasien, PPI,
dan Manajemen Risiko
·
Penunjukkan dan persyaratan kompetensi ketua tim atau petugas yang diberi tanggung jawab ditentukan
oleh Kepala Puskesmas. Persyaratan kompetensi tersebut antara lain adalah: Minimal
D3 Kesehatan, mempunyai kapasitas
terkait pengelolaan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI, serta mempunyai pengalaman
kerja di Puskesmas.
·
Para tim atau
petugas yang bertanggung jawab tersebut, mempunyai tugas untuk melakukan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, dan membudayakan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan
pasien, manajemen risiko, dan
pencegahan dan pengendalian infeksi. Para tim tersebut juga harus menjamin
pelaksanaan kegiatan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
·
Perlu
ditetapkan kebijakan dan prosedur serta pedoman sebagai acuan Kepala Puskesmas, penanggung jawab upaya pelayanan Puskesmas dan koordinator dan pelaksana
kegiatan Puskesmas dalam hal 1) peningkatan
mutu, 2) keselamatan pasien, 3) manajemen risiko, 4) dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
·
Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi,
mengalokasikan,
dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan
program PPI sesuai dengan ketersediaan anggaran dan sumber daya yang ada di
Puskesmas
·
Program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan
program PPI
disusun secara kolaboratif sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian,
dan penilaian
·
Program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan
program PPI
sesuai dengan perkembangan kebutuhan
dan harapan masyarakat, perubahan regulasi, perkembangan teknologi dan
perubahan pedoman dalam rangka upaya-upaya perbaikan berkesinambungan untuk
memperbaiki perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pelayanan
·
Proses,
hasil kegiatan, penilaian dan tindak lanjut program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan
program PPI
didokumentasikan, disosialisasikan, dan dikomunikasikan kepada semua
petugas kesehatan yang memberikan pelayanan.
Elemen Penilaian:
1.
Kepala
Puskesmas menetapkan tim atau petugas diberi tanggung jawab peningkatan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI yang memenuhi persyaratan kompetensi yang
disertai dengan uraian tugasnya. (R, D, W)
2.
Kepala
Puskesmas menetapkan kebijakandan program peningkatan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI di Puskesmas. (R) (Lihat juga KMP : 1.4.1; 1.5.7; PMP 5.2.1; 5.4
dan 5.5)
3.
Dilakukan
pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak
lanjut, dan upaya perbaikan berkesinambungan terhadap
pelaksanaan program peningkatan
mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan
program PPI. (D,O,W)
Kriteria
5.1.2.
Kepala
Puskesmas dantim atau petugas
yang diberi tanggung jawab mutudan keselamatan pasien berkomitmen untuk membudayakan peningkatan mutu secara berkesinambungan
melalui pengelolaan indikator mutu.
Pokok Pikiran:
·
Penetapan prioritas perbaikan mutu dilakukan berdasarkan
kebijakan indikator mutu nasional (IMN), prioritas permasalahan di wilayah kerja
Puskesmas, SKP, dan PPI.
·
Untuk mengukur keberhasilan upaya prioritas perbaikan di
Puskesmas maka perlu ditetapkan indikator mutu.
·
Pengelolaan
indikator mutu dalam rangka upaya perbaikan mutu terdiri dari :
a.
Indikator mutu prioritas
tingkat
Puskesmas(IMPP)
Indikator ini dirumuskan berdasarkanmasalah
kesehatan yang ada di wilayah kerja (lihat juga KMP 1.1.3)
b.
Indikator mutu prioritas Program :
1)
Indikator mutu nasional
2)
Indikator Sasaran Keselamatan
Pasien (SKP)
(lihat juga PMP : 5.3)
3)
Indikator Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI).
(lihat juga PMP : 5.5).
·
Pemilihan
prioritas didasarkan pada proses yang berimplikasi risiko tinggi (high risk),
melibatkan populasi dalam volume besar (high volume), melibatkan biaya
besar bila tidak dikelola dengan baik (high cost), capaian kinerja
rendah (bad performance), atau cenderung menimbulkan masalah (problem
prone).
·
Prioritas
berdasarkan capaian
kinerja, kendala, atau hambatan
dalam pelaksanaan kegiatan, adanya ketidakpuasan sasaran, dan ketidaksesuaian
terhadap kerangka acuan atau jadwal pelayanan yang
disusun, dan perubahan kebijakan pemerintah atau pemerintah daerah terkait
dengan penyelenggaraan KMP, pelayanan UKM, dan pelayanan
UKPP Puskesmas
·
Indikator mutu yang
diprioritaskan berdasarkan permasalahan kesehatan di wilayah kerja disebut
dengan indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP) yang upaya perbaikannya harus
didukung KMP, UKM dan UKPP.
Contoh: masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan
sesuai dengan permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya
prevalensi tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKP yang
terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi masalah tuberkulosis,
dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan UKM untuk menurunkan prevalensi
tuberkulosis, dan dukungan manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.
·
Kepala
Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab menyusun indikator
mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) yang akan melibatkan banyak jenis pelayanan,
banyak tenaga, membawa dampak besar bagi Puskesmas.
·
Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) untuk
masing-masing sasaran yang terdiri atas identifikasi pasien, komunikasi
efektif, pengelolaan obat dengan kewaspadaan tinggi, upaya untuk memastikan
benar pasien, benar prosedur, dan benar sisi
pada pasien yang menjalani tindakan medis, kebersihan tangan, dan proses
untuk mengurangi risiko jatuh.
(lihat juga PMP : 5.1. dan 5.3)
·
Indikator mutu terkait dengan proses pencegahan dan
pengedalian infeksi dikaitkan dengan penerapan kewaspadaan isolasi meliputi:
kajian risiko pada pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan klinis,
kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), Peralatan
perawatan pasien, pengelolaan linen, pengelolaan limbah infeksius dan benda
tajam, asuhan klinis yang berisiko infeksi, pengelolaan makanan secara
higienis, penyuntikan yang aman, risiko infeksi pada saat pembongkaran,
konstruksi dan renovasi bangunan, penanganan outbreak infeksi, upaya
pengendalian infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan, kegiatan edukasi PPI,
serta perbaikan dan penggunaan antimikroba secara bijak. (lihat juga PMP : 5.1 dan 5.5 )
·
Setiap indikator agar dibuat profilnya atau gambaran
singkat tentang indikator tersebut yang antara lain meliputi:
a.
judul indikator,
b.
dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator,
c.
dimensi mutu,
d.
tujuan,
e.
definisi operasional,
f.
tipe indikator,
g.
satuan pengukuran,
h.
numerator,
i.
denominator,
j.
target pencapaian,
k.
kriteria inklusi dan eksklusi,
l.
formula pengukuran,
m.
desain pengumpulan data,
n.
sumber data,
o.
populasi atau sampel,
p.
frekuensi pengumpulan data,
q.
periode waktu pelaporan data,
r.
periode analisis data,
s.
penyajian data,
t.
instrumen pengambilan data
u.
penanggung jawab indikator
·
Kepala
Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab mutu dan keselamatan
pasien,petugas yang diberi tanggung jawab
indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data,
dan petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data, harus bertanggung jawab dan memerlukan peran serta
aktif dalam peningkatan mutu secara berkesinambungan. Dalam hal keterbatasan
tenaga, maka petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data dapat
dirangkap oleh petugas penanggung jawab indikator. (
Lihat juga KMP : 1.6.11)
·
Jika
prioritas indikator yang dipilih sama di beberapa unit
pelayanan
(contoh: indikator kepatuhan cuci tangan) maka
tim atau
petugas yang diberi tanggung jawab mutu, melakukan koordinasi
dalam pengumpulan data.
Jika prioritas indikator yang dipilih terkait di beberapa
unit pelayanan
(contoh: pengukuran waktu tunggu rawat jalan dan waktu tunggu rekam medis),
maka tim atau
petugas yang diberi tanggung jawab mutu melakukan integrasi dalam
pengumpulan data. Koordinasi
dan integrasi sistem pengukuran akan memberikan
kesempatan adanya penyelesaian dan perbaikan terintegrasi.
·
Kepala
Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab mutu dan keselamatan
pasien,petugas penanggung jawab indikator, petugas yang diberi tanggung jawab
untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data, mendapatkan peningkatan kapasitas pengelolaan data. (
Lihat juga KMP : 1.6.12)
·
Peningkatan kapasitas
pengolahan data dapat dilakukan melalui pelatihan, lokakarya, kaji banding, on
the job training atau in house training
·
Indikator mutu yang sudah tercapai dan dapat
dipertahankan selama tahun berjalan maka dapat diganti dengan indikator mutu
baru. Indikator mutu yang belum mencapai target dapat tetap diukur di tahun
berikutnya. (Lihat juga KMP :1.1.1 dan 1.1.3;dan
PMP :
5.1.4 terkait indikator mutu)
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP),
indikator sasaran keselamatan pasien (SKP), dan indikator upaya Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI)(R) (lihat juga KMP :
1.1.3)
2.
Setiap indikator yang dilengkapi dengan profil
indikator yang meliputi huruf (a) sampai huruf (u) seperti disebutkan di pokok pikiran. (D)
3.
Pengumpulan dan
analisis data dilakukan oleh petugas
yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi
tanggung jawab untuk validasi data, dan petugas penanggung jawab indikator (D,
W)
4.
Dilakukan pengumpulan data untuk indikator mutu yang sudah ditetapkan
(D,O, W)
5.
Puskesmas
menyelenggarakan kegiatan peningkatan sistem dan kapasitas pengelolaan data
dengan pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien bagi tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu dan keselamatan pasien, petugas penanggung jawab indikator, petugas yang
diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi tanggung
jawab untuk validasi data. (D,W)
Kriteria
5.1.3.
Dilakukan validasi terhadap hasil pengukuran indikator
mutu untuk menjamin data yang dikumpulkan valid untuk peningkatan mutu dan
penyampaian informasi kepada masyarakat.
Pokok Pikiran:
·
Untuk menjamin bahwa data dari masing-masing indikator
mutu yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu dan menyampaikan
informasi tentang mutu pelayanan Puskesmas perlu dilakukan proses validasi data. Validasi data dilakukan
jika:
a)
terdapat indikator baru yang diterapkan untuk menilai
mutu pelayanan
b)
terdapat indikator mutu yang akan ditampilkan kepada
masyarakat melalui media informasi yang ditetapkan
c)
terdapat perubahan pada metode pengukuran yang ada,
antara lain: perubahan numerator atau denominator, perubahan metode
pengumpulan, perubahan sumber data, perubahan subjek pengumpulan data,
perubahan definisi operasional dari indikator.
·
Validasi penting untuk dilakukan agar data indikator
mutu akurat untuk mendukung keputusan yang diambil terkait dengan perubahan
kebijakan maupun upaya perbaikan mutu, dan untuk mendukung kesahihan data yang
disampaikan pada masyarakat.(Lihat
juga KMP : 1.1.3; dan PMP : 5.1.2)
·
Validasi data dapat dilakukan terhadap sumber data,
definisi operasional numerator dan denominator, membandingkan hasil pengukuran
ulang dengan sumber data yang sama, atau membandingkan hasil pengukuran dengan
menggunakan sumber data yang lain untuk mencocokkan hasil pengukuran yang telah
dilakukan.(
Lihat juga KMP : 1.6.11 )
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan petugas atau tim yang bertanggung jawab
untuk melakukan validasi data indikator mutu. (R)
2.
Ditetapkan prosedur dan metode untuk melakukan
validasi data hasil pengukuran indikator mutu. (R)
3.
Dilakukan validasi data hasil pengukuran indikator
sebagaimana diminta pada pokok pikiran. (D, W)
4.
Hasil validasi data digunakan untuk pengambilan
keputusan, upaya perbaikan mutu, dan untuk penyediaan informasi tentang capaian
mutu kepada masyarakat. (D, O, W)
Kriteria
5.1.4.
Dilakukan analisa data dalam
upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan
Pokok
Pikiran
·
Dalam rangka mencapai
sebuah kesimpulan dan membuat keputusan maka data harus digabungkan, dianalisis dan diubah menjadi informasi yang berguna.
·
Analissi data melibatkan
individu di dalam tim PMP yang memahami manajemen informasi, mempunyai
keterampilan dalam metode pengumpulan data, dan
mengetahui cara menggunakan berbagai alat statistik. Hasil analisis data harus dilaporkan kepada
Kepala Puskesmas yang bertanggungjawab akan proses atau hasil yang diukur dan yang mampu menindaklanjuti.
·
Teknik statistik dapat
berguna dalam proses analisis data, khususnya dalam menafsirkan variasi dan
memutuskan area yang paling membutuhkan perbaikan. Run charts, diagram kontrol
(control charts), histogram, dan diagram Pareto adalah contoh metode statistik
yang sangat berguna untuk memahami pola dan variasi dalam pelayanan kesehatan
·
Program mutu berpartisipasi dalam
menetapkan seberapa sering data harus dikumpulkan dan dianalisis. Frekuensi
proses ini bergantung pada kegiatan program tersebut dan area yang diukur serta
frekuensi pengukuran. Sebagai contoh, pemeriksaan data mutu dari laboratorium
klinis mungkin dianalisis setiap minggu untuk mematuhi peraturan
perundangan-undangan dan data tentang pasien jatuh mungkin dianalisis setiap
bulan apabila jatuhnya pasien jarang terjadi. Maka, pengumpulan data pada
titik-titik waktu tertentu akan memungkinkan Puskesmas menilai stabilitas proses tertentu atau dapat
menilai prediksi hasil tertentu terkait dengan ekspektasi yang ada.
·
Tujuan analisis data adalah dapat
membandingkan data-data Puskesmas melalui kaji banding dalam empat hal:
a)
membandingkan data di Puskesmas dari waktu ke waktu data (analisis
trend), misalnya data PISPK dari bulanan ke bulan atau dari tahun ke tahun;
b)
membandingkan dengan Puskesmas lain bila mungkin yang sejenis seperti
melalui database eksternal nasional tentang data PISPK;
c)
membandingkan dengan standar seperti
yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti data capaian SPM (PMK nomor 4 tahun 2019);
d)
Jika memungkinkan, membandingkan dengan
praktik yang diinginkan yang dalam literatur digolongkan sebagai best
practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih
baik) atau practice guidelines (panduan praktik klinik).
Elemen
Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan dan
prosedur analisis data serta tim yang melakukan analisis data. (R)
2.
Dilakukan pengumpulan data,
analisis dan hasilnya dalam bentuk informasi yang berguna untuk
mengidentifikasi kebutuhan perbaikan yang harus dilakukan. (D,W)
3.
Analisis data dilakukan
dengan menggunakan metode dan teknis statistik sesuai dengan kebutuhan. (D,W)
4.
Analisis data telah dilakukan melalui kaji banding seperti yang disebutkan dalam pokok pikiran dan hasilnya disampaikan
kepada Kepala Puskesmas D,W) (lihat juga KMP : 1.9.1
tentang kaji banding)
Kriteria
5.1.5.
Peningkatan Mutu dicapai
dan dipertahankan.
Pokok Pikiran:
·
Informasi dari
analisis data digunakan untuk mengidentifikasi potensi perbaikan dan mengurangi atau
mencegah kejadian yang merugikan. Data memberikan kontribusi untuk pemahaman potensi perbaikan terutama untuk indikator-indikator
mutu prioritas yang sudah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
·
Metode untuk
meningkatkan dan mempertahankan mutu dan keselamatan pasien/masyarakat antara lain dapat
menggunakan siklus Plan (merencanakan perbaikan), Do (uji coba perbaikan),
Study (mempelajari/menganalisis hasil uji coba perbaikan), Action (menindak
lanjuti hasil analisis uji coba perbaikan).
·
Setelah perbaikan
direncanakan, dilakukan uji perubahan dengan mengumpulkan data lagi selama masa
uji yang ditentukan dan dilakukan re-evaluasi untuk membuktikan bahwa perubahan adalah benar
menghasilkan perbaikan.Hal
ini untuk memastikan bahwa ada perbaikan berkelanjutan dan ada pengumpulan data
untuk analisis berkelanjutan
·
Perubahan yang efektif dimasukkan antara lain dalam
bentuk penetapan kebijakan, perbaikan standar
operasionalprosedur, pendidikan staf
yang perlu dilakukan, dan replikasi
di unit kerja yang lain. Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan
oleh Puskesmas didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen peningkatan mutu
dan keselamatan pasien dan program perbaikan.
Elemen
Penilaian:
1.
Terdapat bukti Puskesmas telah membuat
rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan pasien/sasaran berdasarkan hasil capaian indikator mutu (D,W)
2.
Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan
uji coba perbaikan terhadap mutu dan keselamatan pasien/sasaran
berdasarkan rencana perbaikan (D,W)
3.
Terdapat bukti
Puskesmas telah melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil uji coba
perbaikan (D.W)
4.
Terdapat buktiPuskesmas telah
menerapkan/melaksanakan hasil uji coba perbaikan berdasarkan hasil evaluasi
perbaikan
5.
Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan,
dikomunikasikan serta disosialisasikan dan dijadikan laporan PMP (D,W)
Standar
5.2.
Program
manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk melakukan identifikasi, analisa
dan penatalaksanaan risiko untuk mengurangi cedera, dan mengurangi risiko lain
terhadap keselamatan pasien, staf dan sasaran pelayanan
UKM serta masyarakat.
Upaya manajemen risiko dilaksanakan melalui sebuah kerangka kerja manajemen
risiko yang dilaksanakan dalam Proses manajemen risiko yang mencakup :
identifikasi, analisa, penatalaksaan risiko dan monitor perbaikannya. (lihat juga KMP : 1.4; PMP : 5.1)
Kriteria
5.2.1
Risiko
dalam penyelenggaraan
berbagai upaya Puskesmas terhadap pasien, keluarga, masyarakat,
petugas,
dan lingkungan diidentifikasi,dianalisis dan di lakukan penatalaksanaannya
Pokok Pikiran:
·
Pelaksanaan
setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko. Risiko terhadap pasien,
keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan perlu dikelola oleh penanggung jawab
dan pelaksana untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan dan/ atau
minimalisasi risiko dan tidak memberi akibat negatif atau merugikantersebut
·
Manajemen risiko merupakan pendekatan
proaktif yang komponen-komponen pentingnya meliputi:
a.
identifikasi
risiko,
b.
prioritas risiko,
c.
pelaporan
risiko,
d.
manajemen
risiko
e.
invesigasi
terhadap insiden yang terjadi baik pada pasien, petugas keluarga dan pengunjung
f.
manajemen
terkait tuntutan (klaim)
·
Identifikasi Risiko terhadap kejadian /Insiden yang sudah
terjadi didokumentasikan dalam Register Risiko. Sedangkan risiko
yang belum terjadidan
berpotensi menimbulkan kejadian/ insiden didokumentasikan pada Identifikasi Proses Berisiko
Tinggi
·
Kategori risiko di Puskesmas adalah Risiko yang berhubungan dengan KMP,
UKPP, dan UKM.
·
Register Risiko dan Identifikasi Proses Berisiko Tinggi harus dibuat sebagai dasar penyusunan Program
Manajemen risiko untuk membantu petugas Puskesmas mengenal dan mewaspadai kemungkinan
risiko dan akibatnya terhadap sasaran program, pasien, keluarga, masyarakat,
petugas, lingkungan, dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan
prosedur penerapan manajemen risiko. (R)
2. Dilakukan identifikasi dan analisis
risiko yang sudah terjadi dalam area KMP,
UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam register risiko.
3. Dilakukan identifikasi dan analisis
potensi risiko yang belum terjadi dalam area KMP,
UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam Identifikasi Proses Berisiko Tinggi (D,W)
Kriteria
5.2.2
Risiko
dalam penyelenggaraan
berbagai upaya Puskesmas terhadap pasien, keluarga, masyarakat,
petugas,
dan lingkungan yang
telah diidentifikasidianalisis dan ditindak lanjuti.
Pokok Pikiran:
·
Program Manajemen Risiko (MR) yang berisi strategi dan kegiatan untuk mereduksi atau
memitigasi risiko, disusun
setiap tahun,
terintegrasi dalam perencanaan puskesmas, berdasarkan identifikasi
dan analisisrisiko
baik yang sudah berakibat terjadinya kejadian/ insiden maupun yang berpotensi
menyebabkan terjadinya kejadian/ insiden.
·
Strategi reduksi dan mitigasi dapat berupa kontrol
risiko (Risk control) dan pembiayaan risiko (Risk
Financing)
Kontrol risikoterdiri dari : Menghindari risiko (risk avoidance), Mencegah kerugian (Loss Prevention - Frequency), Mereduksi
kerugian / dampak (Loss Reduction –
Severity), Segregasi dan Transfer Kontraktual yang bukan Asuransi (Contractual non Insurance) misalnya dengankonsinyasi. Pembiayaan risiko (Risk Financing)
adalah memindahkan risiko kepada pihak lain melalui pembiayaan, misalnya : asuransi
kebakaran.
·
Pelaksanaan
program manajemen risiko yang terdiri dari proses manajemen risiko berupa
identifikasi, analisa, penatalaksanaaan risiko dan monitor perbaikannya untuk
menentukan Strategi reduksi dan mitigasi risiko.
·
Satu
alat/metode analisa proaktif terhadap proses kritis dan berisiko tinggi adalah failure
mode effect analysis (analisis efek modus kegagalan). Dipilih minimal satu
proses prioritas yang berisiko untuk dilakukan analisis efek modus kegagalan
setiap tahun.
·
Untuk
menggunakan metode / alat ini atau alat-alat lainnya yang serupa secara
efektif, Kepala Puskesmas harus mengetahui dan mempelajari pendekatan tersebut,
menyepakati daftar proses yang berisiko tinggi dari segi keselamatan pasien dan
staf, dan kemudian menerapkan alat tersebut pada proses prioritas risiko.
Setelah analisis hasil, pimpinan Puskesmas mengambil tindakan untuk mendesain
ulang proses-proses yang ada atau mengambil tindakan serupa untuk mengurangi
risiko dalam proses-proses yang ada.
·
Proses
pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam setahun dan
didokumentasikan pelaksanaannya.
Elemen Penilaian:
1.
Program manajemen risiko disusun berdasar
analisis kejadian yang sudah terjadi dan hasil identifikasi proses berisiko
tinggi dan menjadi bagian terintegrasi dalam perencanaan Puskesmas (D, W)
2.
Dilakukan
penatalaksanaan risiko berupa strategi reduksi dan mitigasi risiko dan monitor
perbaikannya terkait kesehatan dan keselamatan kerja, sarana prasarana, dan
infeksi (D,W)
3.
Dilakukan
pelaporan hasil program manajemen risiko, dan rencana tindak lanjut risiko yang
telah diidentifikasi. (D, W)
4.
Ada bukti Puskesmas
telah melakukan failure mode effect
analysis (analisis efek modus kegagalan) setahun sekali pada proses
berisiko tinggi yang diprioritaskan (D,W) Puskesmas telah melaksanakan tindak
lanjut hasil analisis modus dampak kegagalan (FMEA) (D, W)
Standar
5.3.
Sasaran Keselamatan
Pasien diterapkan dalam Upaya Keselamatan Pasien
Puskesmas mengembangkan dan menerapkan sasaran
keselamatan pasien sebagai suatu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan.(lihat
juga KMP : 1.1.3; UKPP 3.1.1., dan PMP : 5.2.1)
Kriteria
5.3.1
Proses
Identifikasi pasien dilakukan dengan benar.
Pokok Pikiran:
·
Salah
identifikasi pasien dapat terjadi di Puskesmas baik pada proses pelayanan
pasien sebagai akibat dari kondisi kesadaran pasien, perpindahan ruang rawat,
dan kondisi lain yang menyebabkan terjadinya salah identitas.
·
Kebijakan
dan prosedur identifikasi pasien perlu disusun termasuk identifikasi
pasien pada kondisi tertentu.
·
Pada
kondisi tertentu, misalnya pasien tidak mempunyai identitas, atau mempunyai
nama sama, pasien
dengan penurunan kesadaran, tidak dapat menyebutkan nama, dan tidak memiliki
kartu identitas, dilakukan cara
identifikasi yang tepat supaya tidak terjadi salah pasien.
·
Identifikasi
harus dilakukan minimal dengan dua cara yang relatif tidak berubah, antara
lain: nama lengkap tanggal lahir,atau
nomor rekam medis, dan tidak
boleh menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat.
·
Identifikasi
dilakukan setiap akan melakukan prosedur diagnostik, tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur
identifikasi pasien. (R)
2. Dilakukan identifikasi pasien sebelum
dilakukan prosedur diagnostik, tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit, sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
3. Dilakukan prosedur tepat identifikasi
pada kondisi khusus seperti disebutkan pada pokok pikiran (D,O,W)
Kriteria
5.3.2
Proses untuk
meningkatkan efektifitas komunikasi dalam
pemberian asuhan ditetapkan dan dilaksanakan
Pokok Pikiran:
·
Kesalahan
pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan dapat terjadi akibat
komunikasi yang tidak efektif dalam proses asuhan pasien
·
Komunikasi
yang tidak efektif antara lain : 1)
terjadi pada saat pemberian
perintah secara verbal, 2) pemberian
perintah verbal melalui telpon, 3) penyampaian
hasil kritis pemeriksaan penunjang diagnosis,4) serah
terima antar shift, dan 5) pemindahan pasien dari
unit yang satu ke unit yang lain.
·
Kebijakan
dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan diterapkan dalam penyampaian
pesan verbal, pesan verbal lewat telpon, penyampaian nilai kritis hasil
pemeriksaan penunjang diagnosis, serah terima pasien pada serah terima jaga maupun serah terima dari unit yang
satu ke unit yang lain, misalnya untuk pemeriksaan penunjang, dan pemindahan
pasien ke unit lain.
(Lihat juga UKM : 3.7.3 tentang kebijakan dan prosedur penetapan nilai kritis
laboratorium)
·
Pelaporan kondisi pasien
dalam komunikasi verbal atau lewal telpon antara lain dapat dilakukan dengan
menggunakan tehnik SBAR (Situation, Background, Asessment,
Recommendation)
·
Pelaksanaan komunikasi
efektif verbal
atau lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan
dikonfirmasi kepada pemberi pesan.
·
Nilai kritis hasil
pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang angka normal secara mencolok
yang menunjukkan keadaan berisiko tinggi atau mengancam jiwa harus ditetapkan
dan segera dilaporkan oleh tenaga
kesehatan yang bertanggung jawab dalam pelayanan penunjang
kepada dokter penanggung jawab pasien sesuai dengan ketentuan waktu yang
ditetapkan oleh Puskesmas, termasuk pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat
atau bidan langsung di tempat perawatan pasien (point of care testing), misalnya pemeriksaan gula darah sewaktu
yang dilakukan oleh perawat di tempat perawatan pasien.
·
Pelaksanaan serah terima
pasien dilakukan dengan tehnik SBAR, memperhatikan kesempatan untuk bertanya
dan memberi penjelasan (readback, repeat
back), menggunakan formulir yang baku, dan berisi informasi kritikal yang
harus disampaikan antara lain: tentang status/kondisi pasien, pengobatan,
rencana asuhan, tindak lanjut yang harus dilakukan, adanya perubahan
status/kondisi pasien yang signifikan, dan keterbatasan maupun risiko yang mungkin
dialami oleh pasien.
·
Untuk meningkatkan kompetensi
dalam melakukan komunikasi efektif maka perlu dilakukan edukasi kepada
karyawan. Edukasi dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, lokakrya, on the job
training atau bentuk lain yang dianggap efektif tratsfer skill dan pengetahun
terhadap peningkatan kompetensi karyawan dalam melakukan komunikasi efektif
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur
komunikasi efektif dalam pemberian asuhan (R)
2. Dilakukan edukasi komunikasiefektif
kepada tenaga kesehatanpemberi
asuhan seperti disebutkan dalam pokok pikiran (D,W)
3. Pesan secara verbal atau lewat telpon
ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada
pemberi pesan (D,O,W,S)
4. Penyampaian nilai kritis hasil
pemeriksaan laboratorium ditulis lengkap, dibaca ulang oleh
penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan dilakukan sesuai prosedur,
dan dicatat dalam rekam medis (D,O,W,S)
5. Diidentifikasi siapa dan kepada siapa
nilai kritis hasil pemeriksaan laboratoriumdilaporkan
dan informasi apa yang didokumentasikan dalam rekam medis.(D, O, W, S)
6. Proses komunikasi serah terima pasien
yang memuat hal-hal kritial dilakukan secara konsisten sesuai dengan prosedur,
metoda, dan menggunakan form yang dibakukan (D,O,W,S)
Kriteria
5.3.3.
Proses
untuk meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai ditetapkan
dan dilaksanakan
Pokok Pikiran:
·
Pemberian
obat pada pasien perlu dikelola dengan baik dalam upaya keselamatan pasien.
Kesalahan penggunaan obat-obat yang perlu diwaspadai dapat menimbulkan cedera
pada pasien.
·
Obat
yang perlu diwaspadai
(high alert) adalah obat-obat yang
dalam penggunaannya sering menyebabkan
kesalahan dan / atau kejadian
sentinel, berisiko tinggi untuk
penyalahgunaan, antara
lain: obat-obatan dengan rentang terapi
yang sempit, insulin, antikoagulan,
kemoterapi, obat-obatan
psikoterapi, narkotika,
dan obat-obatan dengan nama dan
rupa mirip
·
Kesalahan
pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat dengan nama dan rupa obat mirip (look alike sound alike)
·
Perlu
ditetapkan dan dilaksanakan kebijakan dan prosedur pengelolaan obat yang perlu
diwaspadai dan obat dengan nama dan rupa mirip, meliputi: penyimpanan,
penataan, peresepan,
pelabelan, penyiapan, penggunaan, evaluasipenggunaan obat-obat
yang perlu diwaspadai termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan nama
atau rupa mirip
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur tentang penulisan
resep obat dan pengelolaan obat yang perlu
diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip seperti disebutkan
pada pokok pikiran. (R)
2. Disusun daftar obat yang perlu
diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip (D)
3. Dilakukan pelabelan obat yang perlu
diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang disusun (D,O,W)
4. Dilakukan pengawasan dan pengendalian
penggunaan obat-obatan psikotropika/narkotika dan obat-obatan lain yang perlu
diwaspadai (high alert). (D, W)
Kriteria
5.3.4.
Proses
untuk memastikan tepat pasien, tepat
prosedur, tepat sisi pada pasien yang menjalani operasi/tindakan medis
ditetapkan dan dilaksanakan.
Pokok Pikiran:
·
Terjadinya
cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan oleh salah pasien, salah
prosedur, salah sisi pada pemberian tindakan
invasif
atau bedah minor pada pasien.
·
Puskesmas harus menetapkan
tindakan
invasif dan prosedurnya, yang meliputi semua
tindakan yang meliputi sayatan / insisi atau tusukan, termasuk, tetapi tidak
terbatas pada, pencabutan gigi, biopsi, dan artrosentesis, dan mengidentifikasi area
di mana prosedur invasif dilakukan.
·
Puskesmas harus mengembangkan suatu sistim
untuk memastikan pasien yang benar, prosedur yang benar, dan sisi yang benar
yang dilakukan tindakan dengan menerapkan
Protokol Umum (Universal Protocol), yang
meliputi:
a)
Proses
verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
b)
Penandaan
sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur; dan
c)
Time out
yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur.
·
Proses
verifikasi sebelum dilakukan tindakan bertujuan untuk verifikasi benar pasien,
benar prosedur, benar
sisi, memastikan semua dokumen, persetujuan tindakan medis, rekam medis, hasil
pemeriksaan penunjang tersedia dan diberi label, memastikan obat-obatan, cairan
intravena, jika ada ada produk darah yang diperlukan, peralatan
medis atau implant
tersedia dan siap digunakan.
·
Penandaan
sisi yang akan dilakukan tindakan /
prosedur melibatkan pasien jika memungkinkan dan dilakukan dengan tanda yang
langsung dapat dikenali dan tidak membingungkan. Tanda harus dilakukan secara
seragam dan konsisten. Penandaan dilakukanpada semua organ yang mempunyai
lateralitas (kanan lawan kiri, seperti salah satu dari dua anggota badan, satu
dari sepasang organ), beberapa struktur (seperti jari, jari kaki, lesi), atau
beberapa tingkat (tulang belakang). Untuk tindakan di poli gigi, seperti pencabutan gigi,
penandaannya bila perlu, menggunakan
hasil rontgen gigi atau odontogram.
Penandaaan harus dilakukan oleh
operator/orang yang akan melakukan tindakan yang akan melakukan seluruh prosedur dan tetap
bersama pasien selama prosedur berlangsung
·
Penandaan
sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur dimulai selama pasien terlibat
secara aktif dalam penandaan sisi dan tanda.
Adakalanya pasien tidak memungkinkan untuk berpartisipasi, misalnya: pasien
anak-anak, atau ketika pasien tidak kompeten membuat keputusan tentang perawatan
kesehatan.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur
verifikasi sebelum operasi/tindakan medis dilakukan dan penandaansisi
operasi/tindakan medis sesuai dengan yang diminta dalam pokok pikiran. (R)
2. Dilakukan penandaan sisi
operasi/tindakan medis secara konsisten oleh pemberi pelayanan yang akan
melakukan tindakan sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
(O,W)
3. Dilakukan time-out sebelum operasi/tindakan medis, untuk memastikan benar
identifikasi pasien, benar prosedur, benar sisi, persetujuan tindakan medis,
dan konfirmasi bahwa proses verifikasi sudah lengkap dilakukan dengan mencatat
waktunya. (D,O,W)
Kriteria
5.3.5.
Kebersihan
tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang didapat di fasilitas
kesehatan.
Pokok Pikiran:
·
Puskesmas
harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti menurunkan risiko infeksi yang
terjadi pada fasilitas kesehatan.
·
Prosedur kebersihan tangan
perlu disusun dan disosialisasikan, serta ditempel pada tempat yang mudah
dibaca. Tenaga medis, tenaga kesehatan, dan karyawan Puskesmas perlu
diedukasi tentang kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga
dilakukan untuk pasien, dan keluarga
pasien.
·
Kebersihan tangan
merupakan kunci efektif pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga Puskesmas
harus menetapkan kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan
tangan. (lihat juga PMP : 5.5.3 )
·
Setiap karyawan
Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan 5 (lima)
kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
·
Puskesmas
wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk
melakukan kebersihan tangan antara lain:
(1)
fasilitas
cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu
pengering tangan/handuk sekali
pakai; dan/atau
(2)
hand
rubs berbasis alcohol yang
ketersediaannya harus terjamin di Puskesmas
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur kebersihan
tangan (R)
2. Kebersihan tangan dilaksanakan sesuai
dengan prosedur yang disusun. (D,O,W)
Kriteria
5.3.6.
Proses
untuk mengurangi risiko pasien jatuh disusun dan dilaksanakan
Pokok Pikiran:
·
Cedera
pada pasien dapat terjadi karena jatuh di fasilitas kesehatan. Risiko jatuh pada pasien termasuk adanya
riwayat jatuh, penggunaan obat, minum minuman beralkohol, gangguan
keseimbangan, gangguan visus, gangguan mental, dan sebab yang lain.
·
Kebijakan
dan prosedur penapisan (screening)
risiko jatuh harus ditetapkan.
Penapisan secara umum dapat dilakukan dengan Pertanyaan sederhana dengan jawaban ya/tidak atau observasi dengan skor yang
diberikan berdasarkan respons pasien,
misalnya apakah pasien pernah jatuh dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir,
apakah pasien mengalami vertigo, apakah pasien mengkonsumsi obat yang
mengganggu keseimbangan, apakah pasien perlu bantuan ketika berdiri/berjalan.
·
Penapisan
dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun untuk meminimalkan
terjadinya risiko jatuh pasien
rawat jalan di Puskesmas.
·
Penapisan
risiko jatuh dilakukan pada pasien di
rawat jalan dengan mempertimbangkan :
1)
kondisi pasien, contoh :
pasien
geriatri, dizziness, vertigo, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan,
penggunaan obat, sedasi, status kesadaran
dan atau kejiwaan, konsumsi alkohol
2)
diagnosis, contoh pasien
dengan diagnosis
penyakit Parkinson
3)
situasi : Pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan riwayat tirah
baring lama yang akan dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari ambulans,
perubahan posisi akan meningkatkan risiko
jatuh
4)
lokasi : hasil identifikasi area-area di Puskesmas
yang berisiko terjadi pasien jatuh, antara lain lokasi yang dengan kendala
penerangan atau mempunyai barrier/penghalang yang lain, misalnya tempat
pelayanan fisioterapi, tangga.
·
Puskesmas
harus melakukan penapisan kemungkinan terjadinya risiko jatuh pada pasien.
Kriteria untuk melakukan penapisan kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus
ditetapkan baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan, dan dilakukan upaya
untuk mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh di fasilitas kesehatan. Contoh
alat untuk melakukan penapisana pada pasien rawat inap adalah skala Morse untuk
pasien dewasa, dan skala Humpty Dumpty untuk pasien anak, sedangkan untuk
pasien rawat jalan dengan menggunakan get
up and go test , atau dengan menanyakan tiga pertanyaan:
a.
apakah
dalam enam bulan terakhir pernah jatuh
b.
apakah
menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan
c.
apakah
jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan bantuan orang lain. Jika satu dari pertanyaan tersebut mendapat
jawaban ya, maka pasien tersebut dikategorikan berisiko jatuh
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur
penapisan pasien dengan risiko jatuh berdasarkan kondisi, diagnosis, situasi
dan lokasi (R)
2. Dilakukan penapisan pasien dengan
risiko jatuh sesuai dengan kebijakan dan prosedur (D,O,W)
3. Dilakukan upaya mengurangi risiko
jatuh pada pasien dari hasil penapisan yang dapat mengakibatkan pasien jatuh
(O,W,S)
4. Dilakukan evaluasi dan
tindak lanjut untuk mengurangi risiko terhadap situasi dan lokasi yang
diidentifikasi berisiko terjadi pasien jatuh (D, O, W).
Standar
5.4.
Puskesmas
menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan
pasien dan pengembangan budaya keselamatan
Pelaporan
insiden keselamatan pasien berhubungan dengan budaya keselamatan di Puskesmas
dan diperlukan untuk mencegah insiden lebih lanjut atau berulang di masa mendatang
yang akan membawa dampak merugikan yang lebih besar bagi Puskesmas
Kriteria
5.4.1
Dilakukan
pelaporan, dokumentasi, analisis, dan penyusunan rencana penyelesaian masalah,
upaya perbaikan, dan pencegahan insiden keselamatan pasien.
Pokok Pikiran:
·
Insiden
keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada
pasien. Insiden
keselamatan pasien terdiri
atas : 1) Kejadian tidak diharapkan (KTD), 2) Kejadian
nyaris cedera
(KNC), 3) Kejadian
tidak cedera, 4) kondisi potensial cedera (KPC), dan 5) Kejadian
sentinel (KS)
·
Cedera adalah perubahan yang terjadi dapat bersifat
fisik, motorik, sensorik, psikologis dan intelektual.
·
Contoh yang dapat
menimbulkan insiden keselamatan pasien seperti kesalahan obat (medication
errors), kesalahan identifikasi pasien, kesalahan asuhan klinis dan faktor
lingkungan.
·
Upaya
keselamatan pasien dilakukan untuk mencegah terjadinya insiden. Jenis Insiden
terdiri dari :
1)
Kejadian
Tidak Diharapkan
(KTD), yaitu insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien . Misalnya pasien jatuh dari tempat tidur dan
menimbulkan luka pada pergelangan kaki.
2)
Kejadian
tidak cedera (KTC) adalah insiden yang sudah mengenai / terpapar pada pasien
tapi tidak terjadi cedera.
Misalnya Perawat salah
memberikan obat pada pasien, obat telah diminum tapi pasien tidak mengalami
cedera.
3)
Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah semua situasi
atau kondisi terkait perawatan pasien yang sangat berpotensi cedera pada pasien.Misalnya : Alat Inkubator
rusak yang diletakan di ruang bayi/neonatus .
4)
Kejadian
Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang
terjadi tapi belum mengenai / terpapar
pada pasien karena dapat dicegah.
Misalnya:
perawat mau memberikan obat kepada pasien, ketika di cek ternyata obat yang
diberikan oleh farmasi milik pasien yang lain yang namanya mirip, sehingga obat
tersebut tidak jadi diberikan.
5)
Sentinel suatu kejadian yang tidak diinginkan (unexpected
occurrence yang mengakibatkan
kematian atau cedera yang serius. Kejadian
sentinel dapat
berupa:
a)
Kematian yang tidak diduga,
termasuk dan tidak terbatas hanya
pada:
-
kematian
yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi pasien
(contoh, kematian akibat
proses transfer yang terlambat)
-
kematian
bayi aterm
-
bunuh
diri
b)
Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit
pasien atau kondisi pasien
c)
Tindakan salah tempat, salah prosedur, salah pasien
d)
Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi
dikirim ke rumah bukan rumah orang tuanya
e)
Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan
(berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara permanen) atau pembunuhan
(yang disengaja) atas pasien, anggota staf, dokter, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika berada dalam lingkungan Puskesmas
·
Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya
disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan
insiden keselamatan pasien.
Pelaporan insiden terdiri dari Laporan Insiden Internal dan Laporan Insiden
Eksternal
·
Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu
di dalam Puskesmas untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat
terjadi pada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memantau upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error)
sehingga dapat mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain pelaporan akan
menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang
kembali.
·
Puskesmas perlu melakukan analisa Matriks grading risiko yang akan
menentukan jenis investigasi insiden yang dilakukan setelah Laporan insiden
internal. Investigasi terdiri dari Investigasi sederhana (Simple RCA) dan Investigasi
Komprehensif (Comprehensive RCA /Root Cause Analysis)
·
Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan insiden
yang meliputi: kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan, prosedur
pelaporan, insiden yang harus dilaporkan internal yaitu semua jenis insiden
termasuk kejadian sentinel, kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera
maupun kejadian sangat potensial cedera. Sedangkan laporan eksternal yang
dilaporkan adalah Sentinel, KTD. Ditentukan juga siapa saja yang membuat
laporan, batas waktu pelaporan, investigasi dan tindak lanjutnya
·
Pelaporan insiden keselamatan pasien dilaporkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Elemen
Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan dan
prosedur pelaporan
insiden. (R)
2.
Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden
sesuai kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan ke Tim keselamatan pasien. (D)
3.
Dilakukan analisa risiko dan investigasi
insiden, serta tindaklanjut terhadap insiden (D,W)
4.
Dilakukan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan
Pasien (KNKP)
terhadap insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai kerangka waktu yang
ditetapkan (D)
Kriteria
5.4.2
Tenaga kesehatan pemberi asuhan berperan
penting dalam memperbaiki perilaku dalam pemberian pelayanan yang mencerminkan budaya mutu dan budaya keselamatan.
Pokok Pikiran:
·
Upaya
peningkatan mutu layanan klinis, dan keselamatan pasien menjadi tanggung jawab
seluruh tenaga
kesehatanyang memberikan asuhan
pasien.
·
Tenaga kesehatan
adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan
lain yang diberi wewenangdan bertanggung jawab
melaksanakan asuhan pasien.
·
Perilaku terkait budaya keselamatan berupa:
a) penyediaan
layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan bersama;
b) bekerja
dengan pasien atau klien
c) bekerja
dengan tenaga kesehatan lain
d) bekerja
di dalam sistem layanan kesehatan
e) meminimalisir
risiko
f) mempertahankan
kinerja profesional
g) perilaku
profesional dan beretika
h) memastikan
pelaksanaan proses pelayanan yang terstandar
i)
upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk
keterlibatan dalam pelaporan dan tindak lanjut insiden
· Perilaku yang tidak
mendukung budaya keselamatan seperti:
a) Perilaku yang tidak layak
(Inappropriate), seperti kata-kata atau bahasa tubuh yang merendahkan atau
menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat, memaki;
b) Perilaku yang mengganggu
(disruptive) antara lain perilaku tidak layak yang dilakukan secara berulang,
bentuk tindakan verbal atau non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi
staf lain, adalah komentar sembrono didepan pasien yang berdampak menurunkan
kredibilitas staf klinis lain, contoh mengomentari negatif hasil tindakan atau
pengobatan staf lain didepan pasien, misalnya “obatnya ini salah, tamatan mana
dia...?”, melarang perawat untuk membuat laporan insiden, memarahi staf klinis lainnya didepan
pasien, kemarahan yang ditunjukkan dengan melempar membuang rekam medis diruang
rawat;
c) perilaku yang melecehkan
(harassment) terkait dengan ras, agama, suku termasuk gender;
d) pelecehan seksual.
·
Puskesmas
perlu melakukan pengukuran (survei) dan evaluasi budaya keselamatan. Budaya
keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi,
dan pola perilaku dari individu maupun kelompok, yang menentukan komitmen
terhadap keselamatan, serta kemampuan manajemen Puskesmas,
dicirikan dengan komunikasi yang berdasarkan rasa saling percaya, dengan
persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan akan
manfaat langkah-langkah pencegahan.
·
Mutu
layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan yang ada, tetapi
juga perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga kesehatanperlu
melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam pemberian pelayanan dan melakukan
upaya perbaikan baik pada sistem pelayanan maupun perilaku pelayanan yang
mencerminkan budaya keselamatan, dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang
berkelanjutan.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan
dan prosedur penerapan budaya mutu dan keselamatan pasien (R)
2.
Dilakukan identifikasi dan pelaporan perilaku yang tidak
mendukung budaya keselamatan / "tidak dapat diterima" dan upaya
perbaikannya (D,O,W)
3. Dilakukan edukasi tentang mutu klinis
dan keselamatan pasien pada semua tenaga
kesehatan pemberi asuhan. (D,W)
Standar
5.5.
Program
pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan untuk mencegah dan
meminimalkan terjadinya infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian
infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk mencegah dan
meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan
masyarakat sekitar fasilitas kesehatan.
Kriteria
5.5.1
Regulasi
dan program pencegahan dan
pengendalian infeksi dilaksanakan oleh seluruh karyawan Puskesmas secara
komprehensif untuk mencegah
dan meminimalkan risiko
terjadinya infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
Pokok Pikiran:
·
Pencegahan dan
pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk mencegah
dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan
masyarakat sekitar fasilitas kesehatan.
·
Tujuan
PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi yang didapat dan
ditularkan diantara pasien, staf, tenaga professional kesehatan, tenaga
kontrak, tenaga sukarelawan mahasiswa dan pengunjung.
·
Agar
pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilaksanakan dengan optimal perlu diidentifikasi
staf yang terlatih dan ditetapkan oleh pimpinan puskesmas berdasarkan kebijakan dan pedoman yang mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·
Puskesmas
perlu menyusun program PPI (lihat 5.1.1) yang meliputi implementasi
kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasar transmisi, Pendidikan dan pelatihan (dapat berupa pelatihan atau workshop) PPI baik bagi petugas maupun pasien dan keluarga, serta masyarakat,
penyusunan dan penerapan bundles Hais, surveilans
serta penggunaan antimikroba secara bijak.
·
Kegiatan yang tercantum
dalam program PPI tergantung pada kompleksitas kegiatan
klinis dan pelayanan Puskesmas, besar
kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko dan cakupan populasi yang dilayani, geografis, jumlah pasien, dan jumlah pegawai
dan merupakan bagian
terintegrasi dengan Program Peningkatan Mutu.
·
Untuk
memantau dan menilai pelaksanaan program PPI disusun indikator-indikator
sebagai bukti dilaksanakannya kegiatan-kegiatan yang direncanakan.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan, pedoman dan
prosedur PPI dalam penyelenggaraan pelayanan Puskesmas. (R)
2.
Puskesmas merancang dan mengimplementasikan program PPI
secara komprehensif yang melibatkan semua staf. (lihat PMP 5.1.1)
3.
Dilakukan pemantauan, evaluasi dan
tindak lanjut terhadap pelaksanaan program PPI dengan menggunakan indikator
yang ditetapkan. (D, W)
Kriteria
5.5.2
Dilakukan
identifikasi prosedur dan pelaksanaan yang terkait dengan risiko infeksi dengan
menerapkan strategi untuk mengurangi risiko infeksi.
Pokok Pikiran:
·
Puskesmas melakukan
identifikasi dan kajian pemberian asuhan yang memiliki risiko infeksi terhadap
pasien, pengunjung, dan petugas termasuk penunjang layanan. Pelaksanaan
identifikasi dan kajian pemberian asuhan harus sesuai prinsip-prinsip PPI
dengan memastikan :
a.
ketersediaan
Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, kacamata pelindung, masker, sepatu
dan gaun
pelindung
b.
ketersediaan linen yang benar
c.
ketersediaan alat medis
sesuai ketentuan
d.
terlaksananya penyuntikan yang aman
e.
penyimpanan
dan penanganan produk makanan dan nutrisi yang tepat, jika tersedia dan
digunakan di pusat;
f.
pengelolaan limbah melalui penempatan yang aman dan
pembuangan limbah klinis dan limbah yang berpotensi menular yang memerlukan
pembuangan khusus seperti benda tajam / jarum dan peralatan sekali pakai
lainnya yang mungkin bersentuhan dengan tubuh cairan; (Juga lihat FMS.4)
g.
proses
untuk mengelola penggunaan kembali perangkat sekali pakai; dan
·
Renovasi bangunan di area
Puskesmas dapat merupakan sumber infeksi. Pemaparan debu dan kotoran
konstruksi, kebisingan, getaran, kotoran dan bahaya lain dapat merupakan bahaya
potensial terhadap fungsi paru dan keamanan karyawan dan pengunjung. Oleh
karena itu Puskesmas harus menetapkan kriteria risiko untuk menangani dampak
tersebut yang dituangkan dalam bentuk regulasi tentang penilaian risiko dan
pengendalian infeksi (infection control risk assessment/ICRA). (Lihat MFK 1.4.)
Elemen Penilaian:
1.
Dilakukan
identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait dengan
pelayanan pasien, pengunjung, dan petugas termasuk penunjang layanan. (O,W)
2.
Dilakukan
upaya strategi untuk meminimalkan risiko infeksi
terkait dengan pelayanan pasien, pengunjung, dan petugas termasuk penunjang layanan dengan memastikan
setidaknya a) sampai g) di dalam pokok pikiran. (D,W)
3.
Terdapat bukti
strategi ICRA dalam pelaksanaan program PPI pada renovasi bangunan. (D,W)
Kriteria
5.5.3.
Kebersihan
tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang didapat di fasilitas
kesehatan.
Pokok Pikiran:
·
Puskesmas
harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti menurunkan risiko infeksi yang
terjadi pada fasilitas kesehatan.
·
Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan
disosialisasikan, serta ditempel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis,
tenaga kesehatan, dan karyawan Puskesmas
perlu diedukasi tentang kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu
juga dilakukan untuk pasien, dan keluarga
pasien.
·
Kebersihan tangan
merupakan kunci efektif pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga Puskesmas
harus menetapkan kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan. (lihat juga PMP : 5.3.5 )
·
Setiap karyawan
Puskesmas harus memahami 6
(enam) langkah dan 5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan
benar.
·
Puskesmas
wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk melakukan kebersihan tangan
antara lain:
(1)
fasilitas
cuci tangan meliputi air mengalir, sabun,
tisu pengering tangan/handuk
sekali pakai; dan/atau
(2)
hand
rubs berbasis alcohol
yang ketersediaannya harus terjamin di Puskesmas
Elemen Penilaian:
1.
Dilakukan
edukasi kebersihan tangan pada tenaga medis, tenaga kesehatan, seluruh karyawan
Puskesmas,
pasien dan keluarga pasien. (D,W)
2.
Perlengkapan
dan peralatan untuk kebersihan tangan tersedia di tempat pelayanan.
(D,O)
3.
Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan kebersihan
tangan. (D,
W)
Kriteria
5.5.4.
Puskesmas mengurangi risiko infeksi yang terkait dengan
pelayanan kesehatan perlu melaksanakan dan mengimplementasikan program PPI, untuk mengurangi risiko infeksi baik bagi pasien,
petugas,keluarga
pasien, masyarakat, dan lingkungan.
Pokok Pikiran:
·
Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas
adalah untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan menularkan
infeksi di antara pasien, petugas, keluarga dan masyarakat dan lingkungan
melalui kewaspadaan standar yang benar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a.
Alat
Pelindung Diri (APD)
Alat
Pelindung Diri (APD) digunakan dengan
benar untuk mencegah dan mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah
dan mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri
(APD) digunakan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan infeksi, APD yang dimaksud
meliputi tutup kepala (topi), masker, google (perisai wajah), sarung
tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung digunakan secara tepat dan benar oleh
petugas Puskesmas, dan digunakan sesuai dengan indikasi dalam pemberian
asuhan pasien
b.
Penyuntikan
yang aman
Tindakan
penyuntikan yang aman perlu memperhatikan kesterilan alat yang digunakan
dan prosedur penyuntikannya. Pemakaian spuit dan jarum suntik steril harus
sekali pakai, dan berlaku juga pada penggunaan vial multi dosis untuk mencegah
timbulnya kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien. Penyuntikan yang
aman berdasarkan prinsip PPI meliputi
(1)
menerapkan tehnik
aseptik untuk mencegah kontaminasi alat
injeksi.
(2)
semua alat suntik yang
dipergunakan harus sekali pakai untuk satu pasien dan satu prosedur walaupun
jarum suntiknya berbeda.
(3)
gunakan single dose
untuk obat injeksi dan cairan pelarut/
flushing.
(4)
proses pencampuran obat
dilaksanakan sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.
(5)
pengelolaan limbah
tajam bekas pakai perlu dikelola dengan benar sesuai perundangan
yang berlaku.
c.
Dekontaminasi
Menurunkan risiko
infeksi melalui kegiatan dekontaminasi melalui proses pembersihan awal(pre cleanning), pembersihan, disinfeksi dan /atau sterilisasi
dengan mengacu pada kategori Spaulding.meliputi :
(1) kritikal
berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan pada jaringan steril atau sistim
pembuluh darah dengan menggunakan Tehnik Sterilisasi, seperti instrumen
bedah, partus set
(2) semi
kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput mukosa dan area kecil dikulit
yang lecet dengan menggunakan Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), seperti
oropharyngeal airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, kaca gigi.
(3) non Kritikal
peralatan yang dipergunakan pada permukaan tubuh yang berhubungan dengan kulit
yang utuh dilakukan Disinfeksi
Tingkat Rendah, seperti tensimeter atau termometer.
Proses
dekontaminasi tersebut meliputi:
·
pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat
kerja dengan menggunakan APD dengan cara membersihkan dari semua kotoran, darah
dan cairan tubuh dengan air mengalir, untuk kemudian dilakukan transportasi ke
tempat pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi.
·
pembersihan merupakan proses secara fisik membuang
semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan peralatan secara
manual atau mekanis dengan mencuci bersih dengan detergen (golongan
disinfenktan dan klorin dengan komposisi sesuai dengan standar yang
berlaku) atau larutan enzymatic, dan
ditiriskan sebelum dilakukan disinfeksi atau sterilisasi.
·
disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan
semi kritikal untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali beberapa endospore
bacterial dengan cara merebus, menguapkan atau menggunakan disinfektan
kimiawi.
·
sterilisasi merupakan proses menghilangakan semua
mikroorganisme termasuk endospore menggunakan upa bertekanan tinggi (autoklave), panas
kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain.
Dekontaminasi
lingkungan yaitu pembersihan permukaan lingkungan yang berada di sekitar pasien
dari kemungkinan kontaminasi darah, produk darah atau cairan tubuh. Pembersihan
dilakukan dengan menggunakan cairan desinfektan seperti klorin
0,05% untuk permukaan lingkungan dan 0,5% pada lingkungan yang terkontaminasi
darah dan produk darah. Selain klorin dapat digunakan desinfektan lain sesuai
ketentuan.
d.
Linen
Pengelolan linen
yang baik dan benar adalah salah satu upaya untuk menurunkan resiko infeksi.
Linen terbagi menjadi linen kotor non infeksius dan linen kotor infeksius.
Linen kotor infeksius adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh
lainnya. Penatalaksanaan linen yang
sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup
penggunaan APD petugas yang mengelola linen, dan kebersihan tangan sesuai
prinsip PPI terutama pada linen infeksius. Fasilitas kesehatan harus membuat
regulasi pengelolaan. Penatalaksanaan
linen meliputi penatalaksanaan
linen di ruangan, transportasi linen ke
ruang cuci/laundry, dan penatalaksanaan linen di ruang cuci/laundry. Prinsip yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan linen
adalah selalu memisahkan antara linen bersih, linen kotor dan steril atau
dengan kata lain setiap kelompok linen tersebut harus ditempatkan pada tempat
yang terpisah
e.
Limbah
Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama limbah
infeksius, benda tajam dan jarum yang apabila pengelolaan pembuangan
dilakukan dengan tidak benar dapat menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan
limbah infeksius meliputi pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius, darah, sampel laboratorium, benda tajam (seperti jarum) dalam safety box (penyimpanan khusus), dan
limbah B3. Proses edukasi kepada karyawan
mengenai pengelolaan yang aman, ketersediaan tempat penyimpanan khusus dan
pelaporan pajanan limbah infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam.
Pengelolaan limbah meliputi :
(1)
limbah
infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh, sample
laboratorium, produk darah dan lain-lain, yang dimasukan kedalam kantong plastik berwarna
kuning dan dilakukan proses sesuai ketentuan peraturan perundangan
(2)
limbah
benda tajam adalah semua limbah yang memiliki permukaan tajam yang dimasukan
kedalam safety box (penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air).
Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi safety box.
(3)
limbah
cair infeksius segera dibuang ketempat pembuangan limbah cair (spoel hoek)
(4)
pengelolaan
limbah dimaksud meliputi identifikasi,
penampungan, pengangkutan, tempat penampungan sementara, pengolahan akhir
limbah
Pembuangan benda tajam (seperti jarum) yang tidak benar merupakan salah satu penyebab bahaya luka tusuk jarum yang berisiko pada
penularan penyakit infeksi melalui darah sehingga diperlukan pengelolaan risiko
pasca pajanan.
Penerapan
kewaspadaan standar perlu dipantau oleh
tim PPI atau petugas yang diberi tanggung jawab agar dilaksanakan secara periodik
dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan Puskesmas.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan kebijakan dan prosedur sesuai
pokok pikiran hurufa sampai dengan huruf e. (R)
2.
Terdapat bukti diterapkannya
prinsip prinsip pengelolaan sesuai
pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e sesuai prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
3.
Dilakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan sesuai
pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e dalam kegiatan pelayanan di puskesmas. (D,W) dan
dilakukan penanganan serta pelaporan jika terjadi pajanan. (D,W)
4.
Bila ada pengelolaan pada pokok
pikiran huruf a sampai dengan
huruf e yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, puskesmas harus memastikan
standar mutu pada pihak ketiga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (D,W)
Kriteria
5.5.5.
Dilakukan upaya
pencegahan penularan infeksi pada proses pelayanan dan transfer pasien dengan
penyakit yang dapat ditularkan melalui transmisi airborne
Pokok Pikiran:
·
Program PPI dalam
kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi. Kewaspadaan transmisi terdiri dari kontak, droplet dan air borne. Penularan penyakit airbornedisease
salah satunya risiko yang paling banyak di Puskesmas
·
Untuk mengurangi
risiko penularan air borne disease diantaranya dengan menggunakan APD, penataan ruang periksa,
penempatan pasien, maupun transfer pasien dilakukan sesuai dengan prinsip
PPI. Upaya pencegahan juga perlu
ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada staf, pengunjung serta
lingkungan pasien. Pembersihan kamar dengan benar setiap hari selama pasien
tinggal di puskesmas dan pembersihan kembali setelah pasien pulang harus
dilakukan sesuai standar atau pedoman pengendalian infeksi.
·
Untuk mencegah
penularan airborne disease perlu melakukan identifikasi pasien yang berisiko dengan
memberikan masker, menempatkan pasien di tempat tersendiri atau kohorting dan
mengajarkan etika batuk.
·
Untuk pencegahan
penularan transmisi airborne ditetapkan alur dan SOP pengelolaan pasien sesuai ketentuan.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan dan prosedur pencegahan penularan infeksi
melalui transmisi airborne. (R)
2.
Dilakukan
identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui transmisi airborne yang dilayani di Puskesmas.
(D,W)
3.
Dilaksanakan
pencegahan penularan infeksi melalui transmisi airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa, penempatan
pasien, maupun transfer pasien, sesuai dengan regulasi yang disusun. (D,O,W)
4.
Dilakukan evaluasi dan
tindak lanjut terhadap hasil pemantauan terhadap pelaksanaan penataaan ruang
periksa, penggunaan APD, penempatan pasien, transfer pasien
untuk mencegah transmisi infeksi(D.O.W)
5.5.6.
Ditetapkan dan
dilakukan proses untuk menangani outbreak
infeksi baik di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas
Pokok Pikiran:
·
Puskesmas menetapkan
kebijakan tentang outbreak bagaimana penanggulangan sesuai dengan wewenangnya, untuk
menjamin perlindungan kepada petugas, pengunjung dan lingkungan pasien.
·
Kriteria outbreak infeksi
terkait pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah:
(1)
terdapat
kejadian infeksi yang sebelumnya tidak ada atau sejak
lama tidak pernah muncul yang diakibatkan oleh
kegiatan pelayanan kesehatan yang berdampak risiko infeksi baik di Puskesmas
atau di wilayah kerja Puskesmas.
(2)
peningkatan
kejadian 2 kali lipat atau lebih dibanding periode sebelumnya.
(3)
kejadian dapat
meningkat secara luas dalam kurun waktu yang sama
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakandan prosedur penanganan outbreak
infeksi baik yang terjadi akibat kegiatan
pelayanan di Puskesmas atau
di wilayah kerja Puskesmas. (R)
2.
Dilakukan
identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak
infeksi baik yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (D,W)
3.
Jika
terjadi outbreak infeksi, dilakukan
penanggulangan sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang disusun. (D,W)
4.
Dilakukan evaluasi dan
tindak lanjut tentang penanggulangan
sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang disusun(D.W)
Kriteria
5.5.7.
Dilakukan upaya
penggunaan antimikroba secara bijak untuk mengendalikan resistensi antimikroba.
Pokok Pikiran:
·
Resistensi terhadap
antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai
dampak merugikan yang dapat menurunkan mutu dan meningkatkan risiko pelayanan
kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien.
·
Meningkatnya masalah
resistensi antimikroba terjadi akibat penggunaan antimikroba yang tidak bijak
dan bertanggung jawab.
·
Salah satu upaya untuk
menurunkan resistensi terhadap antimikroba yaitu dengan menetapkan kebijakan dan panduan penggunaan antrimikroba di
Puskesmas dan melakukan perbaikan pola penggunaan
antimikroba untuk
menilai kesesuaian terhadap panduan yang disusun.
Elemen Penilaian:
1.
Ditetapkan
kebijakan dan panduan penggunaan antimikroba di Puskesmas.
(R)
2.
Dilakukan
edukasi penggunaan antimikroba secara bijak pada tenaga kesehatan yang
bekerja di Puskesmas. (D,W)
Yuk ketahui lebih lanjut tentang kelebihan dan kekurangan bahan cotton bamboo
ReplyDelete